#8

1.3K 97 6
                                    


"Belajar mencintaiku? sampai kapan? sampai kamu menyelesaikan perburuanmu pada wanita itu? Sampai cintaku padamu akhirnya hilang tak berbekas?" suara Sofia terdengar serak menahan tangis yang tiba-tiba menyesakkan dadanya, air matanya hampir tumpah.

Lexi merengkuh kepala Sofia ke dadanya,  ada rasa nyeri di dada Lexi, akhirnya dia mendengar langsung dari Sofia, bukan hanya lewat mamanya bahwa Sofia benar-benar mencintai Lexi. Sofia menangis sambil memeluk Lexi.

"Aku mencintaimu Lexi,  aku mencintaimu, entah mengapa aku bodoh membiarkan cintaku tumbuh semakin dalam, sementara kamu menoleh padaku pun tidak,  aku malah meneruskan kebodohanku dengan merawatmu,  membiarkanmu menguasaiku,  patuh padamu,  berharap kamu mencintaiku," suara tangisan Sofia semakin jadi, suaranya tenggelam diantara tangisannya.

"Maafkan aku Sofia,  maaafkan aku, aku akan benar-benar belajar mencintaimu," Lexi menciumi ujung kepala Sofia berkali-kali, membiarkan dadanya basah oleh air mata Sofia.

Lexi melepas pelukannya dan menatap Sofia dari jarak dekat, melihat air mata yang masih saja mengalir dari mata Sofia. Lexi menunduk dan mendekatkan bibirnya pada bibir Sofia,  seketika Sofia mencium Lexi dan memperat pelukannya, Lexi menyambutnya dan membiarkan Sofia menumpahkan segala kemarahannya.

"Maafkan aku," ujar Sofia setelah Lexi mendekap kembali kepala Sofia ke dadanya.

"Kamu marah? marahlah," ujar Lexi saat merasakan bibirnya kebas dan sedikit perih karena Sofia sempat menggigitnya tadi. Sofia menatap Lexi dan mengusap bibir Lexi perlahan.

"Tidak apa-apa," ucap Lexi sambil mengusap pipi Sofia. Sofia hendak melepas lingkaran tangan Lexi dipinggangnya namun Lexi menahan, mengusap pipi Sofia lagi dan berbisik perlahan,
"Aku baru tahu,  jika marah,  kamu jadi agresif."
Wajah Sofia merona merah dan membuka pelukan Lexi lalu menuju dapur sambil menyeka sisa air matanya.

Lexi mengekor dan duduk di ruang makan.
"Mau ngapain Sofi?" tanya Lexi.
"Mau bikin makanan,  kan aku belum makan,  sekalian masak untuk makan malam," jawab Sofia.
"Yah aku tunggu di sini," Lexi melihat Sofia yang cekatan mengeluarkan bahan makanan dari kulkas dan memulai aktivitasnya di dapur.

Selama Sofia memasak, Lexi memandangi Sofia, wajah cantiknya,  kulit putihnya, apa lagi yang ia cari, cerdas dan berpendidikan, benar-benar akan sempurna jika mendampinginya. Tapi mengapa selalu ada dorongan kuat untuk tetap mencari dan melindungi Bianca,  ada apa dengan dirinya,  apakah ia perlu berkonsultasi pada psikolog?

Lexi mendesah perlahan, menundukkan wajahnya dan kembali menatap Sofia yang sepertinya hampir selesai memasak.

"Apa yang akan kamu pikir Lexi, mengapa mendesah bolak balik?" tanya Sofia mulai meletakkan masakannya pada piring.

"Nggak aku hanya berpikir gimana nanti aku ngantor, pasti wartawan dah nguntit semua,  bareng ya Sofi,  kalo ada apa-apa kamu kan bisa bantuin aku," pinta Lexi. Sofia mengangguk, meski Sofia tahu pasti Lexi berbohong. Kadang Sofia merasa bahwa ia benar-benar bodoh mencintai Lexi, meski akhirnya dia yang sakit dan capek pikirannya.

"Yang kamu pikir harusnya gimana menghadapi papa kamu,  beliau orang sabar,  jika sampe marah akan sangat menakutkan," ujar Sofia.

Lexi kembali terlihat sedih,  mengingat mamanya yang menangis menceritakan sakit papanya.

"Ayo makan, aku suapi mau?" tanya Sofia sambil mendekatkan kursi ke sisi Lexi. Lexi mengangguk,  mereka duduk bersebelahan, Sofia mulai menyuapi Lexi.

Sambil makan Lexi menatap Sofia dari samping.
"Kamu cantik Sofi," ujar Lexi tiba-tiba. Sofia berusaha tersenyum.

"Namun tidak bisa membuatmu jatuh cinta padaku," ujar Sofia sambil mengunyah makanannya.
"Belum,  bukan tidak," tukas Lexi dengan cepat.

Love, Life and Lexi (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang