Tiada Cinta Semanis Kopi

184 5 6
                                    


Apa yang akan kupikirkan pertama kali ketika mendengar kata 'kopi'?

Bila seseorang melemparkan pertanyaan itu padaku tiga tahun yang lalu, jawabanku adalah rasanya yang pahit.

Bukan berarti setelah tiga tahun tiba-tiba kopi bisa berubah rasanya sesuai kehendakku menjadi manis. Bahkan ketika nanti keturunan ketujuhku tidak akan bisa selamat dari bencana apa pun yang akan datang dan habislah seluruh warisanku di dunia ini, kopi masih akan tetap terasa pahit. Yah, kecuali apabila orang-orang agrikultur menemukan suatu cara untuk membuat biji kopi jadi semanis madu, tapi itu lain soal. Sama sekali bukan urusanku juga untuk tahu.

Sekarang, kalau ada yang memberikanku pertanyaan yang sama, jawabanku sudah pasti akan berbeda.

Apa yang akan kupikirkan pertama kali ketika mendengar kata 'kopi'?

Dia.

Dia, yang kutemui untuk pertama kali tiga tahun yang lalu dalam sebuah proyek pembuatan kafe milik temanku. Dia, arsitek dari proyek itu sementara aku desainer interiornya. Dia, yang kemudian diperkenalkan oleh temanku kepadaku. Dia, yang menjadi pacarku setelah proyek itu rampung tiga bulan kemudian.

Dia, neandhertal yang sedang duduk di hadapanku saat ini. Dengan kemeja putih dan celana berwarna beige yang merupakan setelan favoritnya, terlihat luar biasa tampan seperti biasanya, bahkan setelah aku absen melihatnya selama tiga bulan karena dia memiliki pekerjaan di luar kota.

Aku ingat saat pertama kali akan memperkenalkan kami berdua, Adi, temanku yang pemilik kafe itu, hanya mengatakan satu hal tentangnya. Bahwa ia adalah seorang pecinta kopi, minuman yang tak akan pernah masuk ke dalam daftar favoritku. Aku adalah seorang anti-kopi.

Sekarang di tahun ketiga aku mengenalnya dan di tahun kedua aku berpacaran dengannya, aku harus mengoreksi apa yang dikatakan Adi saat itu. Dia sama sekali bukan pecinta kopi. Dia adalah penyembah kopi.

Bukan hanya dia suka meminumnya di setiap kesempatan, tapi juga membaca buku-buku tentang kopi, meracik macam-macam kopi, serta backpacking ke berbagai daerah di Indonesia hanya untuk mencicipi kopi dari berbagai macam perkebunan. Di saat orang-orang backpacking untuk menikmati keindahan alam, dia justru mendedikasikan diri sepenuhnya hanya untuk satu hal. Kopi.

Seperti yang dilakukannya saat ini, mengajakku bertemu di hari minggu cerah yang sejatinya akan lebih bermakna bila kami habiskan dengan menonton film berdua, tapi dia malah mengajakku datang ke kafe tempat kami pertama kali bertemu. Seharusnya tidak ada yang aneh dengan hal itu, sepasang kekasih biasa yang nongkrong di kafe, mengobrol sambil bermesraan and what not. Tapi dia justru membawa kitab kopinya lagi, dan yang ia lakukan hanya membaca.

Dua puluh menit setelah aku datang, kepalanya masih tertunduk pada bukunya, sama sekali tidak mengacuhkan pacarnya yang cantik dan sudah tiga bulan tidak ditemuinya ini. Aku sudah berdandan habis-habisan sepanjang pagi, mengenakan kemja tanpa lengan dan rok cokelat yang serasi dengannya, memakai kalung yang dia berikan padaku saat ulang tahunku, serta memakai parfumku yang wanginya dia sukai. Dan aku dikalahkan oleh sebuah buku yang jangankan cantik, memiliki rupa pun tidak.

Teman-temanku sering mengejekku setiap kali aku selesai berkeluh kesah kepada mereka, tentang obsesi pacarku pada benda mati yang tidak ada manis-manisnya itu. Mereka bertanya apakah karena itu hubungan kami jadi tidak ada manis-manisnya? Kujawab, tentu saja tidak. Apa relevansinya orang yang menyukai kopi membuatnya tidak bisa bersikap manis?

Dia memang bukan orang yang bisa bersikap manis secara blak-blakan. Seringnya justru kaku. Sekalinya dia benar-benar bersikap manis, justru akan aneh. Aku tidak menyukai seseorang hanya karena mereka memperlakukanku dengan baik atau dengan yang manis-manis. Aku justru jatuh hati padanya karena dia jujur dengan apa yang ingin disampaikannya, entah itu menyakitkan atau tidak. Dan aku selalu ingat pesan ibuku untuk mencari seorang laki-laki yang jujur, karena seseorang yang tidak berbohong pastilah juga bertanggung jawab.

Tiada Cinta Semanis KopiWhere stories live. Discover now