Aku Hanya ingin Bilang, Aku Mencintaimu

904 69 12
                                    

Rental play station itu terlihat lebih sepi dari biasanya. Maklum saja hari ini bukan hari libur, dan anak-anak sekolahan pasti baru saja pulang jam segini.

Fang keluar dari pintu brendel tempat itu. Melepaskan kaca matanya, dan mengucek kedua kelopak matanya dengan sedikit kasar. Mungkin itu efek dari kelamaan berada di depan layar komputer. Ingatkan Fang untuk mengecek minus matanya lagi setelah ini.

Dengan wajah kusut dia berjalan. Mungkin untuk pulang. Baju seragamnya terlihat sedikit lecek karena terlalu lama digunakan untuk duduk.

Sudah seharian dia menghabiskan waktunya di tempat yang menguras uang itu. Hari ini dia terlalu malas pergi ke sekolah. Jika bolos begitu saja, dia yakin amukan kakaknya tidak bisa dielakkan lagi. Jadi dia menggunakan sakit sebagai alasan.

Fang masih berjalan santai menuju ke rumahnya. Ekspresinya benar-benar tidak bisa dideskripsikan sampai sebuah rasa kaget mampir di wajah tampannya.

Fang mematung saat seseorang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang. Pandangan matanya menyusuri ke bawah. Tangan mungil itu, tentu saja milik Boboiboy.

"Aku senang kau baik-baik saja."

Boboiboy tersenyum, seakan dia telah melupakan rasa sakitnya semalam.

Fang kembali mengatur ekspresinya. Boboiboy memeluknya semakin erat seiring dengan ucapannya tadi. Waktu terlihat terlalu indah untuk dilalui seperti itu, hingga akhirnya tangan Fang terangkat dan menyusuri tangan halus Boboiboy yang masih setia bertengger pada pinggang milik Fang.

Untuk sejenak, Boboiboy dapat merasakan kehangatan dari pemuda bersarung tangan itu. Rasanya nyaman, dan dia ingin selalu seperti ini. Namun, saat tiba-tiba tangan itu menggenggamnya terlalu erat, Boboiboy jadi sangat terkejut. Apalagi ketika Fang tiba-tiba mencampakkan tangannya begitu saja dan membuat dirinya hampir saja terjatuh.

"Kau ini apa-apaan, ha?" Fang berbalik. Bentakan kasar itu sontak membuat Boboiboy membelalakkan matanya.

Fang. Ada apa?

"Aku khawatir padamu. Semalaman aku menunggumu, dan kau tidak datang. Kenapa, Fang?"

"Kau gadis paling gila yang pernah kutemui." Pemuda itu mendengus dan masih memberikan tatapan marah pada Boboiboy. "Seharusnya kau sudah tahu jawabannya, Boboiboy. Kenapa hatimu masih saja menyangkal hal itu."

Tidak. Kepala itu masih saja menggeleng. Boboiboy tak mau memercayai apapun saat ini, bahkan hatinya sendiri. "Tidak. Aku... aku mencintaimu, Fang, dan aku tidak percaya kau bisa mempermainkanku seperti itu."

Fang memasang seringainya. Wajahnya benar-benar terlihat memuakkan. "Mencintaiku? Cih... Kenapa kau berubah pikiran Boboiboy? Bukankah kau bilang, tidak akan pernah jatuh cinta padaku? Kau menganggapku teman saja tidak, kenapa tiba-tiba saja kau seperti ini? Termakan kata-katamu sendiri?"

Fang tertawa. Sepertinya dia senang melihat keadaan Boboiboy saat ini.

Gadis itu masih tertunduk dan terdiam. Apa yang dikatakan Fang memang benar. Tapi, apa dia bersalah jika perasaannya tiba-tiba berubah? Semua orang di dunia ini juga tak bisa mengatur dirinya harus jatuh cinta pada siapa. Perasaan itu selalu saja datang tiba-tiba. Bahkan sungguh, Boboiboy tak pernah berencana untuk jatuh cinta pada orang yang pernah dibencinya itu. Jika dia bisa mengatur urusan hati, dia tidak akan jatuh cinta pada Fang dan membiarkan hatinya sesakit ini.

"Jika aku bisa, maka aku akan menarik kata-kataku. Tapi kumohon, jangan marah seperti ini." Air mata itu tak dapat dibendung. Boboiboy menangis, dan Fang yang tahu hal itu masih memertahankan sikap acuh tak acuhnya.

"Siapa yang marah? Justru aku senang melihatmu seperti ini." Tangan Fang kembali terulur. Menangkup dagu Boboiboy dan mendongakkan wajah yang berurai air mata itu ke arahnya. "Gadis manis yang malang."

Wajah Boboiboy tertunduk saat tangan itu kembali mencampakkannya. Apa dia sesenang itu bisa mempermainkan dirinya? Siapa dia? Entah kenapa sampai hatinya dilukai separah ini, Boboiboy masih merasa ada yang salah di sini. Dia yakin itu bukan diri Fang yang sebenarnya. Tidak, Fang yang dia kenal mungkin menyebalkan. Tapi Boboiboy sangat yakin, Fang bukan lelaki sebrengsek itu.

"Katakan siapa menyuruhmu melakukan semua ini? Katakan, Fang, kenapa?" Boboiboy mendokngak dan mencengkram kerah seragam Fang penuh harap. Dia benar-benar ingin mendapatkan jawaban dari kedua mata merah itu, jawaban yang benar-benar dari hatinya.

"Akh, lepaskan!" Sekali lagi, tubuh Boboiboy harus kembali terhuyung karena sentakan tangan Fang yang terlalu kasar.

"Kau ingin tahu, sejak awal aku sangat membencimu, dan hal itu tak kan pernah berubah sampai kapanpun. Kau itu terlalu naif menganggap semua perhatianku sebagai bentuk rasa cinta. Gadis bodoh, kau tidak sadar jika selama ini aku hanya mempermainkanmu saja. Sekarang minggirlah! Tolong kasihani hatimu dan jangan mengharapkanku lagi! Senang bisa menyakitimu seperti ini."

Fang. Kata-katamu benar-benar seperti peluru yang menghancurkan hati Boboiboy. Sampai sejauh sosok Fang menghilang, Boboiboy masih berusaha untuk tidak memercayai semua ini.

"Jadi begitu." Boboiboy tertawa dalam tangisnya. Semua yang terucap dari mulutnya entah mengapa semakin memilukan untuk didengar. "Ternyata kau hanya menganggapku sebagai mainan. Haha... mainan. Kau buang begitu saja mainan itu setelah hancur berkeping-keping. Fang benar, aku ini bodoh. Gadis bodoh yang malang."

Boboiboy berjalan gontai mengikuti bayangan Fang yang tak lagi bisa dia capai. Menyusuri sepanjang jalan pulang dengan meninggalkan puing-puing hatinya yang tak lagi utuh sekarang.

"Jadi begini rasanya patah hati. Tidak. Aku tidak boleh menangis. Kak Ocho benar, tidak ada gunanya menangis untuk orang yang telah menyakiti kita."

***

Cemara [Complete]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin