"Somi yg memintaku untuk mengantarmu pulang" Jelasnya tanpa memikirkan perasaanku saat ini. Aku tercenung sesaat dan tersenyum sinis, apa yg kamu harapkan Wonie? Tentu saja karena Somi yg memintanya.

Aku melepaskan tangannya dengan paksa dan langsung mendapat teguran dari dia.

"Wonie" Panggilnya yg sebenarnya aku masih hafal dengan nada peringatan seperti ini, terdengar tenang tapi mengintimidasi.

"Kenapa?" Tanyaku pura-pura tidak mengerti dengan maksud dia memanggil namaku. Guan mendengus dan menarik tanganku ke arah mobilnya.

Guan membuka pintu mobil belakang penumpang dan mendorongku untuk masuk, setelah sepenuhnya tubuhku masuk ke mobil Guan aku sudah mendapati Somi duduk di depan tepat di samping Guan dan tersenyum ke arahku.

"Hi kita ketemu lagi Wonie" Sapanya dan terkekeh membuatku ikut terkekeh karena ucapan anehnya tadi. Dia berucap seperti itu seolah beberapa jam yg lalu bertemu denganku, padahal jelas 5 menit pun belum berlalu dari dia yg berdiri di sampingku tadi.

Guan sudah menjalankan mobilnya dan hawanya terasa panas. Aku ingin cepat sampai atau paling tidak biarkan aku turun di pinggir jalan.

'Ah, matta! Kenapa aku tidak meminta untuk turun duluan saja?'

Baru saja aku ingin berucap tapi dengan cepat kalimatku aku telan kembali karena mendengar Somi yg berbincang-bincang bersama Guan. Rasanya semakin canggung, Oke aku ingin cepat sampai.

"Oh iya Wonie, aku baru tau kalau kamu memiliki suara yg indah"

Aku mendongak dan tersenyum "Gomawo eonni"

"Aku rasa kamu terlalu mendalami lagunya sampai aku rasanya ingin menangis" Lanjutnya dan menyentuh dadanya sembari mempoutkan bibirnya.

Guan yg berada di sebelahnya dengan cepat menarik pipinya gemas sembari berucap "Kalau gitu kamu yg mendalami lagunya bukan Wonie!" Serunya dan Somi terkekeh, menyetujui ucapan Guan tadi.

Aku ikut tersenyum, tersenyum menutupi kepedihan karena harus menyaksikan hal seperti ini. Baru saja aku selesai menangis, tidak mungkin aku menangis lagi kan? Kepalaku sudah pusing sekarang.

Suasana kembali hening karena Somi yg sibuk dengan Handphonenya. Mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan dan berucap dengan yakin "Guan kamu bisa menurunkanku di halte depan sana" Ucapku seraya menunjuk halte yg sudah mulai terlihat.

Guan menatapku tak suka "Kamu mau apa? Biar aku antar sampai rumah" Ucapnya dengan nada yg tidak mau di bantah.

Aku mendengus "Ada yg harus aku lakukan, kamu bisa menurunkanku di depan sana?" Tanyaku lagi memastikan.

Tapi setelahnya mulutku menganga tak percaya saat sadar mobil Guan yg melewati halte begitu saja.

"Guan!" Panggilku dengan berniat protes tapi Guan sama sekali tidak menanggapinya.

"Wonie biar Guan mengantarmu sampai rumah saja" Somi ikut berucap.

"Eonni tapi aku harus melakukan sesuatu, aku malas kalau harus pulang dulu" Ucapku dengan melirik Guan kesal. Entah kesal karena dia tidak menurunkanku di halte bus atau kesal karena harus melihatnya bersama Somi? Aku tidak tau kesal seperti apa yg aku rasakan.

"Kita bisa mengantarmu" Jawab Somi dengan lembut yg aku balas dengan tatapan memelas.

"Dimanapun ada halte, kumohon turunkan aku disana" Ucapku dengan nada yg kelewat dingin, bahkan Somi sampai menengok ke belakang memperhatikan perubahan raut wajahku yg sudah mulai kesal.

"Guan- " Belum sempat Somi menyelesaikan kalimatnya, Guan sudah lebih dulu menepikan mobilnya tapi bukan di halte bus seperti yg aku minta, tapi aku mengerti kalau Guan sudah mengusirku.

Aku menghela nafas dan membuka pintu mobil Guan.

Tak lupa aku mengucapkan terimakasih dan keluar dari mobil Guan dengan perasaan yg pernah, bahkan sering aku rasakan dulu saat aku masih berkencan dengannya.

Mengusirku dari mobilnya dengan paksa atau menurunkanku di pinggir jalan dengan tiba-tiba seperti ini, itu sudah hal yg biasa untukku jadi kalian tenang saja aku tidak akan merasakan sakit seperti apa yg kalian bayangkan.

Hanya bedanya dulu dia melakukan itu karena harus menemui Somi dan kali ini dia melakukan hal yg sama tapi dengan Somi yg sudah ada di sampingnya.

Berjalan di pinggir torotoar dengan gontai, tapi setidaknya ini lebih baik daripada harus berada di mobil Guan yg membuat pikiranku penat dan penuh dengan segala hal yg seharusnya sudah tidak berhak aku pikirkan sejak 2 bulan yg lalu.

Melihat jam yg melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 9 lewat 20 menit.

"Ah, kenapa waktu berjalan cepat sekali?" Ucapku dan berjalan setengah berlari setelah melihat halte bus di depanku yg masih lumayan jauh.

Aku menjatuhkan tubuhku di bangku halte dengan nafas yg tersenggal. Mengambil handphoneku dan sempat mematung beberapa detik setelah melihat wajahku yg tidak terdeteksi. Wajah kusam, mata sembab dan rambut yg berantakan. Ah pantas saja Guan menurunkanku di pinggir jalan seperti tadi.

Mendesah frustasi dan mengusap wajahku dengan kasar sebelum terlonjak kaget karena bunyi klakson mobil yg berhenti tepat di depanku.

Permanecer (Stay) • Lai Guanlin x Jang Wonyoung✔Where stories live. Discover now