"Tadinya iya, tapi aku yakin kamu akan terpaksa melakukan hal itu. Dan tiba-tiba saja saat tadi malam kamu tidur aku menatapmu. Keinginanku itu tiba-tiba saja hilang"

Jeno berpikir keras dengan apa yang di katakan Jaemin padanya. butuh beberapa detik sebelum Jeno paham, mengambil napas dalam Jeno melirik Jaemin dengan malas

"Apa dia menyamakanku dengan Monyet" batinnya "Kenapa bisa hilang Na?"

"Kamu lebih tampan dari monyet Jeno. jadi aku lebih baik melihatmu"

"Jadi standar ketampananku di bandingkan dengan monyet. Astaga" batin Jeno lagi

Jeno memilih diam. dia hanya mendengarkan apa yang di katakan Jaemin padanya. ya walaupun ucapan Jaemin sama sekali tidak dia dengarkan. Dia malah membalas beberapa pesan dari anak buahnya. Mengabaikan Jaemin di dalam pelukannya.

Lagipula Jaemin juga tidak akan sadar jika Jeno bermain ponsel, posisi Jaemin yang memeluk Jeno membuatnya hanya bisa menatap dada Jeno tidak lebih.

~~


Seperti perkataannya Mark sedang menunggu Jeno. Dia duduk di sebuah kafe. Matanya menatap keluar jendela. Tak lama senyum berkembang di wajah Mark saat Jeno mulai berjalan memasuki kafe.

Melihat Mark, Jeno langsung duduk di depannya. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi.

"Aku sudah memesan minum untukmu, minumlah"

Jeno tersenyum, tanpa ragu dia meminumnya. Tapi sedari tadi matanya tidak menatap Mark.

"Katakan padaku kenapa ingin bertemu?" tanya Jeno dingin

Mark tersenyum sedih mendengar apa yang di katakan Jeno padanya. sepertinya adiknya ini memang benar-benar membencinya. Dan Mark juga tidak menyalahkan Jeno atas kebencian dirinya padanya

"Aku ingin mengatakan alasanku kenapa aku ingin menemuimu. Tapi aku tidak menemukan alasan yang cocok untuk ku jadikan alasan" mengambil kopi di depannya, Mark menyeruputnya dengan pelan. Setidaknya dia harus membasahi tenggorokannya

"Jangan bercanda kak"

"Aku tidak bercanda, untuk apa alasan itu, aku hanya ingin bertemu denganmu. Apa ada larangan untuk semua itu?"

"Aku tidak punya waktu banyak" bohong Jeno, bukannya dia tidak ingin bertemu dengan Mark. Hanya saja kecanggungan di antara mereka membuat Jeno tidak nyaman.

"Aku merindukanmu"

Cih

Jeno memalingkan wajahnya, bersandar di kursi.

"Terakhir kali kakak mengatakan hal itu kita tertengkar. Setelah ini mau apa lagi, saling memukul"

Mark menahan tawa saat melihat bagaimana wajah kesal Jeno. Rasanya sudah lama dia tidak melihat Jeno yang seperti itu. Biasanya dulu hampir setiap hari dia melihatnya.

"Jeno"

"Hmm"

"Kakak minta maaf"

Jeno kini melihat kearah Mark, dahinya tertekuk saat mata Jeno tidak sengaja saling tatap dengan mata Mark. Setelahnya Mark memilih untuk melihat kearah lain.

"Kakak tau kamu tidak akan pernah percaya lagi padaku. Aku juga tidak akan memaksamu untuk percaya padaku. Apa yang aku lakukan padamu memang sudah keterlaluan. Mungkin maaf saja tidak akan cukup untuk menebus dosaku padamu."

Mark mengigit bibir bawahnya, matanya masih melihat kearah lain. Walaupun dia tau jika Jeno sedang menatapnya tapi dia tidak ingin Jeno melihat matanya. Jeno akan langsung tau jika dia sedang menahan tangisnya saat ini.

My Rival is My Brother (End) {Book 3}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang