02 | Jaket Abu - Abu

17 3 0
                                    

Raina memeluk erat selimutnya di bawah atap yang seadanya ini. Sudah sejak setengah jam yang lalu Raina berteduh di sini, di temani oleh cowok berjaket abu - abu yang tiba - tiba saja memayunginya tadi. Tak tau ada angin apa, cowok itu tiba - tiba saja datang dengan payungnya sambil tersenyum ke arahnya.

"Maaf aja nih ya, gue gak bisa kasih jaket gue ini buat lo. Soalnya gue juga kedinginan, " cowok tersebut tersenyum kembali. Senyumannya merekah hingga kantong matanya terbentuk.

"Gue gak butuh jaket lo!" Ketusnya Raina. Tatapannya sinis ke depan, tak mau menatap mata cowok tersebut.

"Yaelah, gue tau kali lo butuh jaket ini. Tapi selimut itu udah cukup lah ya, " cowok tersebut melihat ke arah Raina, sedikit merunduk, memastikan cewek itu benar-benar tidak apa-apa dengan selimut tersebut.

Raina berdiri. Dia masih memeluk erat selimutnya. Cowok tersebut tersenyum geli dibuatnya. "Mau kemana lo?" Pertanyaan cowok tersebut Raina hiraukan. Dia tetap berjalan. Namun, sebelum terkena rintikan hujan cowok tersebut sudah berhasil menggenggam lengan kanan Raina.

Cowok tersebut memberikan payung tadi, payung yang telah memberinya keteduhan di saat dia sedih. Raina hanya menatap lengannya yang di genggam erat dan wajah cowok itu bergantian. Seolah berkata, lo lepasin gak tangan gue!. Aw, tatapannya Raina saja sudah menusuk begitu. Cowok tersebut melepaskan genggamannya, "ups, maap."

Setelah itu Raina mengambil payung tersebut, membuat cowok itu tersenyum lagi. Kali ini, senyumannya manis dan tulus. Raina sempat melihatnya itu, namun dengan cepat Raina mengalihkan pandangannya. Raina merasakan senyuman itu sedikit familiar di hidupnya. Entahlah, hanya saja senyuman itu seperti milik Gusti. Sangat mirip.

🌻🌻🌻

Hari ini adalah hari pertama Raina bersekolah di sekolah barunya. Menjadi murid baru tidaklah mudah bagi Raina. Dia sangat benci beradaptasi. Dia sangat benci, dimana dia harus menceritakan kembali kisah hidupnya. Dan dia benci menerima kenyataan bahwa pagi ini dia bukan lagi siapa-siapa bagi Gusti.

Dia sempat mengecek ponselnya. Tidak ada notifikasi rutinnya lagi dari Gusti. Tidak ada lagi penyemangatnya pagi ini. Jujur saja, Raina merasa tidak ada semangat hidup untuk menjalani harinya yang baru ini. Boleh tidak, Raina merasa Tuhan sangat kejam terhadap hidupnya?

"Raina, kamu berangkat bareng Pak Ben aja, ya? Soalnya mama belum ngambil sepeda kamu di rumah lama." Teriak sang Mama dari arah dapur. Raina menghela napas. Setidaknya dia tidak disuruh jalan kaki, kan?

Pak Ben datang dengan motor kesayangannya dengan membawa anaknya di belakang. Anak tersebut memakai seragam putih merah, sepertinya Pak Ben juga mengantarkan anaknya sekolah sekalian mengantarkan ku juga. "Maaf, non, sekiranya gak nyaman sama motor Bapak. Soalnya Bapak cuman punya motor. Dan juga Bapak harus ngantar Dewi juga."

Raina tersenyum. Entah tersenyum miris dengan hidupnya atau tersenyum karena menerima semuanya. Raina pagi ini terlihat begitu menerimanya saja.

Pak Ben ini adalah sopir lamanya sewaktu dia masih tinggal bersama Ayahnya. Pak Ben ini yang selalu mengantar jemput Raina kemana saja Raina mau. Tak pernah telat dan tak pernah membawa siapapu. Dulu, sewaktu Pak Ben di gaji oleh Ayahnya untuk menyupiri dirinya. Sekarang, beda cerita. Mama meminta tolong Pak Ben, dan tidak di bayar.

Raina sempat berpikir, masih ada Pak Ben yang bisa membantunya pergi ke sekolah. Walaupun dia harus berbagi tempat duduk dengan anak kecil ini.

🌻🌻🌻

Selama upacara, Raina berdiri di barisan paling belakang. Tidak ada yang mengenalnya sama sekali. Tidak ada yang mau mengajaknya berbicara. Raina pun tidak berani untuk mengajak orang-orang untuk berbicara dengannya. Raina merasa belum siap untuk berdaptasi lagi.

Selepas upacara, seluruh barisan bubar. Tak terkecuali Raina. Dia juga ikutan bubar. Dengan kepala yang menunduk, Raina berjalan ke arah kelas barunya.

Di saat dia berjalan, tiba-tiba saja kepala Raina bertabrakan dengan lengan seseorang. Lengannya sangat kokoh hingga membuat Raina mengeluh kesakitan.

"Eh, maaf."

Raina menengadah, sambil memegangi kepalanya, Raina melihat siapa orang yang berada di depannya ini. Wajahnya tengil, tengil seperti cowok berjaket abu-abu tadi malam. Mengingat cowok tadi malam, membuat Raina sedikit berdecak.

"Maaf, ya, gak sengaja gue."

Raina mengiyakan permintaan maaf dari cowok tersebut sambil tersenyum ke arahnya, seolah semuanya tidak apa-apa. Padahal kepalanya ini sudah berdenyut kesakitan.

Raina pergi melanjutkan langkahnya menuju kelasnya. Tapi tertahan dengan suara seseorang.

"Eh, elo!" Raina tersendak. Bagaimana tidak, ada yang mengenalinya di sekolah barunya ini. Bisa mampus saja Raina di sekolah barunya ini. "Iya, elo, yang tadi malam."

Kedua teman cowok tersebut terheran-heran di tempatnya. Yang di panggil hanya berdiam diri di tempat, tidak bergeming sama sekali. Raina merasa mengenal suara tersebut.

"Lo kenal dia?" tanya cowok yang berada di sebelah kirinya tersebut.

"Iya, kenal. Dia yang gue temuin tadi malam pas hujan-hujan."

Raina langsung menoleh, melihat siapa cowok tersebut. Namun setelah melihatnya, seketika Raina langsung menatapnya sinis. "Ketemu lagi ya." Cowok tersebut melihat name tag nya.

"Eh, liat apaan lo?!" Raina berusaha menutup bagian dadanya. Tapi sepertinya cowok yang disinisinnya itu terlihat merasa tidak bersalah.

"Oh, nama lo Raina," cowok tersebut mengulurkan tangannya kepada Raina. "Nama gue Kevin, Kevin Bramantyo Wijaya." Ucapnya memperkenalkan diri dan tidak lupa dengan senyumannya.

Alis Raina bertaut. Lagi dan lagi, cowok tersebut terasa familiar. Dan itu membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Ada rasa sakit di dalamnya mengingat cowok tersebut mempunyai nama yang sama dengan mantan kekasihnya tersebut.

Bukannya membalas jabatan tangan Kevin, Raina malah berbalik badan dan berjalan menuju kelasnya. Di dalam hatinya terus mengingat nama tersebut di dua orang yang berbeda.

"Raina, nama gue Gusti Ananda Wijaya, panggil aja Gusti. Semoga kita bisa menjadi partner yang baik!"

Raina menggeleng, mungkin saja nama mereka kebetulan sama. Mungkin saja kedua orang tua mereka lagi terinspirasi dengan nama Wijaya. Ya, mungkin saja.

Sedangkan Kevin tertawa geli melihat tingkah Raina yang pergi begitu saja dengan gelengan kecil. Cewek tersebut memang aneh. Dan lebih anenya lagi bisa membuat Kevin tersenyum disepenjang perjalanannya menuju kelasnya.

🌻🌻🌻

[a/n] kalo merasa gaya bahasanya berbeda, maklumin aja ya soalnya udah lama gak update😁
Merasa bosan gk yang kebanyakan narasi begini? :"

Your FolowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang