Aku berkali-kali mencoba melepaskan diri, tetapi dia malah semakin mencengkramku. Oh, sial! Tanganku sepertinya akan putus!

Penderitaan masih terus berlanjut. Sesampainya di rumah, dia menjambak rambutku, memaksaku untuk menatap wajahnya yang memerah menahan amarah.

Ada apa dengannya? Mata itu, seperti bukan dirinya. Sepertinya aku harus membawa dia ke Majelis Dzikir untuk di ruqyah. Karena aku yakin, dia kerasukan setan Jepang.

Oh, tidak. Tolong!

Rambutku akan putus dari kulitnya. Ah, ini sakit sekali. Gunduli saja aku! Daripada harus diperlakukan seperti ini!

Argh

Dia berkomat-kamit di depan wajahku. Tanpa melepas genggamannya.

"Siapa dia?"

"Teman?"

"Beraninya kau memiliki teman selain aku!"

"Tak cukupkah aku sebagai sahabatmu?"

"Apa maumu?"

"Jawab aku brengsek!"

Aku hanya diam tergugu.

Tetapi tindakanku salah, dia semakin murka.

Lantas menyeretku ke dalam kamar pengap dengan pencahayaan minim ini.

Hanya cahaya bulan yang menemani malamku.

Cukup!

Aku tak sanggup lagi.

Aku akan pergi.

Teruntuk Bunda yang ada di Surga

Aku belum ingin menyusulmu

Aku menulisnya hanya untuk memberitahu nasib anakmu setelah kau tinggal pergi.

15 Januari 2019

....

Dia meremas kertas yang berada dalam genggaman. Surat itu, dia temukan di kamar belakang tanpa pencahayaan yang memadai itu. Ini sebenarnya bukan kamar, tetapi gudang yang hanya di pakai untuk menyimpan barang-barang yang jarang digunakan. Dan sudah tak terpakai. Seperti kertas yang ia temukan, bermotif kartun burung pemarah di atasnya. Dia ingat betul, bahwa buku tersebut, dulu ia gunakan saat Sekolah Menengah Atas, untuk pelajaran Biologi.

Di dalam ruangan ini, tak ada siapa-siapa. Dia ingat betul, tadi malam ia mengunci ruangan tersebut dengan rapat. Tetapi mengapa penghuninya bisa raib tanpa jejak?

Rahangnya mengeras ketika mengingat isi surat tersebut. Seburuk itukah dia dimatanya?

Justru dia sudah berbaik hati, mengajak gadis itu untuk tinggal bersamanya ketika ibunya meninggal. Ayahnya bahkan lari, dan tidak mau mengajak anaknya untuk tinggal bersama.

Lihatlah dirinya, bukan siapa-siapa. Hanya memiliki status sahabat, tanpa terikat hubungan darah. Tetapi mau menampungnya.

"Sialan! Kemana kau berengsek!"

Langkah lebarnya membawanya ke luar rumah setelah mengambil kunci mobil. Memasuki mobil kesayangannya, dan melajukannya seperti sedang kesetananan. Tangannya mencengkram kemudi hingga buku-buku jarinya memutih. Napas memburu pertanda emosinya tak stabil.

Dia tahu, kemana harus pergi. Pasti, gadis itu pergi ke rumah seorang yang ia anggap 'teman'-nya itu.

Setelah menciduk mereka seminggu lalu, dia telah mencari tahu tentang Ica. Dia memiliki jaringan yang luas, tak sulit baginya mendapat informasi seperti ini.

KekangWhere stories live. Discover now