1 | Gadis Mochaccino

908 24 0
                                    

Matahari mulai digantikan sang luna, cahaya jingganya terlihat sepintas melalui celah bangunan dan dedaunan disekitar. Karangan bunga bertuliskan ucapan belasungkawa disertai nama pengirim terjejer rapih di depan pagar sebuah rumah yang tamak lebih ramai dibanding rumah di sekitarnya. Namun ada suatu hal yang membuat orang-orang tanpa bertanya pun pasti mereka sudah dapat menyimpulkan sebab akibat mengapa rumah itu ramai.

Sepasang kain yang terkait dan berkibar diterpa angin di salah satu sudut bagian depan pagar besar rumah itu. Tabu rasanya jika ada orang yang tidak tahu apa maksud kain putih itu.

Orang - orang sepertinya mulai beranjak dari sana. Tampak beberapa orang yang sibuk merapikan kursi, mengecek audio system, dan memasang tenda tambahan.

"Loh, Bagas?" Sahut seorang gadis bergamis hitam dengan rambut terurai serta wajah yang tanpa diberi tahu pun sudah pasti bisa menebak kalau ia tengah bersedih, gadis itu berjalan menghampiri seorang remaja pria dengan koko abu - abu yang tampak kebingungan di pintu pagar.

"Kamu ngapain disini?" Tanya perempuan itu yang membuatnya sedikit terkejut.

"Mau itu, emm apa namanya? Emm anu."

"Anu apa? Kamu kenapa Bagas?"

"Itu anu, Aku..." Bagas menjeda ucapannya beberapa detik yang membuat lawan bicaranya mengerutkan keningnya sambil menunggu jawaban Bagas "Mau ikut pengajian mengenang ayah kamu." laki - laki itu menjawab dengan ragu.

Perempuan itu terkekeh pelan, lalu memandang muka polos pria didepannya. Jujur, boleh dihitung dengan tangan berapa kali mereka berinteraksi selama 3 tahun masa SMP terlebih lagi sekarang di SMA mereka tidak sekelas membuatnya semakin mereka berjarak.

"Pengajian? Tausiyah maksud kamu?"

Bagas hanya tersenyum malu dan refleks menggaruk bagian belakang lehernya yang sebenarnya tidak gatal itu.

"Kan kamu tau kalau acara kayak gituan ya acaranya dimalam hari dan sekarang?" Wanita itu memandang langit yang mulai menggelap, menampakkan benda langit favoritnya dengan cukup jelas "Ini baru magrib gas, Sholat Maghrib aja belom."

"Eh? Emang acaranya kapan?"

"Abis Isya."

"Yah, gue kecepetan dong."

"Ya kurang lebih begitu. Eh tapi kalau lo mau sholat, ada tuh masjid disana." pandangan Bagas mengikuti arah yang ditunjuk oleh perempuan dihadapannya. Masjid kompleks yang ukurannya tidak terlalu besar namun bergaya ala timur tengah tersebut berjarak 5 rumah dari halaman rumah yang ia pijak sekarang.

"Yaudah deh, gue kesana aja. Gue pergi dulu, Assalamualaikum." Pamit Bagas cepat diikuti ia bergegas menuju tempat yang Aluna maksud.

Aluna hanya menjawab salam dan mengangguk sebagai balasan namun ia kembali mengangkat kepalanya tatkala mendengar namanya dipanggil. Terlihat Bagas kembali melangkah ke arahnya dan berhenti saat jarak antar keduanya tersisa 2 langkah pendek. Setelah itu Bagas menyodorkan sebungkus kresek putih berlogo mini market terkenal.

"Nih Mochaccino. Gue nggak tau lo lagi butuh itu atau nggak, masih suka atau nggak, tapi setidaknya dulu gue sering liat lo minum itu."

Selepas mengatakan itu, Bagas berjalan menuju tujuan awalnya, mesjid kompleks Aluna. Diiringi pandangan bingung Aluna yang masih sulit mencerna apa yang baru saja ia lihat.

***

"Duh, ngalusinnya yang lembut dong. Pake perasaan."

"Sorry yah. Gue gak bisa lembut lagi gara gara si kampret Nando itu." Tomat yang mulai membusuk di lumpang itu mengeluarkan cipratan-cipratannya akibat di tumbuk terlalu kasar oleh si pemegang alu.

Gadis MochaccinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang