2_Puluh

7.3K 763 65
                                    

"satu porsi salad buah!" teriak ku setelah mencatat pesanan dari salah satu pelanggan, di cafe tempatku bekerja.

"satu porsi salad buah sudah siap," Arjun pria tampan dari India tersenyum setelah meletakkan piring berisi kumpulan buah dengan  siraman saus di hadapanku.

"terimakasih," aku membalas tersenyum sebelum melesat jauh dan meletakkan pesanan pelanggan tadi lalu kembali menyelinap mencatat pesanan-pesanan lain.

Aku, bekerja di cafe lain milik Nara ini sudah setahun lamanya, setelah kejadian 'itu' hari dimana Nara hampir saja membunuh William sejak saat itu pulalah aku Tidak pernah bertemu dengan pria itu. Dan aku menghabiskan masa setahun belakangan untuk menyembuhkan hatiku.

William? Entahlah, aku masih berharap tidak bertemu dia lagi.

Nara? Dia menyatakan cintanya padaku, tapi aku meminta dia menilik lagi isi hatinya. Yang ia rasakan itu benar cinta, atau rasa melindungi sebagai kakak? Karena satu-satunya orang yang sangat ku sayangi adalah dia, Aku sungguh tidak ingin merusak hubungan kami hanya demi perasaan sentimentil seperti cinta.

Kami lebih pantas disebut adik dan kakak dari pada sepasang kekasih.

FLASH BACK

Aku menatap ngeri pada linggis yang di genggam erat oleh Nara. Dari mana pria itu mendapatkan benda tajam seperti linggis di apartemen William yang terbilang mewah ini?

Astaga!!!! Nara tidak akan membunuh William kan? Jangan! Aku mohon, jangan jadi pembunuh!!!

Aku sungguh ingin berteriak. Tapi demi Tuhan!!! suaraku tak kunjung keluar "jangan," lirih, amat sangat lirih. Aku berdoa dalam hati berharap pria itu mendengarku "jangan Nara,"

Dan secara ajaib Tangan Nara melayang di udara. Aku bersyukur ia mampu mendengar suaraku meski aku tak yakin itu benar-benar suara atau sekedar gumaman.

Aku menggeleng "jangan kotor tanganmu, bawa saja aku pergi dari sini."

Sejurus kemudian linggis di tangan pria itu terlepas jauh. Aku menghembuskan napas lega sekaligus melirik William. Pria itu terengah lalu merebahkan tubuhnya diam menatap langit-langit kamar. Sungguh atu tidak mengerti dan tidak bisa membaca apa yang ada dipikiran pria itu. Yang pasti. Aku takut padanya. Seberapa menit yang lalu, aku tidak mengenal William yang selama ini menjadi atasan berikut pula pria yang pernah menghamiliku.

, tubuhku berayun dalam gendongan Nara setelah sebelumnya pria itu membungkus tubuh berpakaian tak terbentukku dengan selimut.

Sesampainya di rumah Nara, aku berlari memasuki kamar dan mengunci diriku disana. Menangis sekeras mungkin.

"aku tidak akan memintamu untuk keluar," itu adalah suara Nara dari balik pintu kamarku "tapi berjanjilah jangan melakukan hal bodoh seperti," ada jeda dan aku menunggu "bunuh diri," imbuhnya kemudian.

Dalam sela tangis yang sudah mulai Mereda Karena lelah, aku masih bisa mendengar Nara berceloteh diposisi yang Sama_pintu kamarku.

"aku akan disini menemanimu," ujar pria itu.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

"jadi?" Nara menaikkan alisnya saat menanti jawaban dariku, ah... Ku pikir hanya wanita saja yang suka memaksa. Ternyata pria bernama Nara juga hobi sekali memaksa. Sialan!

"aku tidak tertarik menemani date mu itu, akan seperti kambing congek kalau aku ikut!" aku mengerang. Yang benar saja, untuk apa Nara memintaku menemaninya berkencan? Itu amat menggelikan dan aku tidak tertarik untuk terlibat.

LarasatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang