Day 1 : Stranger

4.1K 634 109
                                    

Kim Seokjin seharusnya sudah diberkahi dari lahir, mulai dari perihal kecukupan ekonomi hingga paras rupawan memikat hati.

Tetapi hari ini langit sepertinya sedang berkonspirasi untuk mengekang dewi foruna kepunyaan pribadi, sehingga Seokjin harus mengalami rentetan kesialan beruntun yang dinilai langit belum kelewat anarkis.

Mulai dari dihadiahi hukuman meringkas jurnal lima puluh halaman dari dokter pediatrik bertampang mirip Hitler, hingga ditinggal si menyebalkan Sandeul kencan sore ini untuk menjomblo seorang diriㅡhei bukannya ingin mendengki, maksudnya itu ya, mereka kan sudah berkomitmen sama-sama, sebelum nantinya lulus dan menyandang gelar dokter, tidak boleh ada yang terlibat dalam kubangan tidak penting bernama galau cinta, tetapi bisa-bisanya teman curhat sejawat seperjuangan itu berkhianat hanya karena kebetulan ditembak kakak tingkat incaran.
Sungguh, Seokjin bukannya iri, hanya saja benar-benar tidak ikhlas lahir batin.

(Awas saja Lee Sandeul, saat pretest praktikum Anatomi esok hari, Seokjin tidak akan berbelas kasih memberi contekan meski anak licik itu mengiming-iminginya jajangmyeon porsi jumbo sekalipun.)

Sibuk merutuki rentetan nasib disepanjang pedesterian, Seokjin menghela napas dalam sebelum memutar haluan ke persimpangan. Sudah hampir pukul delapan, namun Seokjin tetap keras kepala berminat mampir ke konter komik kesayangan, siapa tahu bebauan lembar cetak dapat menghibur suasana hati yang sedang gundah gulana.
Lagipula hari ini seri terbaru dari komik horor favorit yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya beredar di pasaran. Seokjin yakin, konter komik langganan itu pasti sudah menyetok lebih awal.
Meski sedang ketiban sial, setidaknya penghujung hari harus tetap berakhir dengan sempurna.

Pun, begitu pikirnya,
Sampai orang asing kelewat jangkung yang tidak tahu diri, ralatㅡsangat tidak tahu diri merebut paksa komik incaran sisa stok satu-satu nya dari rak kayu paling tinggi yang sedari tadi berusaha Seokjin gapai setengah mati.

Mata bundarnya melotot penuh, Seokjin memandang si orang asing dengan rahang membuka kelewat lebarㅡHampir tidak mempercayai skenario kesialan susunan langit yang masih setia menggentayangi walau hari hampir berlalu.

(Mati saja, mati saja kalau Seokjin harus kembali pasrah jika dipermainkan seperti orang dungu begini.)

"Tunggu dulu anda yang disana, komik itu milikku!" Teriak Seokjin tidak terima.

Si orang asing membalik badan, mengangkat alis dengan air muka sok suci. "Milikmu? Maaf ya, tapi kan aku yang memegang ini duluan." Jawabnya tidak mau kalah.

Seokjin menarik napas dalam. "Yang benar saja, anda tidak lihat ya aku sudah berjinjit-jinjit genap lima belas menit hanya untuk mengambil komik itu?! Mentang-mentang lempeng epifisis mu lebih efisien, bicara seenak kepala! Sini kembalikan!"

Orang asing kini mengkerutkan air muka tidak terima, melangkah maju untuk menghimpit Seokjin diantara paras jangkung dan julangan rak buku.
Melirik label nama dan logo Universitas kebanggan yang terjahit rapi di jas lab lusuh milik Seokjin.

"Apa semua anak Kedokteran brutal begini? Atau kau saja yang habis kena ospek kakak tingkat?"

"Ospek apanya, aku sudah tahun kedua!"

"Hooo... bukan mahasiswa baru rupanya, lalu kenapa? Bad mood karena tidak lulus ujian blok?" Tanya orang asing kembali dengan nada menggoda.

Dahi Seokjin berlipat tujuh, perempatan siku-siku tidak ramah muncul di pelipis. "Begini-begini, nilai akademik ku diatas rata-rata tahu! Anda ini siapa sih?! Cerewet sekali, pasti otaku pengangguran ya?"

Mengabaikan Seokjin, orang asing mengedik bahu. "Nah kalau benar begitu, coba jelaskan dulu lempeng epifisis yang kau sebut-sebut tadi itu apa?"

Duh

-TAMAT- Momiji 紅葉 [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang