Part: 4

428 30 0
                                    

 "Aku punya banyak rahasia, yang manakah lebih menarik perhatianmu?" Simon Abigail.

***

Aku merasa bersalah. Akhir-akhir ini aku mencurigainya terlalu banyak. Bercak darah hingga lukisan wajahku di kamarnya itu memang terasa aneh namun itu bisa saja terjadi karena kesalahan.Aku tidak lagi benar-benar yakin bahwa dia memang menyimpan suatu kejahatan yang pantang di ketahui ramai orang. Dia baik, jika dia tidak baik sudah sejak lama aku diterlantarkan di jalan. Dia bisa saja mengusirku kejalan karena sejak awal harta warisan Ayahnya tidak tersisa sama sekali, Ayah tiri dan Ibuku pergi dalam keadaan meninggalkan hutang kepada Negara hingga seluruh aset keluarga ini disita. Termasuk rumah besar yang dulu membuat iri semua orang.

Aku menghela napas. Perasaan itu makin terasa. Kakakku membangun semuanya dari Nol. Saat itu dia bersekolah sambil membuka resort kecilnya yang kini mendunia dengan berbagai cabang di manca negara. Aku tidak tau bagaimana dia melakukannya, namun semua itu terjadi tanpa menunggu waktu sampai 2 Tahun. Diusianya yang sekarang dia adalah salah satu pria incaran semua gadis di kota.

Aku menatap matanya yang baru saja meletakkan bubur ayam untukku di meja samping tempat tidur. Kamar hangat dengan karena perapian dari ruang tamu yang tersebar melalui pipa dinding. Sesudah kejadian tadi dia membawaku kerumah tanpa peduli siapapun yang menghadang jalan juga cewek yang terakhir bersamanya, yang kemudian kuketahui bernama Dona Gray.

Dia bahkan mempersiapkan handuk dan air panas agar bisa membuat tubuhku menghangat. Ini bukan seseorang yang seharusnya kucurigai kan? Apakah orang sebaik ini cocok untuk menjadi pelaku kejahatan?

"Aku buatkan sup panas, jangan lupa dimakan."

Aku tersenyum, tulus sekali meskipun masih sedikit kaku.

"Terima kasih Kakak.."

Dia terdiam. Wajahnya terlihat tidak percaya bahwa baru saja mendengar kata-kata itu dariku. Hei, aku benar-benar tulus loh! Aku ingin mengatakan itu namun kata-katanya membuatku berhenti.

"Aku berharap kau begini setiap hari," ujarnya terdengar senang. Dia melihatku lagi-lagi dan lagi seolah memastikan sesuatu yang rumit dalam dirinya. "Apa sekarang sudah baik-baik saja?" Suara itu terlalu lembut hingga kupikir yang berbicara malaikat. Itu terdengar menyenangkan.

Sejak kapan kakakku terlihat baik dimataku?

"Sudah. Syukurnya aku yakin tidak akan sakit besok."

"Oke, jangan lupa makan sister. Aku tidak ingin membawamu ke rumah sakit esoknya." Dia kembali menjadi dirinya yang biasa, terkendali dan cool. Sebenarnya lebih ke sok cool.

Aku bukan pacarnya, dia tidak perlu mempertahankan sifat itu di depanku.

"Tentu saja. Aku akan memakan habis semuanya," kataku menunjukkan gigi padanya. Dia mengacak rambutku sebelum pergi dan menutup pintu dari belakang. Meninggalkan wangi jeruk dan collonge yang membuat susah tidur.

Insiden penguntit itu masih menghantui sampai sekarang. Kuharap memori itu menghilang secepat guguran daun. Aku tidak ingin mencurigai Kakakku lagi.

Aku memantapkan diri, ingin menutup mata, namun baru saja kepalaku menyentuh bantal aku melihat jam Kakakku merk Gucci seperti barang koleksinya yang lain ketinggalan di atas meja. Tanganku menggapainya, bunyi detak seperti detak jantung terdengar dari sana. Itu juga terdengar menyenangkan padaku sekarang.

Kupikir ini harus di kembalikan. Aku turun dari ranjang tanpa mengambil sendal. Menapak telanjang ke luar kamar. Kakakku jam segini pasti sudah tidur, jika harus sedikit repot mengetuk kamarnya kurasa tidak masalah, selama dia tidak bangun dengan marah-marah.

MY BROTHER IS PSYCHOPATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang