OMG, SERIOUSLY?!!

22 1 0
                                    

BRUK!

"I am so sorry," ujarku berpamitan tanpa memberikan penjelasan apapun.

Aku rasa tabrakan kecil tadi bukanlah penyebab ucapan sumpah serapah yang baru saja ia lontarkan, melainkan minimnya sopan santun yang seharusnya aku berikan. Beberapa nama hewan selang-seling terucap dari mulutnya. Berlari di sepanjang lorong penuh dengan mahasiswa ini membuat dadaku sesak. Belum ditambah dengan segerombolan murid yang baru saja keluar dari ruangan di sampingku.

Hah, yang benar saja, ini belum saatnya makan siang tapi tumpahan saus kacang menghiasi sweater merah mudaku. Ujung sikuku terlihat kotor dan menjijikkan. Mungkin akibat menyebrangi lautan mahasiswa tadi, pikirku sesaat. Tidak ada waktu untuk membersihkannya. Aku melanjutkan pencarian, menelusuri setiap inchi yang bisa kujangkau. Mencari keberadaan Kay sebenarnya bukanlah perkara sulit jika Carol mau menemani. Tapi ia harus pergi ke dokter, mencabut salah satu giginya yang kemarin aku temukan menghitam saat ia tertawa lebar akan gurauanku tentang dirinya. Sudahlah, tak ada gunanya memikirkan Carol. Menemukan Kay merupakan prioritas pertamaku. Kalau saja bukan karena ucapan Mr. Evans, aku tidak akan kalang kabut seperti sekarang ini. Baru beberapa hari lalu aku melakukan assessment pertamaku bersamanya. Dan, banyak hal yang kudapatkan, termasuk tingkah bodohku yang ingin mengerjakan tugas kelompok sendirian. Ia mengatakan itu akan mengancam nilaiku, lebih jauh lagi, beasiswaku. Aku akan diaggap sebagai seorang perempuan individualis, egois, dan mementingkan diri sendiri. Belum lagi jika Mr. Stanford tahu akan hal ini, E akan menjadi huruf yang menghantui hasil akademikku.

DUNG!

Keriuhan terdengar dari lapangan basket, disambut tepuk tangan penonton dan sorak sorai sekumpulan wanita di sayap kiri. Bola berwarna jingga itu tampak memutari ring satu putaran penuh, hingga akhirnya menyerah pada gaya gravitasi bumi dengan terjun bebas pada lingkaran itu. Penonton berdiri meneriakkan nama yang kucari berkali-kali. Cheerleaders yang entah datang dari mana kini meneriakkan yel-yelnya, suara cempreng nya benar-benar mengganggu telingaku. Aku melangkah menuju lapangan, namun langkahku terhenti.

Bagaimana jika keberadaanku sekarang hanya akan mengganggu konsentrasinya? Aku tak ingin tingkah bodohku menghampiri dirinya saat tengah bermain malah mengacaukan tugas ini. Kulihat jam lapangan. Beberapa menit pertandingan akan segera berakhir. Ada baiknya aku menunggu hingga saat itu tiba.

Aku duduk di depan ruang ganti lelaki. Mengamati pertandingan dari kejauhan. Walau terhalang dinding kaca, tapi sorak-sorai penonton begitu jelas terdengar yang tak lain dan tak bukan menyemangati Kay. Tak bisa dipungkiri, ia begitu mahir dalam berolahraga. Setidaknya laga di depanku ini lebih dari cukup sebagai bukti. Ia begitu tangkas dan mempunyai skill yang dapat mengelabui lawan mainnya. Postur jangkungnya membantu jangkauannya meraih ring bola. Begitu pula dengan tim nya. Teamwork nya benar-benar sempurna. Aku harap hal yang sama juga terjadi pada tugasku, bukan, tugas kita.

TIT TIT TIT!

Pertandingan berakhir. Tim Kay memenangkan pertandingan. Sepertinya mereka tidak memberikan peluang sedikitpun. Unggul 51-6 dari Tim Hogwarts bukan perkara sulit bagi Kay dan teman-temannya. Semua orang bergerumul mendekati mereka. High-five bertebaran dimana-mana. Kegembiraan tampak jelas menyelimuti mereka. Tapi tidak dengan Kay. Dia sama sekali tidak bahagia. Jangankan tertawa, tersenyum pun tidak. Bahkan, ia tidak menghiraukan high-five yang diberikan oleh timnya. Ia berjalan ke sisi kanan lapangan, mengambil tas dan sebotol air minum sebelum akhirnya keluar dari lapangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Come Back to ManhattanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang