1. Gue Anak Ahensi

11.4K 921 23
                                    

"Baju gue mana, ngil?" Pekikku, saat menyadari telah kehilangan dress seharga android buatan Cina.

Si bocah tengil itu mencibir lalu berbaring di sampingku. Dia menyilangkan kedua tangannya di bawah bantal. "Gue nggak tau. Lo yang buka sendiri, lo juga yang ngelempar entah ke mana," jawabnya santai kemudian bersiul riang.

"Tengil?! Brengsek lo ya. Cerita sama gue apa yang terjadi semalam!?"

"Jamilah! Bisa nggak, lo ngomongnya kaleman dikit? Budeg gue lama-lama kalau sering denger suara lo yang melengking delapan oktaf gitu. Kalah Agnez Mo sama lengkingan suara lo."

"Bodo amat ya. Sekarang lo cerita atau gue hancurin apartemen lo!"

"Gue nggak tau. Tiba-tiba aja lo datang dalam keadaan mabuk ke apartemen gue. Trus lo ambruk gitu aja. Pas gue nyoba nolongin elo, eh, elonya malah nyosor gue duluan."

"STOOOP IT TENGIL?!"

"Labil banget ya lo? Tadi minta diceritain, sekarang lo nyuruh nyetop. Lo kira gue metro mini maen setop di sembarang tempat?"

"BOHONG BANGET SIH CERITA LO!?"

"Jamilah, sekali lagi lo tereak gue cipok juga ya!"

Aku langsung bungkam seribu bahasa. Aku menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhku. Bibirku sudah mencebik bersiap untuk menangis. Namun tiba-tiba aku teringat kenapa menyetel alarm sepagi ini.

Seketika aku terbangun sambil menarik selimut yang kupakai untuk menutup tubuhku. Aku ada pitching dengan klien potensial. Saat itu juga tubuh bocah tengil yang hanya mengenakan boxer ketat dan kaus dalam terekspose oleh mataku. Spontan aku berteriak histeris sambil menutup wajahku.

"Apa lagi ini, Jamilah?" tanya si tengil dengan santainya.

"Lo kenapa nggak pakai celana sih?"

"Ini apa?" Dengan santai dia menunjuk boxer putihnya.

"Ish..., bukan itu maksud gue. Celana kolor kek gitu."

"Lo kenapa? Kayak nggak pernah lihat cowok pakek ginian. Emangnya lo nggak pernah lihat punya cowok lo? Jangan-jangan masih perawan lo ya? Kalau pacaran ngapain aja lo? Main bekel?" Dia lantas terbahak sampai memegangi perutnya, seolah baru saja mendengar lelucon terlucu sepanjang masa.

"Brengsek emang lo." Aku melempar si bocah tengil tadi dengan jam digital yang ada di atas nakas. Dia berhasil menangkis lemparanku lalu kembali terbahak setelahnya.

"Nggak kenak..., nggak kenak!" ledeknya seraya menjulurkan lidahnya seperti bocah.

Sambil melindungi tubuhku dengan selimut, aku terus mencari keberadaan dress-ku. Ternyata ada di luar kamar. Di atas pinggiran sofa tepatnya.

Astagadragon, gue abis ngapain memangnya semalam sampai baju dan dandanan gue kocar kacir gini???

Setelah mengenakan kembali dress-ku di kamar mandi, aku kembali lagi ke kamar si tengil untuk mengambil sling bag-ku.

"Lo masih punya hutang satu cerita sama gue. Awas lo! Jangan kabur dari gue," ancamku kemudian melakukan gerakan memotong leher dengan jemariku.

"Percuma lo ngancem gue. Orang gue aja nggak inget apa-apa kok. Cuma nyisain ini nih!" katanya lalu menunjukkan bekas seperti cakaran di bahu kirinya.

Ponselku berdering melantunkan ringtone khusus teman kantor, yang menandakan kalau salah satu dari teman kantorku pasti sedang kerepotan mencariku. Aku nggak memedulikan lagi bocah tengil yang sedang mengadukan luka di bahunya, persis seperti anak TK sedang mengadu pada emaknya gara-gara berkelahi dengan teman sebayanya.

Love In The Apartment (Gundah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang