Elf - Memory

11.9K 301 4
                                    

Ughhhh

Aku mengerang pelan saat merasakan sesuatu tiba-tiba menimpa perutku. Semalaman memang aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, ya memang aku sangat amat lelah. Tapi berada sekamar -seranjang- lebih tepatnya dengan seorang laki-laki adalah hal baru untukku. Dan berkali-kali juga aku terbangun kaget dari tidurku yang tak tenang.

Aku melirik kearah 'sesuatu' yang ada diperutku sekarang. Ohh, itu tangan -hmmmm- suamiku. Semalaman juga saat aku masih terjaga aku berkali-kali mengamati wajah tidur Edward yang tampak sangat damai dan Sh*t tetap tampak amat tampan. Wajahnya bak malaikat yang melayang layang turun kesisiku. Haizz bicara apa aku ini!

"Heii, minggir! kau membuatku sesak napas! Heiii!" Teriakku mengguncang-guncang tangannya yang masuh dengan sangat erat memeluk perutku. Astaga laki-laki ini kenapa begitu wangi? Bahkan saat masih tertidur begini.

"Hmmmmm" Ck! dia hanya menggumam dan semakin mengeratkan pelukannya menyusupkan wajahnya keleher bagian belakangku. Owww! ini bahaya! tidak tidak.

"Ben!! Ayolah!!! bangun dongg. Kau benar-benar membuatku sesak napas Ben!" aku berusaha mengguncang tubuhnya dengan tubuhku, tapi gerakan tangannya menghentikanku dan dia berbisik serak ditelingaku "Jangan mulai honey. Kau membuatku dan adik kecilku terbangun"

Seketika aku langsung terdiam dan merasa sekujur tubuhku menegang. Oh Girll! pria ini memang tau cara membuatku mati kutu. Seakan belum cukup sekarang aku benar-benar merasakan 'adik kecilnya' itu menekan punggungku. Gila!

"Ehh.. Hmm, bisakah kau melepasku sekarang? bukannya kau sudah bangun" kugerakkan tangannya pelan takut membuat tubuhnya lebih menempel padaku "Yah mungkin aku harus bangun dan segera berendam. Sebelum aku menerkammu sekarang juga" Sahutnya santai sambil melepas pelukannya dan berjalan kearah kamar mandi.

Aku mendesah lega.

Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang membuatku mau tidur seranjang dengannya. Atau kenapa sikapku padanya tidak berbeda dengan bagaimana aku biasanya. Dan mungkin juga kenapa aku tidak membahas lagi tentang segala kekacauan yang diperbuatnya dalam hidupku, tentang kak Ernest misalnya.

Yah, aku telah berpikir. Benar-benar berpikir maksudku. Semenjak kata-katanya semalam yang tidak langsung menyatakan dia cemburu pada kak Ernest. Semalaman aku memikirkan tentangnya, tentangku, tentang kak Ernest dan tentang kebencianku padanya. Aku berusaha memilah setiap pertanyaan yang muncul dikepalaku. Mencari satu persatu jawaban untuk setiap pertanyaanku itu. Tapi semuanya berakhir dengan pertanyaan yang sama. Apakah dia Edward layak untuk menerima kebencian dariku? dan apakah selama ini aku terlalu dibutakan dengan masa lalu yang...ehmm... mungkin bukan seratus persen kesalahannya?

Aku berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran kalutku itu keluar dari kepalaku dan memandang kamar yang kutiduri semalam. Aku berdecak kagum, kamar dengan nuansa putih yang pekat. Setiap perabot yang ada didalamnya sangat menunjukkan kemaskulinan pemikiknya. Dan satu lagi kamar ini sangat rapi dan bersih.

Aku tersenyum kecil saat mataku tertuju pada sudut ruangan. Memang tak begitu menonjol tapi aku bisa melihatnya dengan jelas, disana bertengger sebuah meja bundar kecil berkaki kayu dengan marmer dibagian atasnya. Aku melangkahkan kakiku kesana dan tersenyum lebar saat melihat barang-barang diatas meja. Disana ada beberapa binkai foto seorang bocah laki-laki yang sangat lucu menggemaskan. Beberapa dengan pose yang agak menjijikkan menurutku. Aku mengangkat sebuat foto dan terkejut saat ternyata dibelakang bungkai foto itu berdiri ada sebuah bingkai kecil yang memang tak akan terlihat jika foto didepannya tidak disingkirkan.

Aku mengangkat foto tersebut dan tertegun. Disana aku bisa melihat sebuah wajah yang amat kukenal. Laki-laki itu, Edward, sedang berdiri dengan seorang gadis yang memeluknya mesra dari belakang. Disana Edward tampak menelengkan kepalanya sedikit kebelakang tersenyum bahagia dan wajah wanita itu. Sangat cantik. Bak malaikat. Dan entah kenapa melihat foto itu membuat dadaku sesak, aku merasa ingin menangis. Kenapa? aku juga tak tau kenapa. Tapi aku bisa merasakan suatu kesadaran menghantamku, aku merasa aku tak rela melihat Edward pernah begitu bahagia dengan wanita lain. Gila? iya aku meras aku memang sudah gila.

Meine Dame [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang