Prolog

1.7K 168 20
                                    

(Backsound: Nadin Amizah-Rumpang)

******

Hatinya terluka, katanya.
Sebagian hidupnya telah pergi, nyatanya.
Apa mungkin itu ada gantinya? Itu pertanyaanya.

****      

28 Maret, 2012

"Dani!"

"Dani!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tiara berteriak saat sahabat lamanya menyerat koper hitam memasuki mobilnya. Ini masih pagi bahkan matahari masih malu-malu untuk menunjukan sinarnya dan ayam jantan belum berani untuk mengeluarkan suaranya. Dengan kaki kecilnya, Tiara berlari menghampiri Dani yang mematung di tempat. Sedang 'kan pria itu memandang Tiara yang sedang berlari ke arahnya. Wajah lembut gadis itu terukir sebuah ekspresi sendu, rambutnya yang selalu wangi dan lembut, terurai mengikuti arah larinya. Kaki-kakinya mungkin terlihat kecil, tapi begitu kuat berlari menghampiri Dani.

Tanpa sadar, Dani tersenyum melihat Tiara yang sedang berlari ke arahnya. Mengingat bahwa esok hari ia tidak akan melihat wajah polos Tiara setiap harinya, mengingat kalau besok ia harus terbiasa tanpa senyum manis Tiara yang bisa ia lihat saat ini, dan mengingat hari ini adalah hari terakhirnya di Indonesia. Sebuah keputusan besar bagi Dani untuk meninggal 'kan Tanah Air, tapi ia harus melanjutkan kuliahnya karena berkat otaknya ia bisa mendapat Beasiswa dan harus pergi ke Sydney pagi ini. 

"Dani!"

Dengan nafas yang masih terengah-engah, Tiara kini berhadapan dengan Dani yang mengukir senyum di wajahnya, tapi dibalik senyum yang manis terukir di wajahnya, ada sebuah perasaan sendu yang tercipta saat ini. Berhadapan beberapa saat, sampai akhirnya Tiara mengeluarkan sebuah pertnyaan.

"Dani, kamu mau pergi sekarang?" suara Tiara terdengar sendu. Seharusnya Tiara tidak perlu menanyakan ini lagi, karena ia sudah tahu jawabannya. Tapi hatinya masih belum percaya kalau ia harus merelakan Dani pergi.

"Iya, maaf ya, Tiara," senyum di bibir Dani belum luntur, seolah menenagkan sahabatnya yang mungkin berat untuk merelakan.

Tiara menggeleng. "Kamu nggak salah, ini kan semua kemauan kamu kan? Kuliah di Sydney dan ketemu Ayah kamu."

Meskipun berat rasanya kalau harus merelakan. Sambung Tiara dalam hatinya. Di posisi saat ini, Tiara belum siap hatinya merasa sepi. Selain Dani, siapa lagi bagi Tiara untuk menaruh keluh kesahnya?

"Kamu mau ikut ke Bandara?" tawar Dani.

Tiara menggeleng sebagai jawaban. Terlalu sedih kalau aku harus nemenin kamu ke Bandara, Dani. Tiara berbisik lirih dalam hatinya.

"Aku pergi dulu, ya?" pamit Dani yang langsung masuk ke dalam mobilnya.

Dalam kesunyian pagi hari, saat udara sejuk membelai kulitnya, saat cahaya bintang dan bulan memudar, saat mahatahari masih teralu pagi untuk menunjukan sinarnya. Tiara berdiam diri di tempatnya, melihat mobil yang lambat laun hilang dari pandangannya.

TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang