7. Bad Day Ever

14 0 0
                                    


Ting tong ... ting tong! Dengan sabar Dalia menunggu pintu terbuka, setelah lima belas menitan Dalia berdiri di depan pintu akhirnya keluarlah jiwa bar-barnya dengan segenap kekuatan Dalia mengetuk keras pintu bertuliskan angka 204 itu.
Tok tok tok ... tok tok tok ... “Woy bangun woy!”
Tak selang lama pintu terbuka, “Kok kamu telat?” dengan entengnya Iqbal bertanya.
“What? Telat? Astaga om melek dulu dong!” kata Dalia sambil nyelonong masuk ke apartment milik Iqbal, “Lia udah ketuk pintu dari setengah jam lalu sampe kaki Lia kesemutan.”
“Nggak sekalian ke jangkrikan? Ke laleran?”
“Gak lucu!”
“Emang saya enggak lagi ngelawak.”
“Bodo, mau sarapan pake apa om? Biar Lia masakin.”
“gak usah, nanti saya sarapan di kantor aja.”
“Lalu gunanya Lia apa dong?”
“Nanti siang, tolong kamu buatkan saya nasi goreng, terus kamu antar ke kantor.” setelah selesai memakai dasinya Iqbal bergegas keluar dari apartmentnya “kamu mau saya kunciin di dalem?”
“Ya enggak lah,” Lia langsung buru-buru keluar “Jam berapa kira-kira makanannya di anter ke kantor?”
“Jam makan siang,” jawab Iqbal singkat.
“Baiklah, Lia pulang dulu,” Dalia berpamitan.
Dalia tidak menyangka jika hari pertamanya menjadi asisten rumah tangga semudah itu, jam masih menunjukan pukul sembilan pagi Dalia terpikir untuk jalan-jalan sebentar di taman. Kebetulan di dekat Pearl Garden ada taman kompleks yang lumayan indah. Sesampainya di taman Dalia langsung mengambil duduk di bangku taman yang letaknya tepat menghadap kolam ikan.
Disini Dalia bisa menetralkan pikiraannya, dengan tenang Dalia menutup matanya menghirup dalam-dalam udara pagi yang menyejukan, gemericik air kolam membuat Dalia semakin dalam hanyut dalam ketenangan.
“Lia,” Dalia tersadar dari lamunannya.
“Kak Derren,” lirih Dalia saat melihat siapa yang memanggilnya “Kok lo disini?”
“Kebalik,” Derren mengambil duduk di samping Dalia “Harusnya gue yang tanya, ngapain lo disini.”
“Gue tadi habis jalan-jalan di sekitar sini, karna gue capek ya gue mampir ke sini dulu buat istirahat bentar.”
“Gue kira lo sengaja kesini karna tau gue pindah ke kompleks ini.”
“Lo kira gue peduli?” jawab Dalia ketus.
“Bukannya dulu lo selalu peduli sama gue ya?”
“Itu dulu, sebelum gue sampe ke titik ini.”
“Titik apa?”
“Titik dimana tentangmu, aku sudah tidak peduli!” Dalia langsung pergi meninggalkan Derren.
“Tapi gue peduli sama lo Lia,” Derren setengah bertriak “Lo itu udah gue anggep adek gue sendiri!”
“Sayangnya gue gak mau jadi ade-adean lo” Dalia tak kalah kencang
Sungguh tidak disangka, niat hati menenangkan diri tapi malah ketemu sama mantan gebetan sendiri. Dalia memilih menghabiskan waktunya di Hola coffe sekalian menunggu jam makan siang.
Ting! Semerbak aroma kopi langsung mengelitik hidung Dalia, Dalia rindu suasana kafe tempat dia bekerja dulu. Dulu Dalia mulai bekerja disini saat awal kelas sembilan SMP sampai kejadian kopi tumpah itu total sudah hampir tiga tahun Dalia bekerja di kafe ini
“Nit, bu Risma ada?” tanya Dalia pada Nita, bekas rekan kerjanya.
“Lia,” mata Nita berbinar melihat Lia “Ada kok ada, bu Risma seperti biasa ada di dalam.”
“Yaudah aku kedalam dulu ya nit, kamu semangat kerjanya.”
“Always dong”
Saat bertemu Risma, Dalia langsung menceritakan bagaimana harinya setelah ia di skors dari pekerjaanya. Mulai dari melamar kerja di Prima Laundry, menunggu kabar di terima tidaknya, hari percobaan kerja, lamaran pekerjaannya ditolak karna Iqbal yang komplain karna celana bahannya tertukar dengan rok sepan dan sampai Dalia yang sekarang bekerja sama Iqbal.
Risma memang sudah seperti ibu bagi Dalia, Lia selalu menceritakan segala keluh kesah dan bahagianya kepada Risma begitupun dengan Risma. Karna Risma tidak mempunyai anak perempuan jadilah Dalia yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri.
“Tapi Lia, kalau orang ketemu sampai dua kali tanpa disengaja itu bisa jadi pertanda kalu dia jodohmu.” 
“Enggak Bu, itu mitos!”
“Fakta sayang.”
“Mitos Ibu, eh Bu ini kan udah tiga minggu aku di skors ... nah kurang seminggu nih” Dalia mengalihkan topik pembicaraan “Seminggu lagi Lia boleh kerja disini lagi kan bu?”
“Aih ... kamu mengalihkan topik pembicaraan” Risma menggoda
“Ngak kok, Lia gak mengalihkan topik pembicaraan,” Dalia masih mengelak “Bu, Lia boleh pinjem dapurnya? Mau masak nasgor buat Pak Iqbal?”
“Tuh kan, apa saya bilang. Jodoh ini mah namanya,” Risma masih getol menggoda Dalia “Yaudah sana.”
Setelah selesai memasak Dalia langsung berpamitan dan bergegas menuju ke kantor Iqbal. Ting! Lift yang Dalia tumpangi sudah sampai di lantai 45, Dalia sedikit canggung karna disini banyak orang-orang kantor yang umurnya jauh diatas Dalia mereka terlihat sibuk dan setelan jas mereka mengambarkan betapa formalnya kantor ini
“Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya ada perlu dengan Pak Iqbal.”
“Siapa nama nona?”
“Dalia, Dalia Anastasya.”
“Mari ikut saya, akan saya antar ke ruangan Mr. Iqbal.”
Ruangan Iqbal berada di ujung ruangan, jauh dari hiruk pikuk kantor. Mungkin supaya fokus Iqbal ke pekerjaanya tidak terganggu oleh aktivitas kantor maka dia memilih kantor yang berada di ujung ruangan.
“Permisi,” Dalia masuk, saat masuk betapa kagetnya Dalia melihat luasnya ruangan Iqbal. Di dalam ruangan itu terdapat satu set sofa gothic, home teather, kulkas dua pintu, dan satu meja kebesaran Iqbal.
“Maaf bu, kok ruangannya kosong? Pak Iqbalnya dimana?”
“Mr. Iqbal sedang ada meeting, nona silahkan tunggu disini,” kata Resepsionis tadi sambil mempersilahkan Dalia duduk di sofa. “Kalau nona bosan nona boleh menonton televisi, kalau nona haus silahkan ambil minum sendiri di kulkas.”
“Iya bu, trimakasih.” Dalia sedikit heran mengapa dia di perlakukan bak tamu spesial? Padahal Dalia hanya membawakan bekal untuk Iqbal.
Sudah hampir dua jam Dalia menunggu Iqbal diruangannya, karna merasa bosan Dalia memutuskan untuk keluar dari ruangan Iqbal. Saat hendak beranjak dari sofa yang dia duduki tadi tiba-tiba pintu terbuka, Dalia pikir itu adalah Iqbal tetapi yang masuk ruangan adalah seorang wanita cantik, bertubuh langsing, berkulit putih, menggenakan baju model sabrina di padu dengan celana belel yang robek di bagian lutut nya.
“Kamu siapa?” tanya Renata yang melihat Dalia, “Ngapain kamu di ruangan calon suami saya?”
“Saya Dalia, tadi pagi saya disuruh oleh Pak Iqbal untuk membawakan nasi goreng untuk makan siang.”
“Oh pembantunya Iqbal,” Renata merendahkan, “Iqbalnya mana?”
“Pak Iqbal sedang rapat, mungkin sebentar lagi selesai” penjelasan Dalia hanya dibalas dengan anggukan pelan dari Renata.
Dalia mengurungkan niatnya untuk keluar dari ruangan Iqbal dan kembali duduk di sofa.
“Heh! Siapa suruh kamu duduk di sofa?” nada bicara Renata naik dua oktaf , “Pembantu itu pantesnya duduk di bawah.” kata Renata sambil duduk di sofa, tanpa membantah Dalia menuruti kemauan Renata.
“Bagus, sekarang tolong pijit kaki saya.” Renata menjulurkan kaki jenjang nya tepat di depan wajah Dalia “Yang enak mijitnya.”
“Iya bu.”
“Bu? Emang saya Ibumu?” Renata tambah ketus “Panggil saya nyonya, nyonya Iqbal.”
“Baik nyonya Iqbal,” kata Dalia dengan nada malas.
“Nah gitu dong.”
Sebenarnya emosi Dalia sudah memuncak, tetapi dia masih mempertimbangkan untuk mencakar muka Renata karna status Renata sebagai calon istri dari Iqbal, tak selang lama Iqbal pun datang.
“Apa-apaan ini?” Iqbal menarik tangan Dalia untuk berdiri, “Kenapa kamu mijitin kaki medusa?”
“Iqbal! Aku ini calon istrimu!” protes Renata.
“Calon Istri? Jangan ngimpi!” kata Iqbal pedas “Kamu gak seharusnya nyuruh-nyuruh pacar saya untuk memijat kaki kotormu itu!”
“Pacar?” ulang Dalia “Tap....” Dalia yang hendak membantah mengurungkan niatnya saat Iqbal menarik tubuhnya masuk kedalam pelukan.
“Dia pacar saya!” Iqbal menarik Dalia kedalam pelukannya, “Sebaiknya kamu pergi dari sini!”
“Gue kira bocah ini babu,” Renata menunjuk kearah Dalia “Ternyata pacarmu ha? Gak nyangka sama remaja jaman sekarang, demennya pacaran sama om-om tajir!”
“Kalo ngomong jangan sambil ngaca!” Iqbal menarik kasar tangan Renata “Keluar dari ruangan saya!”
Dalia yang melihat kejadian itu hanya diam saja, Dalia takut untuk bertanya apa yang sesungguhnya terjadi antara Iqbal dan Renata. Sorot mata Iqbal menggambarkan kebencian mendalam kepada Renata.
“Dalia,” panggil Iqbal, “Kamu boleh keluar dari ruangan saya.”
Tanpa menjawab Dalia langsung bergegas meningkalkan ruangan Iqbal, Dalia takut melihat Iqbal yang sedang marah mungkin hari ini hari terburuk bagi Dalia menjadi Asisten rumah tanga seorang Iqbal yang dingin, bertemu dengan Derren, sampai melihat pertengkaran yang seharusnya tidak ia lihat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 17, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Suddenly Fall in LoveWhere stories live. Discover now