24. Friends?

510 153 19
                                    

"Hi, Jo. It's been a while since we met last time. How are you?" Suara yang sudah lama tidak Jovita dengar, kini kembali dapat Jovita dengar.

Jovita yang tadinya menunduk karena memang menghindari kontak mata dengan Daniel pada akhirnya menatap lawan bicaranya, "Hi, Niel. As you see, I'm... fine! Kamu juga baik, kan?" Jovita berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlihat canggung dihadapan Daniel, tapi sepertinya ia tidak pintar berakting.

Jovita dan Daniel dipertemukan di acara penghargaan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tentu saja Jovita terkejut saat melihat sosok Daniel beserta timnya yang ternyata juga akan menerima penghargaan. Maka dari itu, daritadi Jovita berusaha mengarahkan pandangannya ke arah manapun kecuali ke arah Daniel.

Ini tidak hanya canggung untuk mereka berdua, melainkan untuk timnya masing-masing. Batalnya pertunangan mereka tentu sudah menyebarluas di kantornya masing-masing, sehingga membuat rekan tim mereka bingung untuk bereaksi. Tentu tidak jarang dari mereka yang saling menyenggol teman disampingnya karena kepo dengan keberlanjutan hubungan antara Jovita dengan Daniel, apakah masih berhubungan baik atau bersikap seperti orang yang tidak pernah saling kenal satu sama lain.

Dan ketika Daniel menghampiri Jovita, bisik-bisik mulai terdengar di area acara. Ingin tahu apa yang Daniel dan Jovita bicarakan, berusaha membaca dari raut wajah satu sama lain ketika sebenarnya yang mereka dapatkan juga bukan jawaban pasti.

"I think they're still cool with each other"

"Ah nggak ah kayaknya, pasti mereka pura-pura fine karena ada banyak mata yang ngeliat."

Kira-kira seperti itulah perbincangan yang terjadi di kalangan tim satu sama lain.

Daniel tersenyum ketika Jovita menebak bahwa dirinya terlihat baik-baik saja, ia menggelengkan kepalanya, "I miss someone so bad." Daniel menatap Jovita intens yang membuat Jovita salah tingkah.

Jovita mengedarkan pandangannya ke segala arah, bingung harus bereaksi apa. "Acaranya udah mau mulai." Jovita yang melihat kehadiran MC langsung mengambil kesempatan itu untuk mengalihkan pembicaraan. Ia pun mengisyaratkan Daniel untuk kembali ke meja masing-masing.

"Jo, can we talk after this?" Daniel menghentikan langkah Jovita yang berjalan menuju ke arah mejanya.

Jovita tidak langsung menoleh kepada Daniel, ia berpikir sejenak sebelum akhirnya menghadap Daniel untuk memberikan anggukan setuju kepadanya.

.

.

.

"Congrats for your successful project too. Dan makasih untuk yang kemarin." Jovita melegakan tenggorokannya yang terasa kering dengan dehamannya.

Ini amat canggung. Sekarang, mereka berdua sedang duduk di sebuah café dengan minuman yang mereka pesan. Sudah cukup lama mereka tidak duduk berdua seperti ini.

"Jo, maaf..." Tatapan sendu Daniel tergambar jelas diwajahnya.

"Kok maaf sih? Kan aku ngasih selamat!" Sudah tahu tidak pandai berpura-pura, tapi Jovita masih saja berakting seperti orang bodoh yang tidak mengerti dengan ucapan Daniel barusan.

Daniel tersenyum miring, "Karena aku benar-benar menyesal telah menyakiti orang yang amat menyayangi aku."

Jovita menggigit bibir bawahnya, menahan agar air matanya tidak keluar. Ia memainkan cangkir minumannya, "Regret never sounds great, right? Itu semua udah berlalu, Niel. Nggak usah diungkit lagi. Lagian ini semua bukan sepenuhnya salah kamu kok. Kita berdua sama-sama salah. Mungkin memang ini yang terbaik untuk kita. Jadi, please jangan bahas ini lagi, ya?" Jovita terdengar memohon kepada Daniel. Ia tidak mau terus mengungkit masa yang sudah berlalu.

Daniel mengangguk tanda setuju, "But can we still be friend? It hurts when you ignore my calls and messages."

Jovita sempat ragu, tapi karena ia yang sudah memutuskan untuk tidak mengungkit masa lalu, maka secara mantap ia mengganggukkan kepalanya. Tidak ada salahnya kan berteman dengan mantan tunangan?

"Kamu masih pakai ini?" Daniel meraih phone chain yang dulu ia berikan kepada Jovita.

Jovita berdeham, "Nggak boleh? Ya udah aku copot-"

"Jangan!" Daniel setengah berteriak karena takut Jovita benar-benar akan melepaskan phone chain-nya.

Jovita tersenyum senang melihat Daniel ketakutan seperti ini hanya karena aksi kecilnya. Padahal kalau orang lihat, akan tampak jelas kalau Jovita hanya menggertak saja.

"Jo, I'm glad that you still use 'aku' 'kamu' to me. Walaupun udah nggak bisa denger kata 'mas' dari kamu lagi..." Daniel menyunggingkan senyumnya, "I think it's enough for now."

Jovita dibuat mengernyit dengan kalimat terakhir Daniel, 'for now'?

"Oh iya, Jo."

Daniel membuyarkan lamunan Jovita yang sedang menebak apa maksud kata 'for now' yang diucapkan oleh Daniel, "Ya?"

"Sabtu depan ulang tahun mama." Daniel menjeda ucapannya dengan menggaruk puncak kepalanya, "Kamu bisa dateng ke rumah nggak buat rayain kecil-kecilan. Eh, tapi kalau kamu nggak bisa gapapa." Daniel tidak ingin seperti orang yang memaksa Jovita. Ia tahu kalau status Jovita sekarang sudah bukan lagi tunangannya, tapi bagaimanapun Renata sudah cukup dekat dengan Jovita, jadi Daniel ingin memberi kejutan kecil untuk mamanya dengan kehadiran Jovita.

"Oh ya! Boleh boleh, udah lama juga nggak ketemu ma-tante Renata." Jovita yang sudah terbiasa memanggil Renata dengan sebutan mama, langsung meralat ucapannya.

Sebenarnya Jovita masih cukup sering berhubungan dengan Renata via online dan ia masih memanggil Renata dengan sebutan 'mama' karena Renata yang memintanya. Tapi kalau dihadapan Daniel, rasanya agak aneh jika dirinya masih menyebut Renata dengan sebutan 'mama'.

"You can still call her 'mama', Jo. She's really happy when you call her like that. Dia sudah menganggap kamu sebagai anaknya." Daniel senang karena Jovita langsung setuju tanpa merasa keberatan sedikitpun. Ia tahu kalau Renata masih cukup sering berhubungan dengan Jovita karena ya hampir setiap hari juga Renata cerita kepada Daniel mengenai Jovita.

Walaupun ada keraguan, tapi akhirnya ia menganggukan kepalanya.

"Nanti aku antar kamu pulang ya?" Daniel kembali melontarkan perkataan yang tidak terduga oleh Jovita.

"Nggak usah, aku bisa naik-"

"As a friend, can't I?"

Jovita merasa aneh dengan sikap Daniel yang seperti ini. Karena melihat raut wajah Daniel yang terlihat memohon seperti itu, dan karena kesepakatan untuk menjalin pertemanan, maka Jovita setuju dengan tawaran Daniel untuk mengantarkannya pulang ke rumah.

.

.

.

.

.

Jadi temen aja ato gimana nih? Hehe

17 Desember 2018

When Worst Become BestWhere stories live. Discover now