3

102K 7.8K 448
                                    

Guys, kalau HM yang jadi visualisasi Bos Pelit cocok enggak sih?

Di sini kalian kenal Dokter Vano, Glory, atau Zio enggak?

Kalau kenal berarti kalian udah lengkap baca Gabrilio series.

1. Random Husband (Dokter Vano & Caca/ Kakek & neneknya Fabian)

2. Romantic Drama (Glory dan Elina / Emak-bapaknya Fabian)

3. Romantic Hospital (Dokter Zio dan Restya/ Paman-bibinya Fabian)






-Tampan dan mapan sudah biasa, yang dermawan baru luar biasa-

"Saya enggak pelit, kok, kalau sama keluarga, apalagi istri sendiri. Lah, saya kerja keras kan buat anak dan istri saya kelak," elak Fabian dengan raut wajah serius.

"Masak? Saya enggak percaya. Saya ini udah empat tahun jadi sekertaris Bapak. Selama ini, enggak ada tanda-tanda Bapak, enggak pelit sama keluarga," Indira masih ingat betul kalau Fabian dengan saudara perempuannya saja perhitungan. Buktinya acapkali, saudara kembar lelaki itu yang mengeluarkan uang untuk mentraktir makan siang atau apa.

"Kapan saya pelit sama keluarga saya?" Fabian mengerutkan dahinya, lalu melipat kedua tangannya di depan dada.

"Bapak aja sering pelit sama kembaran sendiri. Buktinya, kalau saudara Bapak ke sini, mau ngajak makan siang, pasti yang bayar tagihan saudara Bapak," ungkap Indira dengan senyum menyibir.

"Itu kan karena adik saya yang maksa, jadi dia yang bayar. Kalau dia enggak maksa, pasti saya yang bayar," sangkal Fabian.

Indira menggeleng. Ia tahu itu hanya alasan Fabian karena faktanya memang lelaki itu sangat pelit.

"Pak, adik Bapak maksa yang bayar karena dia tahu, Bapak itu pelit. Pasti enggak mau, kalau diajak makan di restoran mewah. Kalau misalnya Bapak mau diajak keluar makan, pasti ngajaknya ke angkringan di pinggir jalan," Indira hafal betul kalau Fabian itu tidak mau mengeluarkan uang banyak untuk membahagiakan seseorang. Karena didahinya sudah tersirat kata "pelit".

"Itu mah salahin adik saya aja yang gengsian makan di angkringan. Kan saya orangnya merakyat, Dir. Justru, harusnya saya dipuji," bangganya dengan senyum tanpa dosa.

Indira menggelengkan kepalanya. Kalau bos lain makan di angkringan, mungkin benar memang merakyat, kalau Fabian sudah dipastikan hemat duit.

"Ngapain dipuji, orang jelas Bapak itu pelit. Beli parfum aja masih nawar, padahal udah jelas harga pas. Bapak itu malu-maluin saya," keluh Indira yang ingat benar saat mereka ke luar kota dan mampir di toko parfum, Fabian mencoba menawar dengan sang pramuaniaga yang berujung mereka hampir diusir satpam.

"Saya ini orangnya sederhana enggak aneh-aneh, makanya patut dipuji," kekeh Fabian yang merasa dirinya baik menerima pujian, "itu kan saya tawar karena mahal amat. Masa parfum kayak gitu 3 juta. Saya biasanya beli parfum paling mahal 500 ribu, kadang saya pakai punya ayah saya yang parfumnya mahal, kalau ada acara penting."

"Suruh siapa Bapak aneh-aneh, biasanya aja pakai parfum yang seratus ribu tiga. Sok mau beli parfum yang harganya jutaan."

"Enak aja, saya pakai parfum paling enggak harganya RP 198.000 itu saja diskon cuma 1 % dari Rp 200.000. Pelit kan ya yang jualan. Masak diskon kok cuma dua ribu rupiah," kesalnya.

"Masih mending itu diskon dua ribu rupiah, Bapak jualan belum tentu diskon. Kan kepelitan yang hakiki ada di dalam diri Bapak."

"Saya ini dari kecil udah diajari untuk hidup hemat, meski anak orang kaya, bukan berarti bisa hambur-hamburin uang. Makanya, saya bisa menghemat kebutuhan saya sampai sekarang. Saya enggak pelit, cuma hemat," tekannya sekali lagi.

Random WifeWhere stories live. Discover now