Bagian Tiga (Selesai)

52 7 2
                                    

Ada suara ombak yang selalu Krystal dengar ketika membuka matanya. Suara itu datang dari pantai yang tak jauh jaraknya. Saat pagi suara ombak selalu terdengar lebih marah. Saat malam ia seperti lagu pengantar tidur. Krystal selalu mendengarnya hingga ia merasa bisa bercengkrama dengan ombak. Itu adalah pertanda kesunyian yang ia jalani selama ini.

Jika ia membuka jendela kamarnya, asin dari garam lautan yang terbawa angin akan terasa. Rasa itu seolah berbicara padanya bahwa ia masih hidup dan dunia masih bernapas. Waktu berlari seperti kuda yang ketakutan. Tidak menceritakan apa yang tertinggal di balik punggungnya.

Pada lautan lah Krystal bertanya. Sudah berapa lama ia tinggal di rumah itu? Rumah kayu berlantai dua yang berdiri kokoh di pinggir pantai. Ia terpenjara, terasingkan, dan kesepian.

Jiwanya mengering seiring kesepiannya.

Ah, harus berapa lama lagi ia terpenjara dalam kehampaan? Pikirnya di suatu malam tak berangin. Udara panas yang tidak wajar menyelimuti malam itu. Seakan memberi sebuah harapan dari kehidupan yang statis. Seakan matahari yang cahayanya membiru kembali menjadi jingga.

Mungkin itulah yang ia inginkan, sebuah harapan kosong yang membuatnya tetap hidup sendirian. Menunggu apa yang tidak ia tahu harfiahnya.

Krystal.

Setidaknya pasir pantai yang ditempa matahari masih mengingatkannya pada nama yang tidak terucap dari bibir orang lain lagi. Itu berkilau, tak tersentuh dan sangat indah.

Adakah seseorang yang akan memanggil namanya lagi? Saat orang itu datang, mungkin Krystal akan melupakan penderitaannya. Saat orang itu datang mungkin Krystal akan kembali pada kehidupan yang sebenarnya. Saat orang itu datang, mungkin saja kebenaran yang tidak pernah terungkap akan ia ketahui.

Alasan mengapa ia tiba-tiba berada di tempat asing, di rumah pinggir pantai yang di jendelanya tergantung hiasan kerang berwarna merah muda. Alasan mengapa meskipun ia menghitung hari dan bertahun-tahun berlalu ia tetap merasa sama. Sosok seorang wanita si awal umur dua puluh yang tidak menua. Alasan mengapa hal terakhir yang ia ingat adalah seseorang bernama Kayala.

***
Kayala adalah apa yang disebut kemutlakan. Kerusakan absolut yang tak mungkin dihindari. Jutaan waktu jutaan nyawa atas dunia telah ia hancurkan. Dari awal tujuan hidupnya hanyalah kehancuran. Dewa kematian yang tak pernah dipuja namun namanya terus terngiang di setiap telinga manusia. Manusia takut padanya namun tak tahu bagaimana dewa itu harus dipuja. Bukan karena bodoh dan tak mau belajar tata krama namun karena tiada ilmunya. Tidak ada cara untuk memuja Kayala.

Dari awal tujuan hidupnya hanyalah kehancuran. Dari awal......

Tentu saja semuanya berubah saat rambut keperakan seorang ksatria yang menantangnya tergerai.

Sudahkah ia menyebutkan betapa indahnya manusia itu?

Pertama kali dalam hidupnya yang panjang, ia menginginkan lebih dari kehancuran.

Maka hilanglah nafsu menghancurkan wanita itu, ia malah ingin memilikinya. Perak yang berkilau meski basah kuyup oleh badai, tatapan mata yang menginginkan kehidupan, lutut yang bergetar ketakutan, semua itu akan jadi miliknya.

Tanpa sadar Kayala mengirim ksatria itu jauh ke ujung cakrawala. Dimana samudera terbentang luas tanda ujung dunia. Meninggalkannya di sebuah rumah tua yang akan kokoh meski ombak menerjang. Sambil mengikrarkan janji yang tidak terucap di dadanya ia kembali pada kehancuran.

Aku pasti akan datang, entah butuh berapa lama. Meskipun kau hampir gila karena kesepian, aku akan tetap datang padamu dan menyebut namamu.

Krystal...

Hari Terakhir [COMPLETED]Where stories live. Discover now