1. Sepasang Separuh Rasa

Mulai dari awal
                                    

"Eh diketik emang?"

"Iya badrul."

"Ah tai. Gue kira ditulis tangan."

"Yeu elah mangkanya di kelas tuh jan molor mulu."

"Buat kapan si ini PR?"

"Besok." Jawab Ery sambil fokus ke layar laptopnya lagi.

"Lo udah Lang?" Wafi melirik ke arah Langit yang tengah membuka bungkus bengbeng.

"Udah dikumpulin."

"ANJAAAYYY." Ucap Ery dan Wafi kompak.

"Kalo hari itu bisa dituntasin kenapa hari itu gak sekalian dikumpulin?"

Kress kress...

Langit mengunyah bengbeng nya santai.

"Lu lagi ngiklan bengbeng apa begimana?"

"Hahaha."

"Iya tau yang pinter yang cakep yang jadi kesayangan dosen." Wafi nyinyir sebelum sebuah ide jenius muncul di otaknya yang biasa saja.

Iya, kata Wafi otaknya biasa saja padahal dia termasuk pintar cuma tidur memang di atas segalanya bagi dia.

Kalau Ery dia juga sama pintarnya cuma kerecehannya kadang mengalahkan kepintarannya.

Kalau Langit, "Pintar nya bikin sakit hati." begitu kata Ery dan Wafi.

Bukan, bukan karena Langit pelit atau suka pura-pura budek pas ujian, cowok itu malah dengan senang hati membocorkan jawabannya, yang membuat Wafi dan Ery sakit hati adalah keliatannya Langit sama sekali bodo amat dengan tugas, PR, dan bahkan ketika dosen menjelaskan di kelas tapi begitu ditanya bisa ngejawab dan jawabannya benar atau begitu ada tugas udah ngumpulin sebelum disuruh.

Tipe-tipe teman yang bilang, "Duh gak bisa." tau-tau dapet A.

Kan tai.

"Eh, copas lah punya lo. Masih lo simpen kan file nya?" Wafi menggeser kursinya pada Langit.

"Anjing penghianat lu!"

"Anjing kan gue berkhianat juga demi lo, kata lo nomer 10 belom kan?"

"Nomer 10 ampe 20. Hehe."

"Anjing tolol. Haha."

Ery nyengir tanpa suara.

"Satu jawaban satu nomer cewek."

"Aduh gusti, cewek mulu ya lu."

"Nah ini, tau punya temen brengsyek kayak lo jadinya gue udah mempersiapkan segalanya. Hahaha."

Tawa kencang Wafi dibarenginya dengan menyodorkan ponselnya pada Langit.

"Mohon bantuannya nyet."

Seketika Langit bangkit duduk bersila setelah berhasil meraih ponsel Wafi dan mulai mencari-cari mangsa baru.

"Di tas, di flashdisk." Ucapnya sambil masih berfokus pada layar ponsel Wafi sementara dengan cepat Wafi berjalan menuju lemari dan tidak kalah cepat berhasil menemukan flashdisk itu.

"Jan bilang lo mau pinjem laptop gua? Gua lagi maen badrul!"

"Paus dulu lah paus. Demi nilai nyet!"

"Oiya bener juga, ya udin."

Dan jadilah Wafi duduk di sebelah Ery sementara Ery mengalihkan fokusnya pada ponsel Langit yang kembali berdering.

"Aduh itu tengkoraknya nyet, gua takut. Angkat dah mending."

KALI KEDUA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang