3

18K 1.6K 97
                                    

Ojek online yang ditumpangi Lana berhenti di depan lampu merah. Lana melirik sekilas ke belakang. Dia melihat Arlan dan BMW kesayangannya beberapa meter di san. Dia sudah memergoki makhluk itu membuntutinya sejak dari kos. Jelas banget karena warna kuning mobil itu terlalu mencolok mata. Cuma Arlan yang berani mengecat mobil dengan warna norak begitu.

Lana ingat dulu dia selalu mengomel akan kehidupan Arlan yang selalu boros. Gajinya sebagai Dokter BLUD di rumah sakit pemerintah tidak seberapa, tapi gaya hidupnya berlebihan banget. Jadinya sampai umur sudah dua puluh tujuh tahun dia belum mandiri juga alias masih nodong mamanya. Arlan sih santuy aja, dia bilang uang mamanya banyak. Buat siapa kalau bukan buat dia? Lana nggak bisa ngomong apa-apa lagi deh.

Arlan adalah cucu dari keluarga Prawirohardjo. Konglomerat yang hampir seluruh anggota keluarganya berprofesi sebagai dokter. Memang salah kalau Lana berdebat tentang uang dengan mantan pacarnya itu.

Kenapa Arlan datang ke kosnya sepagi itu? Apa dia bermaksud menjemput Lana lagi seperti biasanya? Tapi mereka kan sudah putus? Atau ... apakah pria itu ingin rujuk dan menarik ucapannya kemarin malam? Sebagian dari diri Lana berharap begitu. Namun ketika mengingat kembali ucapan Arlan kemarin, dia jadi merasa sangsi.

"Kita putus aja! Aku sudah muak! Sampai kapan aku harus terus menjadi budakmu?"

Lana menepuk dadanya yang tiba-tiba terasa sakit. Dia sungguh tidak menyangka bahwa selama ini Arlan merasa dirinya diperbudak. Mungkinkah dia memang salah? Lana menghapus sudut matanya yang berair. Apakah dia dan Arlan benar-benar nggak bisa kembali seperti dulu lagi?

Sementara Arlan menatap Lana yang dan ojek tumpangannya yang ada beberapa meter di depannya. Arlan menghela napas. Lana tadi beberapa kali menoleh ke belakang. Dia nggak ketahuan, kan? Bagaimana menjelaskannya nanti? Masa Arlan mau mengaku kalau dia hanya menjalani rutinitas biasa tanpa sadar kalau mereka sudah putus. Itu bodoh dan benar-benar memalukan sekali.

***

"Jadi, untuk mencegah penyakit tidak menular Bapak dan Ibu. Kita harus ingat tujuh langkah Germas. Masih ingat apa itu?" tanya Lana pada para lansia yang berdiri di hadapannya.

Lana agak krik-krik melihat para orang tua itu yang kelihatannya bengong aja. "Yang bisa jawab saya kasih hadiah kipas ini ya Bapak-Ibu." Lana akhirnya mengeluarkan tiga buah kipas berisi materi penyuluhan Germas yang dia bawa.

"Olahraga," jawab salah seorang ibu-ibu penuh semangat. Akhirnya setelah dipancing dengan hadiah begini mereka mulai aktif juga.

"Benar, lalu?"

"Konsumsi buah dan sayur," jawab yang lain.

"Betul sekali, selanjutnya?"

"Cek tensi rutin."

"Betul, selain tensi. Ada baiknya juga periksa lab sederhana yaitu gula darah, asam urat dan juga kolesterol. Lalu selanjutnya apa lagi?"

"Tidak merokok," jawab bapak-bapak yang dari tadi malah jadi ahli hisab.

"Benar sekali, tidak merokok, tidak minum alkohol, menjaga kebersihan lingkungan supaya terbebas dari vektor penyakit dan jangan lupa menggunakan jamban sehat." Karena dia cuman bawa tiga kipas aja, maka jawab sisanya Lana jawab sendiri aja biar cepet.

Setelahnya, Lana pun menyerahkan hadiah kipas yang dia janjikan pada orang-orang yang bersedia menjawab tadi dan tak lupa foto bersama. Setelah acara penyuluhan itu selesai, Lana berpamitan pada para kader untuk kembali ke Puskesmas karena ada laporan yang harus dia selesaikan.

Lana sempat melihat pantulan dirinya di kaca sebelum naik ke atas motor. Betapa perutnya itu sekarang membuncit dan dia sangat kekar. Berapa ya berat badannya sekarang? Kemarin terakhir kali dia menimbang. Beratnya itu tujuh puluh kilo gram. Sejujurnya Lana selalu insecure ketika harus memberikan penyuluhan tentang pola hidup sehat sementara dia sendiri tidak melakukannya. Lihat saja lemak-lemak di perut dan pipinya itu. Bahkan baju-bajunya sudah banyak yang tidak muat lagi.

Prajabatan Cinta [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang