Adikku

64 0 0
                                    


Setetes embun di negerti khurasan update lagi nih. 

Monggo mampir dibaca.

******

"Kaaaak"

Pintu kamarku terbuka kasar. Menyentakkan lamunanku. Aku tau siapa yang datang. Siapa lagi? Kalau bukan adik ku. Arian. Aku kenal dan faham sekali dengan tingkah lakunya. Tidak mungkin ada orang selain arian yang berani menerobos masuk ke kamarku seperti itu. Tanpa mengucapkan salam. Kebiasaan buruknya. Benar saja. itu memang arian.

"Kak aina"

"Ada apa?"

"Kakak lagi ngapain? Kakak jadi berangkat yah? Kenapa tidak berbenah? Bersiap-siap?"

Pertanyaan konyol. Siapa juga yang ingin cepat-cepat mempersiapkan semuanya. Memangnya aku suka dengan keberangkatan ini. Aku tidak menyuarakan kalimat ini, tergantung di langit-langit mulutku. Dan keluar dengan kalimat yang berbeda.

"Belum, lagi malas"

"Perlu ian bantu" tawarnya sembari duduk di sebelah ku.

"Tidak. Kakak bisa sendiri?"

"Benarkah? Baiklah. Ian hanya menawari sekali lho kak. Tidak berulang kali. Hanya kali ini ian menawari membantu kakak?"

"Kau sudah menawari dua kali, dengan yang kau sebut barusan ian?

Arian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Tersenyum kalah melihat ku. Salah tingkah bahwa sebenarnya dia juga tidak ingin keberangkatanku. Tapi dia bisa apa? Dia tak punya daya untuk menentang kehendak ayah. Terlalu malu untuk mengatakan jangan berpisah jauh darinya. Aku mengerti itu. Aku bisa membacanya dari raut wajah.

"O iaa kak. Tadi ditengah jalan mau pulang. Ian ketemu kak haikal. Terus dia bilang, kakak jadi berangkat ya? Ian bilang aja, belum pasti. Soalnya ian emang gak tau kebenarannya. Tapi sekarang ian tau. Udah pasti. Jujur saja kak. Ian pasti bakalan kesepian"

Hebat sekali adik ku yang satu ini banting setir pembicaraan. Kemudian membalikkan nya lagi kepembicaraan awal. Akhirnya, dia mengaku juga.

"Terus waktu ian bilang belum pasti, apa taggapan haikal?"

"Samar-samar sih ian dengar "baguslah". Memangnya kenapa kak?

"Gak papa kok. Denger ya an. Ian gak bakalan kesepian kalau kakak udah berangkat. Ian bisa telfon kakak kapan saja ian mau. Dan ponsel kakak yang disini buat ian. Kakak kan gak boleh bawa ponsel di asrama. Jadi ian boleh pakai apa saja yang ian butuhkan di kamar kakak. Tapi ingat, kakak cuman kasih ian ponsel ini. Selebihnya nggak. Ian cuman boleh pinjam. Dan itu pun gak boleh sampai lecet. Harus dijaga baik-baik. Terutama novel-novel kakak. Ngerti kan?"

Ian cemberut mendengar pernyataan ku.

"Yaaah kakak. Komputernya buat ian juga dong"

"Gaaak, kalau ian mau main, ian tinggal kekamar kakak aja. Kan gak repot"

Ian tidak mengangguk, juga tidak membantah. Entahlah apa yang dipikirkan nya sekarang.

"Tapi kak, ian bingung ni, kenapa kak haikal bilang bagus, sewaktu ian bilang kakak belum pasti. Atau jangan-jangan, kakak pacaran ya ama kak haikal?"

Dia banting setir pembicaraan lagi.

"Gak mungkinlah, kita itu cuman temen deket an. Emang sih, kemarin dia ngungkapin perasaannya ma kakak. Jangan ketawa! tapi kakak tolak, kakak bilang, kakak gak mau merusak jalinan persahabatan yang sudah lama kita bangun"

Ian ber ooh panjang, menyarankan kami agar berpacaran saja. karna dia menyukai haikal. Tentu saja dia menyarankannya. Dia bilang, dia akan merekomendasikan kak haikal sebagi kakak iparnya kepada ayah dan ibu. Tentu saja aku refleks menjitaknya. Enak saja. dia merekomendasikan hal seperti ini kepada ayah dan ibu, ini bukan lelucon.

"Auuh, sakit tau kak"

"Kau pikir ini lelucon?"

"Ian tidak berpikir ini lelucon kak. Ian serius dengan yang ian ucapkan. Ayah ibu juga menyukai kak haikal kan selama ini. Lagi pula kita kan sudah tau dengan latar belakang kak haikal? Apa salahnya?"

"Jangan pernah memikirkan hal ini lagi ian, apa lagi membicarakannya dengan ayah dan ibu. Jalan kakak masih panjang. Kakak punya impian-impian yang ingin kakak kejar. Dan kau, belum saatnya memikirkan hal seperti ini. Terlalu kecil. Ingat!!!"

"Tapi kak, apa salahnya mempertimbangkan saran ian?"

"Ian, pleaseeee, jangan sebut hal ini lagi"

"Baiklah kak, ian mengerti"

"Kan pinteeer, jadi anak tu jangan nyolot banget sayang. Kakak suka ian seperti ini"

"Baiklah kak, tapi sepertinya ian akan tetap merekomendasikan hal ini kepada ayah dan ibu"

Saat aku ingin menjitaknya, dia sudah berada di luar kamar ku. Bersandar di pintu dengan tangan berlipat di dada. Tersenyum dengan polosnya.

"Ian akan tetap merekomendasikannya kak. Daaah kakak"

Sembari melambaikan tangannya setengah dada dan berlalu dari hadapan kamar, arian menghilang dari pandanganku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 17, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Setetes Embun di Negeri KhurasanWhere stories live. Discover now