Part: 18

113 21 12
                                    

Aku tidak punya keberanian untuk datang ke pesta ini tapi anehnya kakiku sekarang sudah di depan gerbang. Melihat dengan ragu rumah berlantai 2 yang melebar ke samping.  Tanaman mawar merambat pada besi berukir yang sengaja di tancap ke tanah, hampir tak ada daun segar yang tersisa karena sebentar lagi musim dingin akan tiba. Mungkin dalam beberapa minggu lagi setelah penantian panjang dengan hujan yang terus-terusan turun dan membuat basah seluruh kota.

Malam ini tidak ada hujan. Itu juga alasan aku tidak memakai setelan tebal, hanya gaun sebatas lutut tanpa motif warna buah kiwi dengan tali besi yang sengaja kupakai di pinggang untuk membuat kain tidak terbang ke mana-mana jiika di terpa angin.

Aku menarik napas dan melangkah ke pintu. Semua yang hadir tidak ada yang kukenal satupun, beberapa wanita hampir sebaya denganku dan Angela. Lalu sebagian yang lain lebih tua dengan anting-anting bulat besar di telinga khas wanita sosialita.

Disudut, dekat perapian yang hanya di nyalakan ketika musim dingin Kakakku dan Angela tertawa bersama-sama, lalu sesekali tamu akan menghampiri mereka dan memberi ucapan selamat. Seakan mengucapkan kelanggengan pernikahan.

Angela tertawa dan Kakakku ikut melakukan hal yang sama. Dia rapi malam ini. Jas hitam dengan lengan di gulung hingga sebatas siku membuatnya terlihat seperti pria Dewasa yang sesungguhnya. Bukan Simon dengan kepribadian tengil dan aneh yang dulu  kukenal.

Kue Ulang Tahun berada di tengah ruang. Bertingkat dengan hiasan cincin di atasnya. Kakakku telah berjalan ke sana, juga Angela yang melihat jam. Malam ini di pesta Angela lah yang terlihat seperti ratu yang sesungguhnya. Dia memakai gaun ketat hingga sebatas mata kaki yang menampakkan kemulusan pahanya.

Kulitnya bersinar meskipun tidak eksotis. Rambut coklat bergelombangnya membuat kecantikan itu bertambah-tambah. Benar-benar membuat iri karena disana ada Kakakku yang bisa jatuh hati kapan saja padanya.

Aku duduk di kursi tamu. Pesta agak gelap, lampu warna-warni yang berputar kuyakin tidak akan membuat keberadaanku terlalu mencolok di pesta. Akan lebih baik jika tak dikenali, dengan begitu aku tidak perlu merasa canggung berada di dekat Kakakku.

Baru saja aku menarik napas, suara Angela memanggil.

“Selena. Kau benar-benar datang? Aku senang sekali.” Dia merangkul lenganku seperti kemaren-kemaren, membuatku terpaksa tersenyum dan canggung luar biasa karena Kakakku ikut menghampiri kami. Dia memutar jamnya dan melihatku.

“Senang melihatmu datang Selena,” ujar Kakakku dengan senyuman.

“Aku harus datang karena sudah berjanji,” kataku pada Angela. Mengacuhkan Kakakku yang berkedip heran. Aku tidak mau terlalu banyak berbicara dengannya karena itu bisa membuat hatiku tidak baik-baik saja. “Ngomong-ngomong siapa yang Ulang Tahun? sepertinya bukan wanita,” lanjutku melihat dekorasi ruang juga bentuk kue tar terlalu simpel.

“Oh itu seseorang yang betul-betul istimewa untuk Will, tiada duanya, bahkan aku pribadi.”
Angela menyindir Kakakku?
Tapi siapa orang istimewa itu?

Kakakku tidak menanggapi, dia hanya melihat langit-langit ruang, dengan tampang bodoh.

Angela menarik napas, sebelum berujar.

“Dia bukannya seharusnya disini sekarang Will?”

Kakakku melihat jam tangan. Itu juga alasanku tau kenapa sejak tadi dia berkutat dengan jamnya terus-terusan.

“Oh itu dia.”

Aku dan Angela mengikuti arah pandang Kakakku. Dalam ruang remang-remang, seorang pria berkemeja hitam berkulit Asia menuju ke arah kami. Tangan yang tak lupa di masukkan sebelah ke kantong dan rambutnya gelap. Bukan, itu coklat terang.

MY BROTHER IS PSYCHOPATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang