3

1.6K 220 9
                                    

Kian lama keadaan Alivia semakin membaik. Luka-luka perlahan menutup dan lebam pun memudar. Dalam hitungan hari kondisi tubuh Alivia pun lebih pantas untuk dipandang. Dia mendapatkan nutrisi dari makanan, yang pada masa tinggal di panti, belum pernah dicicipinya. Roti gandum, keju, buah-buahan segar, daging, serta sayuran; kesemua makanan menolong tubuh Alivia sebagaimana mestinya. Kulit ternutrisi oleh mineral serta vitamin, lemak dan protein membantu membentuk pinggul serta bagian tubuh yang seharusnya dimiliki seorang gadis. Setiap kali Alivia bercermin, menatap pantulan wajahnya, dia hampir tidak bisa memercayai bahwa sosok yang ada dalam cermin itu merupakan dirinya. Rona merah muncul di kedua pipi yang tidak lagi tirus, rambut merah yang tersisir rapi, dan leher jenjang sarat kekuatan; seluruh keindahan “wanita” itu kini ada pada diri Alivia. Adapun yang tidak berubah dari penampilannya ialah, sorot mata setajam belati. Mata yang telah melihat kematian dan kehancuran. Mata yang memandang bermacam tipu daya serta penistaan. Mata milik manusia yang telah kehilangan keyakinan pada kebajikan.

Seumur hidup. Baru pertama kali Alivia mengenakan pakaian layak. Bukan baju bekas penghuni panti terdahulu. Bukan pula pakaian berbau tua la ntaran terlalu sering dicuci hingga serabut serat kain rapuh. Dia bebas mengenakan gaun mana pun yang dibawa Thora. Gaun berbahan satin biru dengan ornamen batu kecubung, gaun sifon kuning berhias bulu kenari, gaun beludru bersulam benang emas, dan bermacam gaun mahal yang tidak akan bisa dimiliki Alivia di kehidupan lamanya. Dia terkadang terhanyut dalam kemewahan tersebut. Dinikmatinya bermacam pelayanan yang diberikan Thora. Wanita itu mengantar dan menemani Alivia menjelajahi bangunan; taman bunga surgawi tempat burung dan kupu-kupu menari, perpustakaan, dapur, dan barulah Alivia sadar bahwa kediaman vampir ternyata bertolak belakang dengan hunian milik manusia.

“Manusia tidak bisa memilih,” kata Theo kepada Alivia, “semuanya ditentukan oleh kekuatan tertinggi. Kita hanyalah bidak di atas papan catur; berjalan sesuai kehendak sang tuan agung.”

Alivia masih bisa mengingat malam-malam ketika dia diserang mimpi buruk. Dia tidak berani meminta pelipuran dari ibu panti, bahkan dia tidak berani menangis. Setiap anak dididik menjadi pribadi kuat. Tidak ada kelemahan dalam diri manusia pilihan.

Dan di sini, bersama Thora, Alivia mendapati bahwa dirinya ternyata diberikan kebebasan. Dia boleh menolak makanan apa pun yang tidak diinginkannya, begitupula pakaian yang tidak disukainya. Perlahan tetapi pasti, dia pun tergoda dan melupakan tujuan awalnya.

Sulit berpaling dari kemewahan. Alivia tidak menolak saat Thora memperkenalkannya kepada Darga, pria berambut cokelat dengan sorot mata meneduhkan. Terkadang Darga menemani Alivia berjalan-jalan di pinggir danau, menyaksikan ikan aneka warna berenang bebas sembari menciptakan gelembung. Atau, lelaki itu menyarankan mengunjungi hutan di samping kediaman.

“Siapa nama tuanmu?” Pada suatu pagi yang cerah, Alivia menikmati secangkir teh dan kue. Dia dan Thora duduk di gazebo. Kamelia, lili, dan mawar kuning tengah mekar; menyebarkan wangi guna mengundang kupu-kupu mencicipi madu. “Kenapa aku tidak pernah satu kali pun bersua dengannya?”

Baik siang maupun malam, Alivia tidak kunjung bertatap muka dengan majikan Thora dan Darga. Jauh di lubuk hati, dia ingin mengetahui wajah si vampir. Tetapi, vampir itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya.

“Apa kau ingin menemui Tuan?”

Thora balik melontarkan pertanyaan. Wanita itu merapikan keliman gaun kelabunya; menghilangkan kerutan dan menyusunnya dalam sapuan titinada harmonis.

Alivia mencengkeram gaun hijau kasmirnya. Baik lycan maupun vampir. Kedua makhluk tersebut tak ubahnya kutukan yang pernah diciptakan Sang Malam di semesta ini. Sampai kapan pun dia tidak bisa berdamai dengan realitas. Andai kerajaan manusia menang, mungkin dia tidak perlu mempertanyakan orangtua kandungnya dan hidup dalam genangan papa. Kemiskinan telah mengikis aspek kemanusian miliknya. Dia terbiasa memandang sekitar dalam sudut pandang kaum pinggiran.

Nocturne (SELESAI)Where stories live. Discover now