"Ah, tapi sudah lama tidak bertemu dia. Bagaimana kabarnya, ya? Setelah kejadian waktu itu?"

Seokjin meletakkan lagi botol soju ke atas meja dan suasana berubah hening. "Dia punya segalanya kecuali keberuntungan soal cinta, tapi hatinya sangat besar, kau tahu? Atas keputusan yang dia ambil."

"Kalau aku jadi dia, pasti sudah masa bodoh," kata Yoongi, lalu meneguk habis isi gelasnya.

"Yah, mungkin kali ini kau bisa bantu dia sedikit. Siapa tahu cocok dengan Hanna. Kau, kan tahu Jimin itu sibuknya seperti apa. Terlebih tidak ada asisten, dia bisa kalang kabut."

Yoongi mengangguk pelan. "Baiklah. Akan kucoba."

Di malam yang sama, Yoongi beranikan diri juga menelepon Park Jimin. Bukannya mereka punya masalah hingga harus merasa canggung untuk saling menghubungi atau bagaimana, Yoongi hanya tak enak kalau harus meminta tolong soal ini. Tak dipungkiri, bahwa kemungkinan besar Jimin meng'iya'kan permintaannya tanpa pikir panjang. Jimin tidak pernah bertemu Hanna secara langsung karena gadis itu belajar di sekolah khusus wanita. Meski begitu bukan berarti nama Min Hanna, anak pertama dari istri kedua ayahnya tidak pernah disebut.

"Oh, Hyung! Yoongi Hyung! Apa kabarmu? Ya Tuhan, sudah berapa lama kita tidak bertemu?"

Yoongi tertawa canggung. Jimin masih terdengar sama, seolah semua badai yang menerpa sama sekali tidak menggoyahkan sehelai daunnya. "Aku baik. Kau apa kabar?"

"Baik, baik. Luar biasa. Hyung kapan main ke sini? Kita masih di satu kota seperti terpisah negara saja. Berkunjunglah sesekali."

"Kau itu yang kelewat sibuk." Yoongi lalu mendengar kekehan pelan Jimin. "Bagaimana kabar Abel?"

"Luar biasa sekali. Kami berdua sungguh baik-baik saja, kok. Jangan khawatir."

Yoongi merasa sudah tidak sanggup basa-basi, jadi dia berdeham. "Em, Jimin-ah. Kudengar dari Seokjin kau sedang butuh asisten baru, ya?"

"Wah, kabar cepat tersebar. Yep, benar sekali. Asistenku yang sebelumnya mendadak sakit, didiagnosis dan kondisinya serius. Harus segera dirawat. Aku sudah sarankan agar dia mengambil cuti saja tapi dia setuju pada suami dan keluarganya kalau dia tidak usah bekerja lagi. Sangat mendadak, baru minggu kemarin."

"Ah, pasti sedikit menyusahkan, ya. Omong-omong, ingat Hanna tidak?"

"Min Hanna? Adikmu?"

Yoongi cukup kaget karena Jimin masih ingat. "Kukira kau sudah lupa. Iya, Hanna yang itu. Aku langsung saja, ya. Kebetulan dia juga sedang mencari pekerjaan. Sudah dua tahun ini dia menganggur. Agak kelamaan, sih tapi bisa kupastikan dengan sedikit bimbingan dia bisa bekerja dengan baik."

Yoongi menanti-nanti cemas. Namun di hati kecilnya dia tahu itu tidak perlu karena detik berikutnya Jimin berseru semangat.

"Woah, Hyung! Itu kabar baik! Suruh saja dia ke sini besok, supaya bisa bertemu langsung denganku."

Setelah berbincang sedikit lebih lama dan berterima kasih, Yoongi memutus panggilan dan bernapas lega. Dia lalu mengetuk pintu kamar Hanna. Gadis itu keluar menggunakan piyama putih dan masker yang membuatnya terlihat seperti hantu. Untung Yoongi sudah terbiasa melihat kelakuan adiknya itu dan merespon cuek.

"Kau berhutang padaku, Hanna. Pergilah ke alamat ini besok," kata Yoongi sembari menyodorkan secarik kertas. "Pakai pakaian bagus, dandan yang cantik dan rapi, buat dirimu semenarik mungkin tapi jangan sampai terlihat norak. Jaga nama baikku, kau dengar itu?"

Hanna membaca alamat dan nama perusahaan yang tertera di kartu nama berkali-kali, mengira dia salah baca. Hanna menatap Yoongi dengan mata membelalak. "Kau gila, ya? Park Jimin? Park Jimin pemilik GoldenCloud Group?"

"Yep."

"GoldenCloud?!"

"Yep."

"Ya, Tuhan."

"Sudah, ya. Jimin itu sahabatku. Baik-baik padanya dan jangan buat aku malu."

Hanna masih berdiri mematung di tempat bahkan setelah Yoongi pergi. Hanna tidak asing dengan nama perusahaan-perusahaan besar di Korea. Dia tahu cukup banyak, karena semasa kuliah mengambil jurusan bisnis, nama mereka seringkali disebut-sebut, termasuk GoldenCloud.

Namun tentu saja, bukan hanya segala hal fantastis tentang perusahaan itu yang membuat Hanna tidak percaya. Hanna belum pernah bertemu langsung dengan Park Jimin, namun desas-desus tentangnya sering terdengar. Hanna sering melihatnya di televisi, koran, atau sekadar iseng memasukkan namanya di mesin pencarian.

Park Jimin ini benar-benar pewaris tahta kaya raya yang super sexy.

[]

status | slow rewriting (unclear schedule)
first writing | November 7th, 2018
finished | January 16th, 2019

Edenic {✓} SUDAH TERBITOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz