• joging •

4.1K 435 35
                                    

Setelah berhasil membangunkan Irene dengan cara menggedor-gedor pintu flat gadis itu pukul setengah enam pagi tadi kemudian menanti kekasihnya itu bersiap-siap, akhirnya rencana pasangan itu terealisasi juga.

Lari pagi bersama di Taman Sungai Han telah menjadi salah satu plan Sehun dan Irene bulan ini. Meski Sehun berani bertaruh dengan seluruh isi dompetnya kalau Irene ogah-ogahan berlari di belakangnya, pemuda itu tetap tersenyum sumringah. Pasalnya, udara di pagi hari benar-benar berhasil mendenyutkan rasa nyaman di rongga paru-parunya.

"Sehun, tunggu aku! Aku capek!" sungut Irene kelelahan beberapa meter di belakang Sehun. Sedang Sehun hanya menolehkan kepala sebentar lalu melempar senyum mengejek kepada pacarnya itu.

"Baru juga beberapa menit. Kau ini manja sekali," ledek Sehun tanpa berniat menghentikan gerakan kakinya.

"Tsk, tidurku kurang tapi kau tetap memaksaku berlari di jam segini!" ketus Irene sembari menghentakkan kakinya sebal.

"Tubuhmu itu harus banyak bergerak, supaya tinggimu bertambah," kata Sehun kemudian tertawa terbahak-bahak. Dia memutar tubuh sehingga sekarang posisinya berlari mundur.

Sehun bisa lihat tatapan jengkel Irene mengarah tepat kepadanya. Tapi Sehun tidak peduli, dia malah menjulurkan lidahnya pada Irene.

"Sehun! Awas saja setelah ini kau ja-argh!"

Melihat Irene jatuh ke aspal di hadapannya sendiri membuat Sehun dengan sigap berlari mendekati gadis itu.

"Berjalan saja tidak becus. Kau ini bagaimana sih?!" omel Sehun seraya memegang lutut kanan Irene.

Irene mendelik kesal. "Ada batu di situ. Kau tidak lihat?" balas Irene balik nyaris menangis. Bukannya menanyakan kondisinya, Sehun malah marah-marah tidak jelas. Irene jelas saja merasa dongkol.

Sehun menghela napas pelan. "Mana yang sakit?" tanya Sehun dengan nada lembut. Kekhawatirannya pada Irene ternyata membuatnya berbicara cukup keras.

"Ini!" kata Irene menyentak sambil menunjuk lutut kanannya yang memerah karena tergores aspal. Untung saja tidak sampai terluka parah.

Sehun dengan tiba-tiba mengecup lutut Irene lembut sebagai pengganti salep penghilang rasa sakit. Irene melebarkan matanya terkejut.

"Sudah 'kan?" tanya Sehun dengan sedikit rona merah di bawah sudut mata.

Irene tersenyum menggoda kemudian menunjuk pipi kirinya. "Di sini juga," ucapnya tanpa tahu malu.

Sehun merotasikan kedua bola matanya malas. "Dasar mesum." Pemuda itu berucap seraya bangkit berdiri.

"Duh, Sehun. Pipi ku juga tergores, loh! Tergores angin! Ini lihat!"

Sehun seharusnya tidak melakukan hal yang membuatnya menyesal diakhir. Seharusnya begitu. Karena sekarang Irene sibuk menarik-narik ujung kaosnya.

"Sejak kapan angin bisa menggores, Irene?"

▪▪▪




Cerita fluffy ini adalah hasil dari kegagalan hiatus ku yang hakiki. Apa boleh buat kalian begitu menggoda dan sulit untuk ditinggalin. Eak.
Padahal udah ngucapin salam perpisahan. Apa-apaan sih aku ini? Termolabil kayak sifat enzim :(

Doain bisa update tiap hari. Gak pada bosan kan? Berhubung ini cuman adegan receh-receh aja.

Jangan lupa vote dan komennya, yuhuy!

[17 Oktober 2018]

Dorimpa DorumpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang