03. Produk Gagal Move On

Începe de la început
                                    

“Saya yang bawa mobil, Mas?” tanyaku memastikan.

Dewa mengangguk polos sebagai jawaban. Kampret! Gue cuma dijadiin sopir doang! Pantesan si Dewa ngajakin makan siang. Dasar bocah tengik jelmaan setan!

Aku tersenyum kecut, mengembuskan napas panjang, kemudian segera naik ke kursi kemudi. Sabar, Pita, Sabar! Marah-marah bikin kulit cepet keriputan, inget skin care mahal!

***

“Ini tempat makan favorit saya pas SMA,” cerita Dewa setelah meneguk air mineralnya.

Aku mengangguk-anggukan kepala. “Iya, Mas, pecel lelenya enak,” pujiku.

Ya, awalnya aku berpikir Dewa akan mengajakku makan di restoran mewah. Minimal restoran Jepang, tapi ternyata bosku itu malah mengajakku makan di warung tenda pinggir jalan yang warna tendanya sudah memudar.

Bahkan, untuk memesan pecel lele pun kami harus berdesak-desakan karena antrian yang lumayan panjang. Sebenarnya sampai saat ini aku masih tidak menyangka jika seorang Dewa suka makan di tempat seperti ini. Harus kuakui, Dewangga Nasution memang penuh kejutan.

Ketika kami tengah menikmati  pecel lele masing-masing, tiba-tiba sebuah suara mengintrupsi kegiatan kami. “Dewangga?” sapa seorang wanita yang kutebak keturunan Jepang.

Dewa sontak menghentikan acara makannya dan menatap wanita itu lama. Pria itu tampak terkejut. “Benar Dewangga, ‘kan? Atau saya salah orang, ya?” tanya si wanita Jepang itu ragu.

Dewa masih bergeming, membuat aku berdeham cukup keras seraya menyenggol lengan pria itu dengan lenganku.

“Yuki?” tanya Dewa tak percaya.

Aku bersyukur karena sepertinya pikiran Dewa sudah kembali ke dunia nyata, setelah tadi melanglang buana entah ke mana. Mengenang masa lalu mungkin? Respons Dewa yang mencurigakan membuatku jadi penasaran akan sosok wanita cantik di depanku ini.

Yuki terkekeh pelan. “Ternyata benar Dewangga, ya? Aku pikir tadi siapa.”

“Hai, Yuki! Long time no see. How are you?” tanya Dewa seraya tersenyum simpul.

Yuki menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Membuat wajah ayu-nya semakin terlihat. “I’m fine, and how are you? Terakhir, aku denger kamu lanjutin kuliah di New York,” jelas gadis itu seraya menatap netra Dewa.

“Kabarku baik. Iya, abis lulus SMA aku memang langsung lanjutin kuliah di New York. Ini juga baru sebulan di Jakarta.”

Yuki mengangguk paham seraya tersenyum manis. “Boleh gabung makan siang?” tanya gadis itu ragu. “Tapi kalo kalian kebe—“

Aku menggeleng cepat. “Nggak keberatan sama sekali, kok! Silahkan duduk!” seruku memotong perkataan Yuki.

“Terima kasih.”

“Sama-sama.”

Dewa kembali terdiam seperti orang linglung. Sepertinya ia tengah memikirkan sesuatu. Yuki mengulurkan tangannya padaku sebelum gadis keturunan Jepang itu memperkenalkan diri. “Yuki.”

“Pitaloka. Kamu bisa panggil aku Pita,” jelasku seraya menyambut uluran tangan Yuki.

Yuki memandang ke arahku dan Dewa bergantian. “Kalian sering makan bareng di sini?”

“Nggak,” jawab Dewa cepat.

Yaelah santai aja kali bos jawabnya!

“Ini baru pertama kali kami makan bareng, kok. Biasanya aku, mah, makan siang di kantin kantor. Dan Mas Dewa nggak pernah makan siang di kantin kantor,” jelasku menambahkan dengan nada penuh sindiran.

“Eh?” tanya Yuki dengan kening berkerut.

“Oh, aku belum bilang, ya? Kalo aku cuma asisten pribadinya Mas Dewa?”

Jadi, enyahkan semua pemikiran gila yang ada diotakmu, Yuki!

Yuki menggeleng sebelum akhirnya terbahak pelan. “Aku pikir kalian pacaran!” serunya menggoda.

Aku yang sedang minum langsung tersedak begitu mendengar kata ‘pacaran’ yang terlontar dari mulut Yuki. Aku dan Dewa pacaran? Hahaha aku yakin Tuhan tidak sejahat itu padaku.

Gila aja gue sama Dewa pacaran! Yang ada darah tinggi mulu tiap hari dan muka gue keriputan dini! Hih ngeri!

“Nggak mungkinlah!” seruku seraya terbahak.

“Nggak mungkin kenapa? Lagian kalian keliatan cocok banget, kok!”

Cocok dari Hongkong!

Aku hanya tersenyum segaris sebagai respons ucapan Yuki. Tak lama kemudian pesanan Yuki pun di sajikan dan kami kembali sibuk dengan makanan masing-masing.

Setelah makanannya habis, Yuki dan Dewa mengobrol akrab. Ternyata mereka berdua adalah teman satu SMA dan kini keduanya tengah bernostalgia masa putih abu-abu mereka.

Sedangkan aku hanya menghabiskan waktu dengan memainkan ponsel. Sumpah mirip banget kambing congek.

“Oh, ya, Dewa,” ujar Yuki.

“Ada apa?” tanya Dewa seraya mengerutkan dahi.

“Malam Minggu ini kamu ada acara?” tanya Yuki seraya menggigit bibir bawahnya.

Dewa menggeleng. “Aku selalu free saat weekend. Kenapa?”

Wah, apa mereka berdua mau langsung kencan malam Minggu ini? Daebak!³

Yuki membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah undangan. “Kalo ada waktu dateng, ya!”

Dewa tampak terkejut saat melihat undangan tersebut, tapi dengan cepat pria itu segera menguasai diri. “Kamu mau nikah?”

Yuki tersenyum malu-malu. “Belum. Baru tunangan, kok.”

Dewa mengangguk paham. “Selamat kalo gitu. Malam Minggu nanti aku usahain dateng.”

Dewa menatap kartu undangan tersebut datar, kemudian pria itu menghela napas panjang. Wah ... sepertinya Dewa produk gagal move on! Poor you bos!

Dewa bedeham pelan seraya melirik jam tangan besi yang melingkari lengannya. “Jam istirahat kantor udah abis. Kalo gitu aku balik ke kantor dulu. See you next time, Yuki,” ujar pria itu seraya tersenyum.

Yuki membalas senyuman Dewa, kemudian mengangguk mengiakan. Aku dan Dewa pun segera meninggalkan tenda pecel lele setelah membayar makan siang kami.

***

Noted :

3. Daebak adalah bahasa Korea dari luar biasa.

Gimana-gimana? Apa versi revisi lebih enak dibaca? Atau tambah absurd nan ambyar? 😂 Tapi semoga nggak mengecewakan.

Love you guys,
Xoxo.

💙💙💙

Trapped  (Terbit) ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum