Retorika

56 3 1
                                    

Langit Banda Aceh sangat terik hari ini. Mata kuliah kalkulus ditambah dengan cuaca hari ini merupakan cobaan yang berat bagiku. Kuhembuskan nafas secara perlahan sembari melangkah ke arah halte bis kota. Sesampainya di sana aku mengeluarkan ponselku lalu mengecek apakah ada e-mail yang masuk darinya. Ah, sepertinya aku kurang beruntung. Tidak ada satu notifikasi pun yang tertera di layar ponselku. Aku memasukkan kembali ponselku ke dalam tas dan melangkah masuk ke dalam bis kota yang sudah tiba tiga puluh detik yang lalu.

*****

"Bunda, selama aku di kampus tadi ada yang telepon ke rumah gak?" Aku melangkah menuju dapur menghampiri Bunda yang sedang membuat kue.

"Ada." Jawab Bunda dengan tatapan yang masih terpaku ke adonan kuenya.

Aku menatap wajah Bunda lekat-lekat. Berharap kalau yang menelepon tadi adalah dia. "Siapa, Bun?"

"Wali kelasnya Taufan. Bicarain tentang rapat wali murid sabtu besok." Bunda masih asyik dengan adonannya. Diambilnya ekstrak vanili lalu ditaburinya secara perlahan ke dalam adonan itu. Sedangkan aku mengerucutkan bibirku pertanda aku kecewa. Kenapa dia gak telepon ya?

"Emm, Bunda?"

"Iya?"

"Aul gak pernah telepon lagi ya? Jasmin selalu nungguin telepon dan e-mail dari dia lho Bun." Aku mengatakannya dengan nada yang sedikit kesal. Namun Bunda hanya diam termenung mendengar perkataanku tadi.

"Bunda" Aku memanggil Bunda dengan suara pelan. Mata Bunda menatapku dengan lekat. Ada rahasia yang tersembunyi dalam manik mata Bunda dan aku tak dapat memecahkan rahasia itu.

*****

Setelah selesai mengerjakan tugas, aku meraih ponsel yang tergeletak di atas tempat tidur lalu membuka e-mail. Mataku membulat ketika melihat ada pesan masuk dari dia. Aku mengerjapkan mata beberapa kali lalu aku menyubit lenganku sendiri sampai aku berteriak kesakitan. Ini bukan mimpi! Dengan cepat aku membuka pesan darinya.

Aulgadd12: Hai, Banda Aceh. Bagaimana harimu? Aku merindukanmu. Peluk hangat dari Italia.

Pipiku bersemu merah. Aku tak menyangka kalau diriku akan mendapatkan pesan semanis ini! Aku mengetikkan balasan untuk Aul lalu tersenyum sendiri setelah aku menekan tombol kirim.

Jasmin78: Hai, Italia! Hariku hampir tidak baik-baik saja. Aku kecewa karena kamu lama sekali tidak mengirimiku pesan. Aku khawatir, Aul! Tetapi sekarang aku senang kok. Pesan darimu mampu menghilangkan rasa kecewaku. Oh ya, bagaimana harimu di Italia? Kapan kamu akan pulang, Aul? Sudah dua tahun lamanya kamu meninggalkan Kota Serambi Mekkah. Kalau kamu pulang jangan lupa bawakan aku menara pisa sungguhan ya! Kan aku sudah menitipkannya kepadamu sejak kamu berangkat dua tahun lalu. Tolong balas pesan ini secepatnya ya Aul! Aku benar-benar rindu kamu :)

Tak perlu menunggu lama, ponselku bergetar lagi. Pesan dari Aul muncul di layar notifikasi. Aku membukanya dengan cepat. Tak sabar ingin membaca respon yang Aul berikan ketika membaca ocehanku.

Aulgadd12: Sepertinya aku tidak akan kembali ke Banda Aceh lagi, Jasmin. Tuhan menakdirkan aku untuk tetap di Italia.

Hanya itu saja balasan dari Aul. Aku semakin jengkel dan kesal kepada Aul. Aku sedang tidak dipermainkan, kan? Dengan cepat aku mengetikkan balasanku. Aku tidak mau membuat Aul menunggu.

Jasmin78: Bagaimanapun caranya, aku akan terus berusaha untuk bertemu dengan kamu! Dengan cara apapun akan aku tempuh, Aul! Kalau nanti aku harus ke Italia naik unta untuk bertemu denganmu, aku rela!

Satu jam, dua jam, hingga empat jam berlalu. Tidak ada lagi balasan dari Aul. Aku memutuskan untuk mematikan ponsel dan bergegas tidur. Semoga kita berjumpa di mimpi, Aul!

Fragmen RasaWhere stories live. Discover now