dengarkan aku

26 5 1
                                    

Matahari senja terlihat di ufuk barat. Menenggelamkan berkas cahaya keangkuhannya. Ketika aku bergoyang diterpa arus laut. Melenggak-lenggok layaknya penari jaipong handal. Sesekali mampir ikan-ikan kecil bermain bersamaku. Mereka menyapaku dan bercanda ria. Berenang menukik di antaraku dan teman-temanku. Namun, sekarang tidak lagi.

Keindahan tubuhku ternodai oleh sampah. Menggantung dan bergelayut manja disana. Sesekali terlihat, sampah baru datang dari permukaan. Botol kemasan, bungkus makanan, sedotan, dan barang tak terpakai lainnya. Tercecer tak beraturan, membuat penglihatan siapapun tak betah. Aku menjadi terjerat oleh mereka.

Dulu, saat tempat tinggalku masih bersih dan terawat, tubuhku terlihat elok dengan ranting-ranting bercabang beraneka warna. Berkerumun dengan teman-temanku membentuk latar foto yang indah. Karena itulah, banyak dari kalian mendatangiku dengan tatapan takjub. Kemudian berfoto untuk sekedar mengabadikanku dalam sebuah frame yang di pajang pada akun media sosial kalian.

Sekarang, kalian tak lagi pernah mengunjungiku. Apakah kalian lupa, atau sengaja melupakanku? Tidak tahukah kalian, 2 banding 3 oksigen di dunia diperoleh dariku. Sisanya, dari hutan-hutan di darat. Kalian menghirup oksigen itu tanpa peduli dengan keberadaanku. Menghancurkan tubuhku dengan pukat harimau, merusak tempat tinggalku dengan sampah yang kalian buang sembarangan, menginjak tubuhku saat kalian menyelam. Aku tidak meminta kalian untuk membayarnya ataupun menggantinya. Hanya cukup dengan menjaga kelestarian tempat hidupku saja, sudah sangat baik.

Terkadang aku berpikir, apakah aku yang membutuhkan kalian. Ataukah kalian yang membutuhkanku ? Renungkan pertanyaanku.

Pernah suatu waktu, terdapat seorang nelayan memancing ikan sambil menaiki perahu. Lama ia menunggu, pagi menjelang siang berlanjut sore. Karena lelah, ia memutuskan untuk pulang. Namun, bukan ikan yang di dapat. Melainkan setumpuk sampah yang tak sengaja tersangkut pada mata pancingnya. Ia pun pulang dengan perasaan sedih.

Tidak berfikirkah kalian. Aku disini. Semakin lama merapuh tak berdaya. Menghilang tertimbun asa. Tempat tinggalku sudah tak pantas disebut demikian. Hanya seperti lapangan pembuangan sampah.

Aku menunggu tanpa kepastian. Hanya menunggu dan terus menunggu uluran tangan-tangan kepedulian sekelompok orang yang membantuku untuk terus bertahan. 

Tolong jagalah aku, lindungi aku. Sesekali, tajamkan penglihatan dan pendengaran kalian. Untuk menyaksikan dan menyimak. Betapa menderitanya aku di sini. Mendekam tak berdaya, dibalik bau dan kotornya sampah.

Bagaimana jika aku hilang? Apakah kalian akan senang? Apakah kalian akan menyesalinya? Mungkin tidak.

Setelah itu, kalian hanya dapat menyesalinya. Terlambat, benar kata pepatah lama, penyesalan selalu datang di akhir. Maka dari itu, aku ingin kembali bermain dengan kalian. Maukah kalian membantuku?

Perhatikan aku seperti kalian memerhatikan eloknya semburat jingga tenggelam di telan waktu. Lindungi aku seperti kalian melindungi diri dari terpaan tetes hujan. Sayangi aku seperti kalian menyayangi harta kalian. Lestarikan aku seperti kalian melestarikan tradisi budaya nenek moyang.

Harta? Kalian hanya peduli padanya bukan. Pagi hingga menjemput pagi mencarinya tanpa pikir lelah. Tidak peduli mencarinya dengan cara baik maupun buruk. Tetapi pikirkan, Apakah dengan harta kalian dapat menghirup oksigen di udara? apakah tanpa oksigen kalian dapat hidup?

Tidak, dan tidak. Jika bisa, kalian pasti sudah menguburku dan tempat tinggalku dengan beton-beton paku bumi untuk membuat pulau baru. Benar bukan? Pertimbangkanlah permintannku. Aku batu karang yang merindukan kasih sayang dan perhatian, dari kalian. Dengarkan aku..

502 words

#planetorplastic

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 08, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dengarkan Aku..-writing Contest Where stories live. Discover now