11| RUMIT

555 88 16
                                    

Hyung?” panggil Hanbin. “Sedang apa bersama ibunya Jinhwan?”

Seungri melongo di tempatnya, sementara Hyorin berada dalam keterkejutan yang sama. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan adiknya pada situasi yang salah seperti ini. Lagipula, bagaimana adiknya bisa menggendong pasien kecil itu di punggungnya?

Hyung?” Jinhwan membeo dari belakang punggung Hanbin. Keningnya berkedut ketika bertemu pandang dengan laki-laki asing di sebelah ibunya.

“Iya, hyung. Dia itu hyung kandungku.” balas Hanbin, kebingungan ketika hyung-nya sibuk menyembunyikan wajah di balik telapak tangan. Seperti habis terciduk aparat kepolisian saja.

Hyorin yang akhirnya tersadar akan perban di kaki anaknya, langsung berseru heboh. “Jinanie! Kakimu kenapa, sayang?”

Ia buru-buru menghampiri sang anak dan membantunya turun dari balik punggung Hanbin. Selagi Hyorin mengurusi Jinhwan, Seungri dengan cepat merangkul leher adiknya dan tersenyum kikuk.

“Kalau begitu Nyonya Min, err… saya dan Hanbin permisi dulu, ya? Selamat sore.” Secepat ia mendorong belakang kepala Hanbin untuk memberi salam, secepat itu juga ia menarik adiknya yang kebingungan untuk segera beranjak dari tempatnya.

Hyorin membalas salam tersebut tidak kalah canggung, sementara Jinhwan kebingungan di sebelah ibunya.

“Kenapa paman itu aneh sekali?” komentarnya. “Memangnya ibu dan hyung-nya Hanbin ada hubungan apa?”

“Tidak ada. Kami tidak saling mengenal, sayang.” balas Hyorin cepat, memapah anaknya untuk segera masuk ke dalam rumah.

“Kalau begitu, bagaimana bisa pulang bersama?”

“Oh, itu… tadi, dia menemukan dompet Ibu yang terjatuh dan mengembalikannya. Itu saja.”

Hyorin tanpa sadar menghela napas, setelah melihat Jinhwan mengangguk-angguk paham dan tidak bertanya lebih jauh. Dalam hati ia berdoa, semoga wajah Seungri barusan tidak membuat memori anaknya di rumah sakit tiba-tiba menghantuinya kembali.

.

.

Hyung tidak berpacaran dengan ibunya Jinhwan, kan?”

Pertanyaan tiba-tiba yang dilontarkan Hanbin di tengah makan malam mereka sukses membuat Seungri tersedak kuah ramen. Ia harus terbatuk-batuk dan menelan air banyak-banyak demi meredakan perih di pangkal hidungnya. Setelah keadaannya membaik, kepala Hanbin harus rela mendapatkan sebuah pukulan darinya.

“Kau gila? Aku tidak mungkin memacari wanita yang bahkan anaknya seumuran adikku.” tukas Seungri, kembali menikmati makan malam mereka yang kali ini hanya ditemani oleh ramen dan kimchi.

Di tengah ruang apartemen kecil yang sempit, kedua kakak-beradik itu menikmati makan malam mereka seperti biasa. Hanya saja, topik pembicaraan malam ini tidak seperti biasanya. Sejak tadi, Hanbin sibuk menginterogasi kakaknya seperti tersangka tindakan kriminal. Ia bahkan beberapa kali menyipitkan mata ketika jawaban sang kakak dirasa seperti sedang menutup-nutupi sesuatu.

“Ini aneh. Dua orang yang baru bertemu karena sebuah dompet bisa bertukar cerita seseru itu. Kalian tidak terlihat seperti baru bertemu satu kali.” Hanbin beranalisis, tetapi harus mendapatkan pukulan satu kali lagi di kepalanya akibat analisisnya tersebut. “Hyung! Pantas saja nilai Matematika-ku tidak pernah bagus. Kau selalu memukul kepalaku!” protes Hanbin. Seutas mi menggantung di sudut mulutnya ketika mengomel.

Seungri pun berdecak. “Kau habiskan saja makananmu itu. Jangan banyak bicara!”

Hanbin pun menurut, meski sedikit mencibir gaya sok kakaknya ketika memerintah.

LOST.Where stories live. Discover now