Jurnal liburan part2

1.1K 163 24
                                    

Namjoon tau, bahwa sanya ia telah terjerat dalam labirin yang kedua bola mata jernih itu ciptakan. Namun sekeras apa pun ia mencoba, Namjoon tak akan pernah bisa lepas. Sebaliknya, ia jatuh lagi dan lagi.

Sebelumnya, tak pernah terpikirkan oleh pemuda dua puluh empat tahun itu untuk memiliki liburan yang amat berwarna seperti sekarang. Awalnya, Namjoon hanya menginginkan sebuah liburan bebas seperti biasanya guna melepas penat dari kehidupan monotonnya bersama laporan keuangan perusahaan tempatnya bekerja.

Namun hal itu tiba-tiba melenceng jauh dari rencana awalnya ketika matanya saling saling berserobok dengan mata indah milik pemuda yang kini tengah tidur di sebelahnya.

Tidurnya tampak sangat lelap, mungkin karena seharian ini Namjoon mengajaknya berkeliling tanpa jeda. Mereka mengunjungi Museum, Pameran kerajinan, juga beberapa tempat lainnya.

Tak seperti biasanya, fokus Namjoon selama mereka mengunjungi tempat-tempat tersebut sempat hilang beberapa kali. Mungkin karena ini kali pertamanya Namjoon mengunjungi kota tersebut, atau mungkin karena Hoseok.

Seseorang yang menyebutnya sebagai teman Liburan.

Mungkin.

Namjoon menghela nafas berat sebelum bangkit dari ranjang yang ia bagi bersama pemuda Jung tersebut.

Segelas air yang sengaja Hoseok letakkan di nakas mereka tandas di teguk Namjoon. Pikirannya kacau kala melihat wajah polos Hoseok yang terlelap itu. Padahal jelas-jelas kemarin tidak seperti ini.

Dan karena tidak mau terjadi hal yang tidak ia inginkan, Namjoon memilih balkon sebagai pelariannya.

Namjoon membawa serta ponsel juga kamera poket yang ia pinjam dari Yoongi, sahabatnya sebelum liburan. Di sana, terutama di ponselnya terdapat banyak foto-foto mereka, ia dan Hoseok.

Namjoon ingat betul kalau setiap mereka berfoto bersama, Hoseok selalu menggunakan ponsel milik Namjoon. Sedangkan kamera mahal yang pemuda itu bawa hanya di gunakan untuk memotret pemandangan atau tempat-tempat yang mereka datangi.

Saat di tanya mengapa, ia hanya menjawab sambil tersenyum polos, kalau takut memory kameranya penuh. Karena ya, setiap kali berfoto mereka berfoto, satu saja tidak cukup.

Dan Namjoon merasa alasan seperti itu kurang masuk di akal sehatnya. Namun di bandingkan dengan memikirkan alasan Hoseok, Namjoon malah kembali terhipnotis oleh senyuman indah tersebut.

Walau hanya ada di bayangannya, senyum itu masih bisa ia rasakan kehangatannya.

"Ah, sialan." Gerutu Namjoon seraya memerah sosok Hoseok dari jauh.

.
.

"Namjoon ayo sarapan." Ujar Hoseok semangat seraya menjatuhkan dirinya ke ranjang di mana Namjoon masih sangat pulas tertidur.

Pemuda Kim itu hanya menggeram tanda menolak permintaan Hoseok. Semalam ia tidur jam tiga malam, dan sial bagi Namjoon, pikirannya masih saja kacau.

"Ayolah Namjoon, aku lapar."

"Duluan saja, aku masih sangat mengantuk." Balas Namjoon, ia berusaha merebut kembali selimut yang Hoseok singkirkan.

"Aku tidak bisa apa-apa tanpamu, Namjoooooon.” rengek Hoseok seraya menindih tubuh Namjoon yang tengkurap di hadapannya.

Sial, ini masih pagi. Batin Namjoon menjerit.

"Ah, baiklah, baik. Ku pesankan lewat layanan kamar. Tapi singkirkan tubuhmu. Menganggu."

Hoseok memekik sambil menjauh, matanya terlihat berbinar ketika Namjoon mulai berbicara bahasa asing di telepon. Pagi-pagi, baru bangun tidur. Terdengar seksi.

Namseok?! Why notTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon