u smile, i smile.

285 31 1
                                    

Aku pernah dengar tentang hal menyakitkan tapi itu tidak seberapa dengan sekarang, saat seseorang memandangku dengan tatapan remeh juga menyudutkan, tapi tetap saja aku tau ada harapan yang tidak terwujud dimatanya, walaupun sangat angkuh dan terlihat tenang, ia adalah seorang ayah yang memiliki banyak rencana untuk putra semata wayangnya, dan aku adalah setitik noda yang membuat harapan itu musnah.

Maafkan aku.

***

Setelah mengakhiri perdebatan alot dengan seorang ibu yang terus-terusan menahan lengannya, Neji berhasil untuk meyakinkan bahwa kini ia sudah dewasa dan tidak akan pernah merasa takut akan apapun, dunia ini besar jika sang ayah tetap keras kepala mengatur hidup yang akan ia lewati seterusnya.

Tidak ada yang aneh didalam ruangan itu, hanya ada beberapa penjaga yang berdiri disamping seorang pria pertengahan usia empat puluh tahun yang sedang duduk dengan tenang sambil memainkan komputer, lelaki itu sama sekali tidak merubah posisi atau sekadar membalikan muka saat suara pintu berderit, benar-benar profesional bukan? Atau tidak ingin peduli? Entahlah..

"Ayah," suara baritone Neji memecahkan keheningan, tapi lelaki itu masih tidak menggubris, masih saja sibuk dan seperti tidak berniat mengalihkan pandangan sedikitpun.

"Ayah...aku---" belum sempat kata itu terucap Ino mendengar ada suara asing yang mengambil alih suasana yang tiba-tiba mencekam itu.

"Yamanaka Ino perempuan berusia duapuluh tiga tahun, memiliki nilai yang buruk saat sekolah menengah..oh lihat dia bahkan berada jauh dibawah Hinata?"

"Ayah....aku ingin bicara denganmu,"

"Seorang anak sebatang kara yang hanya mengandalkan penghasilan dari perusahaan kecil dipinggiran kota? Kau bahkan tidak diterima di universitas rendahan? Untuk apa kau membawa dia kemari Neji? Aku rasa tidak akan ada pekerjaan yang cocok untuknya disini. Bahkan untuk bersih-bersih sekalipun dia harus cerdas bukan?" sesaat Ino dapat melihat tatapan dingin itu sepenuhnya ditunjukan kepada dia, benar-benar hanya untuknya dan tepat sasaran. Tapi Ino tidak merasa terhina karena apa yang ayah Neji ucapkan adalah hal yang benar.

"Baru sekarang aku mendengar kau banyak berbicara, bukankah sudah jelas? Kurasa kau mengerti bagaimana kondisi yang sesungguhnya ayah." pria itu tersenyum tipis, tatapannya sekarang sudah beralih pada Neji, dan Ino merasa lega karena hal itu.
"Aku sudah menikahinya, aku hanya ingin memberi tau itu saja pada ayah."

"Kau benar-benar serius ingin membuat harga diriku terluka?"

"Tidak," jawab Neji dengan suara yang terdengar dingin. "Selama ini aku selalu menuruti semua yang ayah inginkan, tapi untuk memilih pasangan seumur hidup ku rasa akupun memiliki pilihan. Aku ingin bahagia," suasana dingin itu terasa lebih menyakitkan lagi saat Ino mendengar lawan bicara Neji tertawa keras.

"Apa katamu? Bahagia? Kau tidak lihat aku dan ibumu baik-baik saja walaupun kami tidak saling mencintai pada awalnya? Kau terlalu naif, kau menolak perempuan pintar demi seseorang seperti dia?"  Ino merasa hatinya sakit saat dengan jelas mendengar kalimat barusan, ia merasa betapa sulitnya keadaan yang ia lalui sekarang, ia tidak mampu melihat ini lagi.

"Aku tidak pernah mau istriku takut padaku seperti ibu yang selalu takut pada ayah," dengan sangat cepat, tanpa Neji bisa lihat sesuatu memukul hidungnya keras sampai-sampai ia terjatuh.

"Ayah...." sang ibu yang sedaritadi berada tak jauh dari sana langsung mendekati Neji membantu anak satu-satunya itu untuk bangun, airmatanya luruh sampai ia tak bisa menahan suara napas tercekatnya yang mengiringi bulir-bulir air yang terus saja terjatuh.

"Mulai hari ini kau bukan anakku lagi, kau tau kan apa resikonya jika kau membangkang?" ketika Neji akan berbicara lagi sang ibu menutup mulutnya, melihat ibunya hancur seperti itu Neji terdiam tidak berniat berbicara lagi.
"Jangan pernah sekalipun kau menunjukan wajahmu didepanku lagi." sekarang semuanya diam hanya suara tangisan sang ibu yang mendominasi, benar kata Neji dia terlalu takut.

"Dan kau gadis muda, kau puas?" Ino daritadi hanya diam, tidak ikut membantu Neji, tidak tau harus berbuat apa, dia pun sangat hancur sampai sulit untuk menjatuhkan airmata

"Maafkan aku...."

"Aku benar-benar minta maaf..." Ino merasa kakinya lemas, tapi ia cukup kuat untuk menahannya.

***

Setelah merasa aman karena sudah berhasil tetap hidup setelah tertahan lumayan lama dirumah yang menyeramkan itu Ino merasa sedikit senang karena bisa menghirup udara yang segar. Sebenarnya Ino merasa psikisnya  terluka setelah kejadian tadi, tapi melihat Neji yang terlihat lebih terluka membuat Ino berpikir keras untuk mencairkan suasana, bukankah ia yang memaksa walaupun laki-laki itu sudah memperingatinya Ino jadi menyesal.

"Neji-saan..." panggilnya pelan masih merasa takut untuk berbicara lebih dulu.

"Hm?"

"Eh, kau dengar?" Ino tersenyum kikuk lalu menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Bukankah suaramu jelas sekali?" mendengar itu Ino hanya cekikikan, merasa hari ini adalah mimpi terpanjang dalam hidupnya.

"Besok aku ikut ya Neji-san?"

"Kalau kau ikut bagaimana kuliahmu?"

"Aku akan mengambil cuti, lagipula aku senang tidak masuk kuliah, seperti yang ayahmu bilang. Aku payah sekali sampai-sampai tidak cocok jadi tukang bersih-bersih sekalipun," Ino tertawa kali ini, tanpa menyadari wajah sedih lelaki disebelahnya.

"Ino..." Neji memanggilnya dengan suara tegas, Ino tau itu adalah sebuah tanda bahwa ia tak usah mendengar perkataan ayahnya.

"Tidak apa-apa kok Neji-san, aku tidak tersinggung. Lagipula aku merasa lebih pintar daripada wanita itu." jawab Ino sambil tersenyum ia benar-benar tidak ingin membuat kesedihan datang lagi dihidupnya, jika ayah Neji tidak merestui ya tidak masalah, Neji masih akan tetap berada disampingnya kan?

"Perempuan sepintar dia tidak bisa mengalahkan gadis bodoh sepertiku untuk mendapatkan hatimu, tetap saja kan keberuntungan akan mengalahkan kepintaran." Neji tersenyum dan Ino merasa senyum itu sangat indah, belum pernah ia melihat Neji tersenyum seperti itu.

"Lihat kau tersenyum, manis sekali." Ino menghentikan langkahnya lalu terdiam...hanya fokus memperhatikan Neji.

"Kau berlebihan, ayo jalan lagi." walaupun Ino merasa ditarik dengan lembut tetap saja ia masih terdiam ditempatnya sambil memperhatikan Neji.

"Selama ini kau jarang tersenyum, tidak banyak berbicara, dan terlihat dingin. Aku pikir kau tidak bisa menjadi manis ternyata aku salah hehe." Ino berjalan lagi sambil mengamit lengan Neji, tidak berselang lama gadis bermata aquamarine itu kembali menatap Neji dengan intens dan ia merasa kecewa, dia sudah kembali pada wajah aslinya.

"Ayolah tersenyum lagi......." Ino menggerak-gerakan lengan Neji berharap laki-laji itu melakukan hal yang ia inginkan.

"Tidak mau...." Neji kembali meraih lengan Ino yang masih saja tidak mau diam.

"Yaaaah......"

***

Dear InoWhere stories live. Discover now