~Bab 8. Rencana Kecil~

9 2 0
                                    

Menatap langit malam biasanya dilakukan orang-orang sembari memikirkan masalah yang sedang mereka hadapi. Tak peduli masalah seperti apa, bintang yang bertaburan seakan membawa mereka melepas masalahnya sesaat. Menikmati pemandangan di atas mereka memang pilihan tepat di saat pikiran dan batin diselubungi banyak beban.

Itulah yang dilakukan gadis bersurai coklat sembari menunggu sahabatnya yang masih memakai kamar mandi. Tangannya memegang handphone miliknya yang didekatkan ke telinganya. Ia kelihatan serius saat mendengar suara orang yang sedang berbicara dengannya. Matanya tidak ia lepaskan dari langit.

"Kamu serius nggak tahu soal luka Disty?" tanya Zhara dengan nada serius.

"Aku serius, Zhara! Berapa kali kamu mau ngulang pertanyaan yang sama?!"

Zhara menghela napas, "Kamu kira aku nggak sadar sama nada suara kamu ya, Raihan."

"Eh? Maksudnya?"

"Nggak ada gunanya ngomong sama orang kayak kamu." Ucap Zhara dengan nada pasrah.

"Oi, maksudnya apa ya?!"

Zhara berusaha menahan tawanya saat dirasa nada bicara Raihan terdengar kesal. Niatnya ia ingin menelpon ketua kelas untuk menanyakan soal Disty. Ia tidak mau memaksa sahabatnya untuk bercerita, karena itu ia memilih cara ini. Tapi nampaknya Raihan menutup mulut soal kejadian hari ini. Dan entah kebetulan apa, ketua kelas malah menelponnya terlebih dahulu. Sebenarnya ia hanya asal menebak saja saat hendak menelpon ketua kelasnya itu.

"Ngomong-ngomong, Zar, kamu kenapa nelpon aku?"

"Bukannya situ yang nelpon saya?" ungkap Zhara dengan datar. "Kenapa malah nanya balik?"

"Ah, maaf. Kamu lagi di rumah Disty, kan? Bisa kasih tau, kalau besok nggak akan belajar, guru-guru nggak akan ngajar, tapi—"

"Besok libur?!" Tanya Zhara dengan semangat.

"Jangan main potongan omongan orang!" Zhara menjauhkan sejenak handphone miliknya saat telinganya terasa berdenging. "Oke, silahkan lanjutkan, tuan~"

"Tapi semua murid diwajibkan ke sekolah besok."

"Eh?! Ngapa—"

"Tenang aja, kita bebas ngadain acara apapun kalau udah dapet izin guru. Pokoknya bilangin aja besok nggak usah bawa buku pelajaran. Bawa baju olahraga sama bekal makanan berat, oke. Ingat, besok tetap pake seragam biasa dulu."

"Tunggu seben—"

Tut!

Zhara nyaris membanting handphone miliknya karena kesal dengan perbuatan ketua kelasnya. Beruntung ia masih mengingat kalau benda di tangannya sangat ia butuhkan sekarang. Ia putuskan untuk mengatur pernapasannya, guna meredakan emosinya yang sempat meledak.

"Zhara, kau nelpon siapa?" Tanya gadis bersurai hitam yang terlihat mengeringkan rambutnya sambil mendekati sahabatnya. "Pacar kamu?"

Zhara menatap jutek, "Dis, jangan bohong. Kamu pasti tahu siapa yang tadi nelpon aku, kan?"

"Ya.. begitulah.." jawab Disty tanpa menatap sahabatnya.

"Ngapain kamu nanya kalau dia pacar aku, hah?!" jerit Zhara sambil menghentak-hentakan kakinya.

Disty mengabaikan ucapan sahabatnya dan melanjutkan kegiatan mengeringkan rambutnya. Jujur saja, pertanyaan tadi hanya untuk memastikan kalau yang menelpon Zhara adalah ketua kelas mereka. Karena reaksi Zhara selalu membuatnya ingin menjahili sahabatnya jika berkaitan dengan Raihan. Ia tidak mengerti dengan hubungan keduanya sampai sekarang.

My Time With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang