4

248 23 6
                                    

     Malam terus merangkak naik membuat Rahma semakin gelisah. Bagaimana tidak, jam sudah menunjukkan pukul sebelas namun Elang belum pulang. Anaknya itu tak bisa dihubungi. Entah daya baterai ponsel habis atau sengaja dinon-aktifkan. Sekitar dua jam lalu ia mendapat kabar dari Riswan. Ternyata Elang menemui teman dekatnya itu untuk memohon agar bisa kembali bersatu dengan Sarah. Itu merupakan bukti bahwa Elang sangat mencintai Sarah dan kini ia mulai dilanda kekhawatiran. Jangan-jangan Elang akan melakukan hal nekad.

     “Elang, kamu di mana, Nak?”

     Rahma sudah menghubungi teman-teman Elang, para saudara, dan mantan suaminya. Namun mereka tidak tahu keberadaan Elang. Ia bingung harus mencari ke mana. Baru kali ini Elang pulang telat tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Biasanya anak itu selalu meminta izin jika akan pergi ke mana dan mengabarkan sedang berada di mana.

     Dalam keadaan kalut begitu, Rahma dikejutkan oleh suara dering telepon. Tiba-tiba ia merasa takut dan berpikir negatif. Bagaimana kalau itu adalah pihak berwajib yang akan memberikan kabar buruk tentang Elang. Pikiran tersebut membuat jantungnya berdebar dan tangannya gemetar.

     “Halo.”

     “Gimana, Elang udah pulang?”

     Rahma mengembuskan napas lega. Ternyata yang menelepon adalah Gunawan, mantan suaminya yang juga papa Elang. “Belum, Mas. Aku khawatir dia kenapa-napa.”

     “Ke mana anak itu? Nggak biasanya, 'kan, dia begini?”

     “Iya, Mas. Dia begini gara-gara abis diputus pacarnya.”

     Sambil berbicara, telinga Rahma menangkap suara deru mesin motor di luar. Itu pasti Elang, pikirnya. Segera ia memberitahu Gunawan lalu izin untuk mengakhiri percakapan. Setelah meletakkan gagang telepon, ia bergegas melangkah ke pintu samping yang tersambung dengan garasi.

     “Elang, kamu dari mana saja, Sayang?” Rahma langsung bertanya saat daun pintu terbuka lalu muncullah sosok pemuda dua puluh tahun itu.

     “Jalan-jalan,” jawab Elang sambil terus berjalan dan melewati Rahma.

     “Jalan-jalan ke mana?”

     Rasa penasaran Rahma sebagai seorang ibu tentu sangat besar. Apalagi ia mencium aroma rokok saat Elang melewatinya. Namun ia berusaha untuk selalu berpikir positif. Elang tidak merokok dan aroma itu pasti dari rokok orang lain yang menempel di baju sang anak.

     “Lang, jawab Mama. Kamu habis dari mana? Kenapa nggak bilang dulu ke Mama? Kenapa juga HP kamu nonaktif?”

     Rahma membuntuti Elang. Kemudian setelah rentetan pertanyaan tersebut tak mendapat jawaban, ia mencegat salah satu anak kembarnya itu. Ia berdiri tepat di depan membuat Elang terpaksa berhenti. Dipandanginya wajah si kesayangan. Sungguh memprihatinkan. Paras oval dengan mata agak sipit itu nampak kusut, penuh penderitaan.

     “Kamu kenapa, Sayang?” Suara Rahma begitu lembut seperti sentuhannya di pipi Elang saat ini. “Cerita dong, ke Mama,” pintanya. Ia berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi pada putranya.

     Elang diam dan malah menunduk, mencoba menghindari tatapan sang mama. Itu membuat Rahma tak ingin mendesak lagi. Akhirnya ia menyuruh Elang untuk beristirahat. Kemudian ia mengantar anaknya itu sampai depan pintu kamar.

     “Jangan kayak gini lagi, ya. Mama khawatir,” ujar Rahma sebelum Elang memasuki kamar.

     “Maaf, aku udah bikin Mama khawatir.”

     Rahma mengangguk sambil tersenyum lembut. Kemudian ia mengusap sayang kepala Elang. Pemuda itu membalasnya dengan senyuman datar sebelum akhirnya memasuki kamar.

Sayap Patah ElangWhere stories live. Discover now