Aku, Introver dan Rahasia Kecilku

175 10 1
                                    



"Gen.

Salah satu faktor penyebab terbentuknya kepribadian seseorang" 


 "Mangsa!"

........

"Woi Mangsa!"

Oh. Namaku dipanggil, kawan. Tersadar. Segera aku menoleh ke sumber suara.

"Eh. Hei Bro. Sorry tadi aku melamun".

Kau mungkin heran. Terdengar agak aneh memang. Tapi jangan berpikir terlalu jauh dulu.

Namaku Rumangsa. Mungkin tergolong nama yang langka, juga terdengar unik, tapi sangat dalam maknanya. Ibu bilang nama ini ia sematkan demi harapannya ingin memiliki seorang anak yang sadar. Rumangsa akan segala keadaan. Sadar siapa dirinya. Ngrumangsani apa yang harus dilakukan sebagai seorang manusia. Harapan yang polos memang. Murni dan tulus dari hatinya yang begitu besar.

Biar kutebak. Ketika mendengar namaku, kau pasti bisa membayangkan seperti apa keluargaku. Yang pertama, kurasa kau akan berpikir kalau aku berasal dari suku Jawa. Tentu saja. Kedua, kau pasti mengira bahwa keluargaku adalah keluarga yang sederhana. Jika kau berpikir begitu, kau memang benar.

Ayahku adalah seorang lelaki tua biasa yang tidak memiliki kekuatan super. Hidup dengan penuh tanggung jawab. Rela kuyup oleh keringat untuk menghidupi keluarganya. Dari lisannya selalu keluar kalimat nasehat. Tidak peduli berapapun usiaku, ayah selalu memperlakukanku layaknya seorang bocah. Mengingatkan ini dan itu walau sudah beratus kali. Kadang menyebalkan memang. Tapi aku bangga memiliki ayah sepertinya.

Prihal ibuku, ia adalah seorang wanita tangguh. Ibu rumah tangga yang juga mendidik anaknya. Bahkan sesekali masih sempat bekerja paruh waktu dengan menjahit baju. Ibu memang tidak sempat mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas, tapi aku sadar betul ia adalah orang yang cerdas. Kau pasti akan terpukau ketika mulai berbicara dengannya. Dan kurasa kecerdasan yang kumiliki juga berasal darinya.

Ayah dan ibuku bukanlah pasangan muda. Aku sebagai si sulung saja sudah merasakan apa yang orang bilang sebagai sweet seventeen. Ah, tapi orang-orang bohong. Apanya yang manis? Aku hanya merasa diriku menjadi lebih tua setahun. Itu saja. Teman-teman sekelasku juga tidak ambil pusing usiaku menginjak tujuh belas tahun. Lantas mengapa aku harus merasa bangga?

Oke, kembali ke ayah dan ibu. Aku ingin bercerita padamu tentang betapa uniknya keluargaku. Kami adalah keluarga yang hangat. Selalu mengerti satu sama lain. Perhatian akan setiap perubahan emosi yang terjadi pada setiap masing-masing anggota keluarga. Aku tidak akan merasa suntuk ketika berada di rumah. Pokoknya semuanya sama seperti definisi keluarga harmonis yang aku baca dari internet. Bedanya, sesungguhnya hal yang kami lakukan adalah mengamati satu sama lain. Tidak begitu banyak bicara. Namun ketika keluar satu patah kata maka semua masalah terselesaikan. Kami selalu saling mengasihi dengan cara kami sendiri. Tidak begitu banyak pelukan hangat. Tapi kami selalu merasa saling menyayangi. Aku menyebut keluarga kami dengan sebutan keluarga introvert yang harmonis.

Jika kau mendengar teriakan, sorakan menggelegar seorang supporter klub sepak bola yang tengah melihat siaran pertandingan di salah satu stasiun televisi swasta. Sudah dipastikan bahwa lolongan keras itu bukan berasal dari rumahku. Kami selalu menonton tivi dengan takzim. Menanggapi, mengomentari dan tertawa seperlunya. Ketika komedian di tivi melawak dengan garing, maka jangan harap kau akan mendengar sebuah tawa formalitas. Keluargaku selalu jujur soal rasa. Tapi karena kejujuran itulah jangan sekali-kali kau masuk rumahku dengan wajah muram. Mengapa? Karena kau pasti akan diburu oleh ribuan pertanyaan sampai kau kehabisan kata untuk menjawabnya. Percayalah. Sudah ribuan kali aku mencoba berbohong pada ibuku dan hasilnya selalu gagal. Konon seorang introvert memang memiliki perasaan yang lebih peka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 23, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rumangsa (Petualangan Seorang INFP)Where stories live. Discover now