Chapter 12. Alfan

6.9K 797 438
                                    

Alfan tidak pernah mau menjadi repot hanya untuk dirinya sendiri apalagi untuk orang lain.

Alfan selalu mendapatkan semua yang ia inginkan; entah datang dari orang tuanya ataupun datang karena usahanya sendiri.

Alfan tidak mau mengurusi masalah yang ia pikir tidak mempunyai bobot ataupun kualitas.

Dan untuk 27 tahun selama hidupnya, pertama kalinya Alfan merasa tidak keberatan untuk menjadi repot hanya karena seorang bocah SMA.

Bocah itu memang telah menjadi miliknya; salah satu keinginan yang akhirnya bisa Alfan raih dengan usahanya sendiri, memiliki bobot dan kualitas tinggi yang akan Alfan asah dengan tangannya sendiri.

Alfan tidak pernah menginginkan sesuatu sampai seperti ini. Alfan tidak pernah mempunyai keinginan untuk memiliki hingga sebesar ini. Alfan tidak pernah merasakan banyak perasaan seperti ini.

Bagas Dirgantara.

Ketika akhirnya bocah tersebut berada dalam genggaman tangannya, Alfan bersumpah pada dunia bahwa ia tidak akan melepaskan sosok itu barang sedetikpun.

Alfan akan melewati semuanya bahkan Ayah bocah itu yang sekarang tengah duduk di hadapannya.

"Seorang Alfan Prasetya yang saya kenal, nggak pernah mengecewakan para partner bisnisnya." Sosok paruh baya itu bicara dan Alfan mendengarkan. Bagas berada di samping Ayahnya dan Bayu duduk di single sofa di dalam ruangan itu.

"Apa anda akan melakukan itu jika saya mengizinkan permohonan anda?"

"Tentu saja tidak." Alfan menjawab satu detik setelah pertanyaan itu terlontar.

Rasa gugup menyertai benaknya tapi Alfan tidak datang dengan tangan kosong. Keberanian dan rasa percaya diri selalu menyertainya. Alfan Prasetya selalu membawa dua hal tersebut dalam hidupnya. Tapi kali ini ditambah dengan sebuah keyakinan bahwa ia akan mempertanggung jawabkan atas apa yang ia mohon.

Alfan Prasetya tidak pernah memohon, tapi ia akan memohon dengan caranya sendiri untuk Bagas. Hanya untuk Bagas.

Ia mengerti sekali atas jawabannya, atmosfir menjadi lebih tegang daripada sebelumnya. Alfan mengerti sekali dengan hal itu. Ia tahu bahwa Ayah dari Bagas bukanlah orang bodoh. Ia yakin bahwa beliau akan mempertanyakan jawabannya dengan sabar dan bijak.

"Bisa anda jelaskan perkataan anda barusan, Pak Alfan Yang Terhormat?"

Alfan mengangguk di atas kursinya. Mata hitamnya melirik sekilas pada wajah mungil Bagas yang terlihat cemas. Ia ingin sekali berseringai. Alfan berjanji akan melihat wajah itu lagi di atas tempat tidurnya.

"Saya akan memastikan bahwa saya nggak akan pernah memakai metode bisnis untuk memperlakukan Bagas." Jeda sebentar di sana. Ia memandang lurus pada wajah milik Ayah dari Bagas.

"Saya akan melindungi Bagas bukan dengan kekuasaan ataupun harta yang saya miliki." Alfan menatap Bagas, sebuah senyuman terukir di bibirnya. Lalu ia kembali menatap pada sosok tertua di ruangan itu.

"Tapi saya akan melindungi Bagas dengan kemampuan saya sendiri."

Tidak ada yang bersuara setelah itu. Atmosfir masih terasa tegang dan Alfan menunggu akan respon dari kepala keluarga Dirgantara tersebut.

"Melindungi seperti apa yang anda maksudkan?"

Alfan menghirup udara di sekitarnya secara perlahan. "Saya tidak akan mengekang Bagas, saya akan membiarkan Bagas melakukan apa yang dia inginkan. Saya hanya akan berada di belakangnya; mendukungnya dan melindunginya." Jawabnya.

"Bukan cuma nggak akan mengecewakan Bagas, tapi saya juga tidak akan mengecewakan anda, Pak Dirgantara." Pungkasnya. Alfan berkata dengan suara seringan udara.

When Love Happens [END]Where stories live. Discover now