PROLOG : ARDAFFONE

Start from the beginning
                                        

"hanssen?" asmanya, johanssen.

si ompong blasteran asia dengan surai hitam mirip seperti papanya, bocah manis yang mengidap sikap apatis dan dalam hati mestinya ia sedang menangis.

pemilik nama hanya menoleh, enggan menyaut. menengokan kepala ke segala arah, bergidik ngeri mencari sumber suara, merasa seperti ada seseorang yang memanggilnya tetapi tidak ada.

"hanssen, kamu mendengarku?"

tanyanya tanpa atma, tidak ada satupun jiwa di sekitarnya. suara samar datang kembali dibawa oleh angin, intonasinya terdengar bagai manusia yang berbahagia, menusuk telinga, seperti berasal tidak jauh dari hadapannya. segera ia mendirikan tubuhnya, beranjak dari ayunan seraya mengasak lesuh kertas ulangan yang nyaris rusak namun ia tidak peduli, ia mau pergi mengangkat sepeda hendak melarikan diri.

"tidak jauh di depanmu, hanssen." sial, suara itu berkunjung lagi, begitu mengusik. hanssen frustasi, seharusnya sudah pulang cepat sedari tadi.

"siapaaㅡ" kalimat hanssen tersendat di kerongkongan, mengurungkan niat bertanya sebab mulutnya menganga tidak percaya, kertas ulangan matematika digenggamannya kembali utuh seperti sedia kala. mengucek mata pun penglihatannya tidak berubah, sama saja. ia gembira, menciptakan suasana suka dengan menatap seseorang di hadapannya, yang berdiri agak jauh di bawah lampu taman kota.

"hai, hanssen?"

lantunan tersebut berkumandang lirih, menuturkan kata memanggil bocah berseragam sekolah yang tengah mematung memandang sang ayudisa tanpa berkedip

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

lantunan tersebut berkumandang lirih, menuturkan kata memanggil bocah berseragam sekolah yang tengah mematung memandang sang ayudisa tanpa berkedip. gadis itu menyapanya, tersenyum malu-malu, seolah-olah ia mengenal hanssen begitu lama dan menyukainya tanpa jeda seperti sudah mengalami sederetan kisah dengannya ribuan tahun lamanya. sorot matanya pun tidak mengenal ragu, mengharapkan balasan kasih kepada hanssen.

sontak yang dipanggil merobohkan atma, sepedanya ikut jatuh sampai memukul kepala, sikutnya tergores butiran pasir yang menghiasi ayunan taman kota. netranya membelalak dengan pupil mata membulat, terkejut. sejatinya hanssen harus mengeluh kesakitan tetapi ditahannya, sebab dia bocah agak pengecut yang sok tangguh dan sok perkasa. pantas ia begitu karena mendapati sosok perempuan sebaya muncul mendadak sembari tersipu.

"hanssen, kamu melihatku?" sudah, hanssen sudah bisa melihatnya. ia yang menampakan diri, mengejutkan bocah ompong satu ini.

hanssen mengangguk dengan tubuhnya yang perlahan bergerak mundur, maksud begitu ketimbang merasa takut sebenarnya ia sedang terkagum-kagum.

seorang gadis cilik dengan wajah bak pahatan karya roman sejarah, gaun kemestaan yang indah dengan melekatnya dua sayap kanan dan kiri seperti milik merpati. besar dan megah, putih pucat pasi. ukurannya sudah kelebihan hingga merampas eksistensi, gemilang terang cantik sekali.

under the moonWhere stories live. Discover now