29

12.6K 1.3K 83
                                    

"Ayo, Lan, semangat."

Arkan yang berlari di depan Lana melambaikan tangan. Sementara Lana menyusulnya dengan napas terengah-engah di belakangnya. Lana mengamati punggung Arkan dadi belakang. Salah satu perbedaan mendasar dari Arkan dan Arlan selain letak tahi lalat mereka adalah bentuk tubuh.

Arkan itu super atletis. Perutnya kotak-kotak. Bahkan dibalik kaos oblong yang dipakainya sekarang lekuk tubuhnya itu terlihat.

Staminanya juga luar biasa. Padahal dia udah keliling lapangan lebih dari lima kali, tapi kayaknya sama sekali nggak kelihatan capek. Sementara Lana yang baru dua putaran aja udah ngos-ngosan gini.

Berbanding terbalik dengan kembarannya, Arlan itu kurus kering. Walaupun dia udah banyak makan bahkan dua kali porsinya Lana, dia nggak pernah gemuk. Nggak tahu hilang ke mana semua kalori yang masuk ke perutnya itu. Mungkin karena metabolismenya sangat sempurna? Atau jangan-jangan cacingan?

Saking kurusnya Arlan, sampai ada cekungan dari tulang klavikula di bahunya. Lana biasanya menyebutnya tempat sabun. Soalnya kakek dia dulu kalau mandi di kali suka naruh sabun di situ. Jadi mereka tuh kalau jalan kayak angka sepuluh. Yang satu gendut banget yang satunya kurus banget.

Lana jadi ingat dulu Arlan pernah menggombal, "Kita itu saling melengkapi, Yang. Kita menutupi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kamu kelebihan berat badan dan aku kekurangan berat badan."

Air mata Lana hampir luruh ketika mengingat hal-hal romantis yang kini sudah tidak artinya lagi itu. Hubungan mereka benar-benar sudah selesai.

Karena mau nangis dan napasnya yang sudah hampir habis, ditambah dia kebelet buang angin juga. Akhirnya Lana memutuskan untuk berhenti sejenak. Mumpung kanan kirinya nggak ada orang dia bisa kentut dengan leluasa.

"Kamu udah capek, Lan?" tanya Arkan.

Bahaya! Cowok itu datang mendekat. Padahal kentut Lana masih mengudara di sekitar sini. Lana buru-buru menepi deh dan duduk di pinggir lapangan. Biar Arkan nggak mencium aroma legendaris yang dia keluarkan. Beda banget kalau sama Arlan dulu. Lana bisa sengaja kentut dengan suara keras biar puas. Pacaran sepuluh tahun bikin Lana sama sekali tidak menjaga image di depan mantannya itu.

Lana melihat gerombolan atlet yang lewat di depan tempat dia kentut tadi sambil wajah tersiksa dan menutup hidup. Lana terkekeh saja dalam hati tanpa rasa bersalah. Nggak apalah kalau orang-orang itu yang cium bau gas methan produksinya. Toh, juga nggak ketemu lagi.

"Ini minum," Arkan menyodorkan segelas air mineral buat Lana. Tak lupa cowok itu membukakan dulu tutup botolnya. Mannernya Arkan emang bagus banget sama cewek. Kalau Arlan mah boro-boro. Malah Lana yang bukain tutup botol buat dia. Karena Arlan kadang terlalu lemah.

"Kenapa ya berat badan aku malah cenderung naik. Padahal aku sudah defisit kalori loh tiap hari," keluh Lana.

"Biasanya memang begitu, Lan," hibur Akan. "Tubuh kita itu cerdas. Jika kita terus-menerus defisit kalori, dia akan menyesuaikan kebutuhannya sehingga diet akan menjadi tidak efektif lagi."

"Terus aku harus gimana?" tanya Lana sambil manyun. Masa berat badannya mentok di enam puluh lima kilogram aja sih?

"Kamu harus membuat tubuh jadi lebih aktif kayak lari-lari gini. Nanti metabolisme akan kembali dan asupan kalorimu yang diperlukan juga makin tinggi," jelas Arkan.

"Aduh! Tapi aku nggak suka lagi," keluh Lana.

"Kamu bisa mulai dari olahraga yang menurutmu paling gampang dan kamu suka. Kamu suka renang, kan?"

Lana mengangguk. Satu-satunya olahraga yang dia suka itu memang hanya berenang. Olahraga yang nggak berkeringat dan bisa sambil rebahan.

"Kamu harus konsisten renang dua ratus menit setiap minggu," tantang Arlan.

Lana mengangguk-angguk antusias. Jangankan dua ratus jam. Seharian dia bakal betah kalau cuman sekedar renang aja.

***

***

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.
Prajabatan Cinta [Ongoing]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن