BAB 1 // Pelatih Teater Baru

Start from the beginning
                                    

Sepertinya Afran memang sudah berkali-kali memberi kode tentang kedatangannya ke sekolah Nadi. Tapi, Nadi itu cewek yang tidak peka. Dia bukan telmi, hanya tidak paham dengan segala kode-kode seperti itu. Bahkan, bisa dibilang, tingkat kepekaan Biru—sahabatnya—lebih tinggi.

Nadi punya dua teman cowok yang anehnya, lebih dekat daripada temen-temen sekelasnya dia. Tama dan Biru. Nadi menemukan dua spesies langka itu waktu dia SMP. Jika diumpamakan, Nadi, Tama, dan Biru adalah gerombolan yang—sebenarnya—jika dilihat dari sifat mereka, tidak nyambung sama sekali.

Tama itu cowok yang bakalan rela kamu tendang, kamu kata-katain, dan cowok yang menjadi target acungan saat guru bertanya siapa murid paling bandel di kelas. Tama punya style ala-ala badboy tapi versi gagal. Tingkat kewarasan Tama berada di tepi jurang, tapi sayangnya Tama lebih sering terpeleset, jadi lebih sering tidak waras. Hidup Tama itu seperti jalan terjal, sementara Nadi adalah pemakai jalan itu. Tama membuat Nadi ikut-ikutan tidak waras. Namun, entah dapat tips darimana, atau mungkin Tama memakai jampi-jampi; dia banyak yang suka.

Nadi benar-benar tidak habis pikir.

Sahabat Nadi berikutnya adalah Biru Moswen. Jika diibaratkan dengan Tama, keduanya seperti laut dan langit. Tidak akan bertemu, jika dilihat dalam perspektif vertikal. Namun, saat kamu pergi ke laut, lalu memandang sampai di titik habis penglihatanmu, Tama dan Biru benar-benar bertemu di garis ujung laut. Jika Tama adalah perusuh, tidak waras, semua yang ada padanya adalah hal-hal gila, Biru benar-benar jauh dari semua itu.

Dia cowok berkacamata, yang punya pandangan dan omongan judes, tapi Nadi tahu, Biru sayang Nadi dan Tama. Apa namanya? Oh, tsundere. Pakaian dan style Biru rapi, murid idaman para guru. Pekerjaannya tidak lepas dari baca buku, mengerjakan PR.

Jadi, Biru adalah spesies paling normal di antara mereka bertiga?

Nadi berteriak di samping saya, "TIDAK!"

Cara berpikir Biru itu mirip seorang pria lima puluhan. Lebih tua dari usianya. Beberapa pembicaraan membuat Biru terdengar bijak. Ia tipe garis keras, yang keberadaannya antara Nadi dan Tama bagai penunjuk jalan untuk membuat mereka tetap dalam keputusan yang benar.

Nadi dan Tama terkadang frustrasi, tapi Biru juga, pernahlah, sekali-kali ikut gila seperti kedua temannya. Dan itu momen langka. Kegilaan Biru sering berhubungan dengan kerapian, tugas yang kurang sempurna, lalu kebersihan. Nadi bersumpah, jika sikap "gila" Biru keluar, semua yang ada di sekitar Biru adalah salah.

Kelahiran Nadi di tahun kabisat itu salah. Sikap Tama yang aneh tapi punya banyak yang tergila-gila padanya salah. Pak Heru yang datang tepat jam 7 salah. Tanaman yang tumbuh keluar dari pot salah. Soal matematika yang gampang salah. Semut yang lewat di depan dia saja salah!

Beneran, mirip cewek pms aja dia.

Tapi, kata Nadi, ia tidak bisa memilih antara lebih baik mana Tama atau Biru. Karena Biru bisa memberikannya nasihat, saran-saran kehidupan yang rasional dan logis, sedangkan Tama adalah orang yang mengajak Nadi menuju lubang jahanam—sebelum Biru segera meluruskan mereka.

Dan Nadi bersyukur mempunyai Tama dan Biru.

Dua teman tidak sekutub itu.

Kedatangan Afran sebagai pelatih teater baru, membuat seisi kelas gempar. Termasuk si jagonya main teater, Angga atau yang biasa dipanggil teman-teman dia, Agak. Penghuni kelas Nadi memiliki minat yang besar pada salah satu cabang seni tersebut. Awalnya Nadi juga tertarik, tapi setelah melihat Afran berkali-kali latihan di kamar; gesture, lusinan kostum aneh di kamarnya, perubahan suara, mimik, dan entah apa lagi, membuat Nadi urung. Kakaknya itu hampir setiap malam memecahkan barang, atau paling ringan... saja; ia membanting kursi. Kebayang? Saat Nadi masih tenang memainkan PS4 di kamar, tetangga kamarnya itu marah-marah, detik berikutnya senang, kemudian terdiam. Dan sampai pada titik ia membanting kursi atau pintu.

Nadi nyerah.

Nadi berusaha bersikap biasa saja. Ia takut jika ada yang mengetahui jika Afran adalah kakaknya. Sekali lagi, Nadi tidak ingin perhatian. Nadi tidak ingin apa pun yang menjadikannya terkenal, famous. Maka dari itu ia membenci urutan rangkingnya yang selalu di nomor pertama. Padahal, Nadi sudah berusaha semalas mungkin, agar semua nilai ulangannya dapat 7.

Tidak, tidak. Lebih tepatnya, Nadi tidak mau kehadirannya semakin dibenci.

Waktu sepulang sekolah, Nadi bertemu Afran di dekat parkiran. Afran menyapa adiknya itu. Nadi acuh. Ia tidak ingin ada yang mencurigai hubungan keduanya. Afran tidak mengetahui niatan Nadi, malah balik mengejar adik perempuannya dan menawarinya tumpangan.

"Di, ngga mau bonceng gue lu?"

Nadi menoleh kanan-kiri, melihat situasi. Kemudian ia berbisik pada kakaknya, "Bang, lu ngapain di sini?"

"Gue diundang buat ngajar teater, sih. Kenapa emang?"

"Diundang?" Nadi tercengang.

"Kan, lu tau. Nama gue sempet melejit gara-gara proyek Batavy Land kemarin. Jadi gue dapet tawaran kerja. Lumayanlah, buat nambah uang kuliah."

Nadi mendekatkan wajahnya, "Bang, awas, ya. Kalo ada yang tahu abang itu kakak gue. Ngga boleh. Karena abang, ntar ketenangan gue bakal terganggu."

Afran gemas, mengacak rambut Nadi yang diikat satu itu. "Iya, iya, Rembulannya Afran."

"Hidih, apaan sih lu."[]

NADIYA LUNARWhere stories live. Discover now