Part 24 : Pamit

7.2K 195 18
                                    

Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, akhirnya aku dan Rifal tiba juga di kost-an. Rifal langsung turun dari jok motorku, lalu dia segera membuka pintu kost-an dan memasukinya. Sementara aku memarkirkan motorku terlebih dulu di garasi.

Saat aku memasuki ruang kamar, aku melihat Rifal sudah rebahan di atas kasur, dia membuka bajunya dan membiarkan dadanya yang bidang terbuka lebar. Matanya terpejam dengan formasi tangan rileks dan direntangkan sepanjang ukuran kasur. Dia tampak kelelahan dan aku membiarkan dia beristirahat.

Aku perlahan mencopot baju dan celanaku, lalu menggantinya dengan selembar handuk. Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badanku yang terasa lengket. Beberapa menit waktu berlalu, aku sudah menyelesaikan kegiatan siramanku. Tubuhku juga sudah terasa bugar kembali, aku segera keluar dari kamar yang sejatinya sering membuatku berlama-lama di dalamnya. Untuk melakukan hal-hal yang agak cabul hanya untuk mendapatkan kesenangan pribadi (baca: berimajinasi tingkat tinggi).

Pas aku keluar.

Aku sedikit tersentak kaget, ketika melihat Rifal sedang sibuk mengemasi barang-barangnya, lalu dimasukan ke kantong tas ranselnya yang berukuran gede. Aku terus memperhatikan dia, aku bingung dan heran, karena apa yang dilakukan Rifal ini seperti orang yang hendak pindahan.

‘’Rifal... apa yang sedang kamu lakukan?’’ tanyaku dengan mengernyitkan dahiku. Namun Rifal tidak langsung menjawab dia tetap merapikan dan membungkus satu per satu barang miliknya.

‘’Rifal... jangan bilang kalau kamu mau pergi dari sini, ya!" lanjutku masih mengira-ngira karena tidak mengerti.

Rifal mendongak ke arahku, matanya yang bening itu menatapku dengan pandangan berbinar. Bibirnya tersungging menunjukan sesuatu yang tak kupahami. Dia perlahan bangkit dari jongkoknya dan berjalan mendekati aku.

‘’Iqbal... maafkan aku, ya... karena aku harus pergi dari sini...’’ tutur Rifal dengan suara pelan dan lembut.

‘’Hah... Kamu mau pergi ke mana, Fal?’’

‘’Aku mau pulang ke Garut.’’’

‘’Apa? Kenapa begitu mendadak?’’

‘’Sorry... Aku belum sempat ngomong sama kamu. Kalau aku sebenarnya hari ini adalah hari terakhir aku bekerja.’’

‘’Maksudnya?"

‘’Aku risign...’’

‘’Kenapa risign, Fal... ada masalah apa?’’

‘’Tidak ada masalah apa-apa, Bro... Aku hanya pengen pulang kampung aja, dan kebetulan di kampung ada sesuatu pekerjaan yang harus aku selesaikan."

Aku jadi terbengong mendengar penjelasan Rifal, badanku mendadak lemes, karena tidak percaya dengan perkataannya itu. Aku bener-bener takut akan kehilangan dia.

‘’Aku tahu... ini akan mengejutkanmu, Bal... makanya tadi aku ajak kamu jalan-jalan dan makan bersama. Karena sejujurnya aku sangat berat sekali meninggalkan kamu...’’

‘’Rifal....’’ Tanpa sadar aku memeluk tubuh Rifal dengan sangat erat. Air mataku juga tiba-tiba mengalir deras tak terbendung lagi, bagai air hujan yang turun dari langit.

‘’Aku pasti akan sangat merindukanmu,‘’ bisikkku di kuping Rifal, dan cowok tampan ini hanya mengangguk perlahan.

‘’Jangan khawatir, Bal... Aku pasti akan selalu mengabari keadaan aku ke kamu...’’

Aku bergeming.

‘’Aku janji, aku bakal sering BBM kamu. SMS kamu, bahkan mungkin telepon kamu. Karena kamu adalah sahabatku. Saudaraku. You Are My Best Friend!'’

Entah kenapa tangis kami menjadi pecah tak tertahankan. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, hanya linangan air mata yang membanjiri kedua pipiku. Aku tidak bisa membayangkan bila seandainya hari-hariku tanpa ada kehadiran Rifal. Dia yang selama ini menjadi sahabatku dan salah satu bagian dari keluargaku di sini. Di kost-an yang penuh kenangan. Aku dan Rifal menangis tersedu-sedu.

I LOVE U, BRO! (Kasih Tak Lurus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang