Pelarian

27 1 1
                                    

Bab 5

"Sekarang kita harus bagaimana Rustom!" Aku berusaha meredam teriakan, agar tidak terdengar hingga gerbang penumpang.

Aku tidak bisa menyembunyikan rasa bingung ini. Semua terasa sudah musnah, misi yang aku bawa sedari Jakarta menuju Surabaya, yang seharusnya dapat aku selesaikan dengan mudah, dan kemudian kembali ke Jakarta untuk menghadiri malam penganugerahan, lalu disematkan lencana bintang bersepuh emas, lalu dipanggil dengan sebutan pahlawan, lalu berjalan di karpet merah, lalu menaiki mobil khas pejabat pemerintahan, lalu, lalu, lalu... Semuanya sudah musnah.

"Ah, rasanya aku ingin mati saja," aku membanting tubuhku ke lantai gerbong hingga tengkurap, "aku ingin istirahat Rustom, jangan bangunkan aku."

Rustom berputar-putar di sekeliling ku. Ia tampak memikirkan sesuatu, walaupun sebenarnya aku tidak menjamin ia bisa berpikir cepat. Setidaknya ia memiliki loyalitas untuk menjagaku.

"Rustom, kalau aku jadi kau, aku akan cari si pembunuh, aku beritahu posisi si Sartono ini, dan meminta tebusan atas informasi tersebut."

"Nah!" Rustom berhenti berputar-putar di sekitarku. Dia baru saja mendapatkan sebuah ide.

Jantungku berdebar, tamatlah aku! Sekarang pengawalku sendiri yang akan membawaku kepada kematian. Dan lebih konyolnya lagi, ide itu datang dari mulutku sendiri.

"Itu dia kuncinya!" Rustom berusaha membalikkan tubuhku ke posisi terlentang, aku melihat wajahnya yang berubah, "aku rasa, pembunuh tersebut tidak hanya kemari untuk mengambil koper itu, tapi juga untuk membunuh, Tuan."

Aku terdiam sejenak. Berusaha memahami setiap kata dari pernyataan tersebut.

"Rustom, aku harap kau memiliki pernyataan yang lebih buruk daripada pernyataan tersebut."

"Bukan, bukan itu maksud saya. Karena pembunuh itu mencari Tuan, artinya dia belum keluar dari kereta ini! Koper itu masih ada di dalam kereta!" Ia mengatakannya dengan gembira, seperti seorang penemu yang berteriak, "eureka!"

"Tentu saja aku tahu itu, kau pikir koper itu bisa tetap utuh meskipun di lempar dari rangkaian gerbong yang berjalan lebih dari 100 kilometer per jam?" Jawabku, sambil berusaha duduk.

"Hanya ada dua kemungkinan. Pertama, Pria tersebut membunuh Tuan, dan menunggu sampai stasiun berikutnya. Kedua, Pria tersebut memberhentikan kereta dan melarikan diri ke tengah hutan." Rustom kembali mondar-mandir di sekitar tubuh ku yang sedang terduduk lesu memikirkan keadaan, aku hanya bisa menatap lantai gerbong.

"Tidak.. Tidak.. Dia tidak mungkin membunuh Tuan dalam kondisi kereta yang dipenuhi petugas jaga dan polisi, dia tidak akan memiliki kesempatan untuk melarikan diri dari kereta. Itu akan membuat kemungkinan dia tertangkap menjadi lebih cepat." Dia berhenti berkeliling dan mengambil posisi duduk bersila di sampingku.

Ciiit.... Bruk.. Tiba-tiba kereta terhenti. Bau asap memasuki ruang bagasi, decitan panjang membuat telinga kami menjadi sangat pengang. Aku dan Rustom yang sedang duduk terlempar ke belakang.

"Astaga! Ada apa lagi itu Rustom?"

"Entahlah, saya rasa keretanya berhenti, Tuan." Rustom berusaha berdiri dan merapikan setelan jas yang dia kenakan. Dia menjawab sambil mengulurkan tangannya kepadaku, membantuku berdiri. Seolah tidak ada yang aneh dari berhentinya serangkaian gerbong kereta yang belum sampai stasiun tujuan, dia membantuku merapikan setelan jas yang aku kenakan.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Jan 02, 2022 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

Jejak Lumpur di Dalam Koper TuaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon