Ayah dari Bagas masih menatapnya lurus-lurus, hingga akhirnya beliau menghelas nafas dengan bibir yang tersenyum.

"Seperti Alfan Prasetya yang saya kenal." Katanya.

Untuk itu, Alfan menghembuskan nafasnya secara perlahan. Ia mengulum senyuman ketika menemukan wajah terpana milik Bagas dan mendengus saat Bayu membuka mulutnya lebar kepadanya.

"Saya anggap semua omongan anda sebagai janji, Pak Prasetya." Alfan mengangguk dengan keyakinan penuh yang ia miliki.

"Tentu saja, Pak."

Alfan sekali lagi mengulum senyuman saat Ayah dari Bagas melemparkan sebuah senyuman padanya. "Sekarang nggak usah terlalu kaku, Nak Alfan. Saya juga udah tau kalo Bagas masuk HI karena Nak Alfan." Katanya dengan nada banyolan di sana.

Bagas memekik dengan sangat menggemaskan hingga Alfan berniat untuk membuat bocah itu melakukan hal yang sama di atas tempat tidurnya.

Ya, itu adalah salah satu dari sekian hal yang akan dilakukannya kepada Bagas jika ia sudah berhasil memiliki bocah itu.

Tidak ada masalah dengan itu, kan?

Seharusnya tidak. Alfan sekarang seakan berdiri di atas batu kemenangan miliknya dan untuk itu, ia akan memanfaatkan kemenangan itu dengan sebaiknya. Kemenangan yang ia raih dengan kemampuannya dan akan ia lindungi dengan kemampuannya juga.

Semua omongan yang dianggap sebagai janji bukanlah bualan semata. Alfan mengatakannya dengan tulus. Lagipula ia tidak akan sampai punya hati untuk mengecewakan sosok mungil seperti Bagas.

Alfan menyerahkan dengan mudah semua first time miliknya hanya untuk Bagas. Bocah itu mampu membuat perasaan Alfan kacau dan pengendalian dirinya menghilang. Tapi anehnya, Alfan merasa tidak keberatan dengan hal itu.

Bagas boleh melakuan apa yang bocah itu inginkan karena Alfan sudah menjadi milik sosok itu sepenuhnya. Begitu juga sebaliknya. Alfan akan sangat berterima kasih pada Ayah bocah itu akan permohonannya yang begitu egois.

"Alfan nggak takut sama Ayah?"

Bagas bertanya dengan cicitan pelan dan Alfan tidak mempunyai selera untuk melepaskan pandangannya dari Bagas yang sekarang tengah duduk di sofa hitam kesayangannya dengan cara yang sangat menggemaskan.

Alfan, sekali lagi berhasil mengajak Bagas untuk memasuki teritorinya dan itu akan menjadi salah satu kepuasan terbesar yang pernah ia rasakan dalam hidupnya.

Ia memperbolehkan Bagas untuk memasuki teritori milik seorang Alfan Presetya kapanpun, tapi Alfan tidak akan membiarkan bocah itu untuk keluar dari teritorinya barang selangkahpun.

Alfan berlutut di hadapan bocah itu; sesuatu yang sangat jarang sekali bahkan hampir tidak pernah dilakukan oleh bungsu Prasetya tersebut untuk orang lain. Tapi sekali lagi, ia akan melakukan apa saja untuk bocah dihadapannya.

"Alfan takut kok sama Ayah, tapi Alfan lebih takut lagi kalo Alfan kehilangan Bagas."

Wajah Bagas yang bersemu hanya Alfan dapatkan. Alfan tersenyum sembari menggenggam tangan mungil milik sosok itu.

Sempat terpikirkan olehnya jika Ayah dari bocah tersebut menolak permohonannya dan menjauhkannya dari Bagas. Karena secara logika, umurnya dan bocah itu terpaut jauh sekali. Bagas mempunyai jalan yang masih panjang dan tentu saja masalah terbesarnya adalah mereka sesama laki-laki.

Hanya saja, ketika Alfan mengingat bahwa pemimpin keluarga Dirgantara tersebut adalah seseorang yang bijak juga open-minded, ia merasa bahwa tidak ada salahnya untuk mencoba. Toh jika memang Alfan ditolak, ia tidak akan berhenti begitu saja.

When Love Happens [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें