Chapter 10

1.4K 105 1
                                    


Raemi berharap Jinyoung segera pulih. Ia tak bisa duduk tenang di sofa kamar perawatan Jinyoung.
"Sayang, apa kita melakukan dengan benar?"
"Tentu saja, Raemi, kau jangan khawatir, bukannya kau dokter, kau seharusnya lebih tahu"
"Tapi...", Raemi menyerah ketika Yoongi menepuk tempat kosong di sampingnya.
"Sudah, kamu duduk dulu, tenangin diri kamu"

Ibu dan bapak, saya bisa membantu Jinyoung memulihkan ingatannya. Ada suatu metode yang bisa saya sarankan untuk dilakukan pada anak bapak dan ibu.

Raemi tahu betul metode apa itu.

Hanya saja saya tidak bisa menjamin ini akan berhasil 100%. Kemungkinan berhasil hanya 60% . Dan kemungkinan lainnya anak bapak akan kembali seperti dulu. Ia tidak akan mengingat apapun dan cara bicaranya akan kembali seperti sebelum kejadian.

Raemi mengingat kembali kata kata Dokter Hwang.

Jinyoung keluar dari ruangan dengan kursi roda. Tubuhnya terlalu lemas setelah diserang oleh memori tadi. Keringat membasahi dahinya. Ia masih berusaha mengatur nafasnya. Tatapan matanya kosong dan tampak kebingungan.

"Apa yang barusan saya lihat dokter?"
"Apa itu kejadian nyata?"

Dokter Hwang berusaha menenangkan Jinyoung dan tentu saja ia tersenyum. Karena terapi ini membuat ingatan Jinyoung kembali. Ia mengingat Hana. Itu saja sudah cukup membuat terapi ini dikatakan berhasil.

"Jinyoung, apapun yang kamu lihat tadi kemungkinan adalah kenangan yang sangat ingin kamu lupakan"
Dokter Hwang berhenti sejenak.
"Apapun yang kamu lihat disana adalah kenyataan yang harus kamu terima"
Dokter Hwang sedikit menunduk dan meletakkan tangannya di tangan kanan Jinyoung.
"Dan ingat kau harus berjuang untuk sembuh ya"

Jinyoung mengangguk.
Dan suster membawa Jinyoung kembali ke ruangannya.

Ia disambut oleh Yoongi dan Raemi di kamar. Raemi langsung berdiri menyambut Jinyoung. Suster membawa Jinyoung masuk dan membantunya berbaring ke atas tempat tidur. Setelah memeriksa keadaan Jinyoung. Suster meninggalkan ruangan.

Raemi dan Yoongi duduk mendekati Jinyoung di kasurnya. Jinyoung yang berbaring dalam posisi duduk memandang keduanya aneh.
"Mama sama Ayah kenapa sih, Jinyoung nggak apa-apa kok"
"Oh Tuhan, syukurlah", Raemi memeluk anaknya.
Jinyoung hanya menatap ayahnya meminta jawaban kenapa Raemi bersikap seperti ini.

"Jinyoung, ayah kira setelah terapi tadi kamu akan kembali seperti dulu, Ayah dan Mama sangat khawatir hal itu terjadi"
"Aku baik-baik saja ma" , Jinyoung mengusap punggung Raemi.
"Syukurlah, mama sangat takut", kata Raemi sambil melepas pelukannya.
Jinyoung hanya tersenyum melihat mamanya.

Jinyoung kembali teringat bayangan pada sesi terapi tadi.
"Ma, Hana itu....apa benar dia adikku?"
"Jin-young sudah mengingat Hana?"
Raemi masih tidak percaya Jinyoung menunjukkan perkembangan secepat ini.
"Iya, Hana adalah adikmu Jinyoung"
Yoongi menjawabnya.

"Kenapa aku melupakannya Ayah? Aku juga melihat seorang laki-laki yang tak kukenal, dia sangat dekat dengan Hana"
"Sepertinya Taehyung...." , Yoongi menimpali.
"Siapa?"
"Ah, sudah Jinyoung sekarang istirahat aja ya, nggak usah dipikir"
"Mama sama Ayah pulang aja hari ini, Jinyoung udah baik-baik dan pengen sendiri"

Raemi dan Yoongi memahami keinginan Jinyoung. Ia butuh waktu untuk menerima dengan baik. Ia butuh waktu, pasti. Lagipula tak ada salahnya memberikan kesempatan untuk Jinyoung sehari agar ia bisa sendiri. Apalagi dokter dan suster selalu sigap membantu apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka sudah membayar mahal untuk perawatan Jinyoung. Uang bukan masalah bagi Yoongi dan Raemi.

"Kalau butuh apa-apa, hubungi mama atau ayah ya sayang"
"Iya ma, jangan khawatir", jawab Jinyoung singkat.

Malam itu, Jinyoung ingin mencari udara segar. Kepalanya lagi-lagi tidak bersahabat. Ia terus menerus merasakan pusing. Ia memutuskan untuk mengenakan jaket yang Raemi tinggalkan disana untuk Jinyoung.

Ia melangkah menuju lantai 5, dimana terdapat taman rumah sakit disana. Memang tidak besar tetapi cukup untuk menenangkan dirinya. Paru-parunya terisi oleh udara yang bertiup perlahan di taman. Ia menghirup setiap hembusan angin pelan-pelan membiarkan pikirannya ikut hanyut disetiap hembusannya.

Jinyoung tak menyadari kehadiran seseorang disana.
"Sangat menikmati udara segar disini ya?"
"Ee-h iya, Nyonya", Jinyoung kini bersisian dengan wanita itu.

Tubuhnya tinggi. Dengan jaket tebal hampir menutupi wajahnya. Ia meletakkan tangannya di saku jaket dan hembusan nafasnya membentuk awan kecil di sekitar wajahnya.

"Sepertinya anda sangat kedinginan"
"Tidak, aku sudah akrab dengan dingin"

Jinyoung tidak mengerti maksud dari wanita itu. Ia berniat kembali ke kamarnya. Tapi wanita itu memanggilnya.

"Apa aku tampak menyeramkan bagimu?"
Jinyoung mengatupkan bibirnya.
"Tidak, saya hanya ingin kembali ke kamar , saya mengantuk"
"Tetaplah tinggal, aku sudah memperhatikanmu sejak tadi"
"A-apa maksud Anda?"
Ia tidak menjawab.
Kini wanita itu membuka tudung jaketnya.
Ia memperlihatkan wajahnya agar terlihat oleh Jinyoung.

Dan detik itu juga. Jinyoung merasakan kepalanya sakit luar biasa. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi Ia seperti pernah melihat wanita itu. Saat ia mulai bertanya-tanya siapa dia. Tubuhnya sudah hilang kendali. Dan terjatuh tak berdaya.

My Step BrotherWhere stories live. Discover now