6

14.8K 1.5K 81
                                    

"Tentu saja bukan," jawab Arlan lima detik kemudian. Jawabannya yang agak lama itu mencurigakan. Nama Siwi memang beberapa kali disebut oleh Lana pada pertengkaran besar mereka malam itu yang diakhiri dengan kata putus darinya.

Arlan berani sumpah dia tidak pernah berselingkuh dengan Siwi atau wanita mana pun ketika bersama Lana. Kebucinannya yang tingkat dewa membuat Arlan tidak bisa melirik wanita lain. Akan tetapi, kecemburuan Lana yang berlarut-larut membuat rasa cintanya perlahan memudar.

Sebenarnya jauh di dalam hatinya, perasaan itu belum sepenuhnya hilang. Bagaimana tidak? Kebersamaan mereka selama sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Akan tetapi Arlan sudah muak dengan semuanya. Sehingga dia memutuskan untuk mengakhiri semuanya saja.

"Sungguh bukan karena saya, Dok? Saya benar-benar merasa bersalah. Sepertinya Lana salah paham dengan saya," lirih Siwi.

"Nggak, kamu kan nggak melakukan apa-apa. Kenapa merasa bersalah. Pada dasarnya aku dan Lana memang sudah tidak cocok lagi," ucap Arlan.

Siwi memandangi dokter yang berjalan di sebelahnya itu. Wajah pria itu tampak sendu.

***

Lana merenggangkan ototnya yang pegal karena seharian kerja cuman duduk doang. Hari ini dia mau makan enak untuk menghibur diri sendiri. April tadi katanya mau nraktir, tapi gagal. Dia mendadak ada tamu bulanan jadi sakit perut. Enaknya makan di mana ya? Kafe X? Bakso Y? Rujak Cingur Z? Semua makanan itu terdengar lezat, tapi tempat-tempat itu adalah tempat di mana dia bersama dengan Arlan dulu sering makan.

Uh! Bahkan sekedar makan saja dia mengingatkan dia pada Arlan. Lana berpikir lagi di mana kira-kira tempat makan asyik yang tidak pernah dia kunjungi bersama Arlan? Dan jawabannya adalah tidak ada. Semua titik di kota ini menyimpan memori bersama Arlan. Walaupun mereka bersama di sini baru satu tahun saja, tapi sudah sebanyak itu kenangan yang telah mereka ukir.

Ya sudahlah, dia tidak punya pilihan lain. Dia tetap perlu makan untuk menghilangkan stress. Dia akan pergi ke Kafe X saja. Di sana dia dia juga bisa membaca buku sepuasnya. Lana membereskan laptop dan barang-barang lainnya untuk bersiap pulang. Dia mengambil ponselnya untuk memesan gojek lagi.

Lana meringis melihat saldo gopaynya yang menipis. Terus naik gojek sangat boros. Masalahnya dia nggak bawa motor karena selama ini ada Arlan yang siap sedia mengantar dia ke mana pun. Sepertinya Minggu ini dia harus pulang ke Kediri untuk membawa motornya.

"Mbak Lana sudah mau pulang?" tanya Bu Suprapti, bidan senior yang kebetulan lewat.

"Inggih, Bu," senyum Lana ramah.

"Hasil SMD-nya sudah selesai direkap, Mbak?"

"Sudah Bu. Baru saja saya kirimkan email Bu."

"Mbak, katanya mbak putus ya sama Dokter Arlan?"

Netra Lana terbeliak. Astaga! Bagaimana bisa berita itu menyebar dengan cepat melebihi penyebaran virus influenza begini. Lana hanya mengembang bibir saja.

"Ya ampun, Mbak! Kok bisa sih putus sama dokter ganteng begitu. Eman-eman."

Lana tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia ingin segera kabur saja tapi itu tidak sopan.

"Mbak, saya boleh minta nomornya Dokter Arlan nggak? Anu... anak saya kan ada yang belum menikah."

Sialan! Lana mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya nenek-nenek tak berperasaan ini bertanya seperti itu pada Lana. Apa dia nggak mikir perasaan Lana yang baru putus itu kayak apa!

"Iya, Bu. Nanti saya wa. Saya duluan inggih, Bu. Gojek saya sudah di depan."

Lana mengangguk sekali lagi. Dia melangkah dengan cepat untuk segera pergi dari tempat itu.

***

Vote dan komen ya guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote dan komen ya guys...

Prajabatan Cinta [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang