4. Tentang Cahaya

1.3K 230 17
                                    

Sudah seminggu Han berada di tempat Seungcheol. Han sudah mulai terbiasa dengan kehidupan disini, Han juga melakukan apa yang biasa Seungcheol lakukan di apartemen seperti merapikan dan menyapu ruangan. Han tidak bisa menggunakan kekuatannya secara penuh selama ada disini tapi dia masih bisa belajar dengan cepat hanya dari apa yang Han lihat. Satu hal yang membuatnya senang adalah Seungcheol meminjamkan baju miliknya pada Han, dengan begitu Han bisa mencium bau Seungcheol yang menurutnya sangat manis dan dia juga merasa selalu dekat dengan jodohnya itu.

"Jangan keluar dari tempatku atau membukakan pintu untuk selain aku."

"Tidak akan pernah." Seungcheol melongo ketika melihat sinar familiar dari tubuh Han. Dia sudah tidak seterkejut saat pertama kali melihat hal itu. "Maaf, aku tidak bisa menahannya." Jeonghan tersenyum salah tingkah mengerti perubahan ekspresi di wajah Seungcheol.

"Jangan lakukan itu di depan orang lain. Aku saja pingsan saat pertama kali melihatmu bercahaya, gimana kalau mereka melihatnya?" Tidak mustahil kalau orang-orang akan terkena serangan jantung saat melihat Han 'bercahaya'. Lebih bahaya lagi kalau sampai orang-orang itu menuduh Han sebagai dukun atau penyihir, mereka bisa menyeret Han lalu membakarnya hidup-hidup di alun-alun kota.

"Tidak."

Ha?

"Aku tidak akan bercahaya untuk mereka."

Jawaban Han membuyarkan lamunan tidak penting Seungcheol. Apa yang dia pikirkan? Ini pasti gara-gara film penyihir yang pernah dia tonton. Seungcheol bukannya khawatir bukan pula karena dia sudah menerima Han disini. Dia juga sudah menyuruh Han untuk tinggal di tempat lain karena penghuni apartemen di sebelahnya sudah mulai penasaran dengan keberadaan Han, tapi peri itu menolak dengan menjawab 'Aku lebih suka tinggal dengan Seungcheol.' Padahal Seungcheol tidak memberinya tempat tidur yang layak. Ck.

Pagi itu seperti biasa Seungcheol memulainya dengan berangkat menuju distribitor untuk mengambil susu botol untuk di kirimnya ke komplek perumahan. Sementara itu Han duduk tenang di ruang tengah dengan kedua mata terpejam. Beberapa saat kemudian bibirnya bergerak-gerak kecil tanpa suara seolah sedang mengobrol.

"Han putra Yong, aku senang bisa melihatmu lagi."

"Aku juga senang bertemu Bibi."

"Apa kau sudah bertemu jodohmu?"

"Tentang itu..."

"Kau belum bertemu dengannya?"

"Sudah... hanya saja dia belum bisa menerimaku."

"Apa dia menolakmu, sudah punya pasangan hidup?"

"Tidak. Aku rasa dia hanya terkejut dengan semua ini. Tapi dari apa yang ku lihat dia adalah orang yang baik."

"Ada yang ingin kau tanyakan lagi?"

"Kau bilang manusia yang berjodoh dengan peri bisa mendapat tanda jodoh juga. Tapi kenapa Seungcheol tidak pernah mengalaminya." Bibi Shu terdiam cukup lama.

"Han? Apa kau yakin dia adalah jodohmu?"

"Cahaya jodohku tidak akan keluar untuk sembarang orang. Dan ini adalah bagian yang sangat sulit, Bibi Shu."

"Kenapa?"

"Aku kesulitan mengontrolnya saat bersama Seungcheol. Itu keluar begitu saja."

"Keluar begitu saja atau pada saat-saat tertentu?"

"Ku pikir saat aku merasa senang dan saat Seungcheol tidak sengaja menyentuhku." Han sedikit bersemu saat menceritakannya.

"Kau begitu dekat dengan jodohmu tapi belum melakukan penyatuan, wajar kau mengalami hal itu."

"Benarkah?" Shu mengangguk.

"Semoga aku bisa mendengar kabar baik darimu secepatnya." Han tersenyum.

"Apa itu, Bibi?" Tanya Han saat mendengar suara berisik dari tempat Shu.

"Hanya hewan peliharaanku. Semoga Sang Bulan selalu melindungimu, Han." Ucapan Shu mengakhiri sambungan singkat mereka. Han sadar dari duduk damainya, terdiam sebentar lalu mencium aroma Seungcheol dari kaos yang sedang dia pakai. Manis.

Wajahnya seketika bersemu mengingat ucapan Bibi Shu.

==========

Seungcheol menghitung uang yang baru saja dia ambil dari ATM lalu memasukannya ke dalam amplop, uang itu harusnya untuk membayar sewa apartemen dan biaya makannya selama sebulan, tapi dia sudah janji untuk memberikan uang itu pada para lintah darat. Namun saat Seungcheol berjalan ke area kampus dia melihat seorang lelaki paruh baya yang sangat di kenalnya sedang dipukuli di depan restoran.

"Berhenti, ada apa ini?" Seungcheol membantu lelaki itu berdiri dengan benar.

"Dia dan teman-temannya sudah menghabiskan banyak makan dan minum tapi tidak mau membayarnya."

"Berapa uang yang harus dibayar?"

"1.255.000 dan tambahan 750.000 lagi untuk 3 wanita yang disewa mereka." Badan Seungcheol lemas seketika, bagaimana mungkin ada orang menghabiskan uang sebanyak itu dalam waktu semalam, sementara Seungcheol harus kerja siang malam untuk mendapatkan uang sebanyak itu.

Seungcheol mengajak lelaki itu ke mini market di dekat kampus lalu membelikannya sebotol minuman.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya lelaki yang bersama Seungcheol.

"Kabar baik. Ayah sendiri, bagaimana?" Hati Seungcheol merasa berat saat menanyakan itu, ada rasa marah sangat besar yang menyeruak ketika melihat Ayahnya lagi, tapi dia juga ingin tau kabar lelaki yang selama ini menghilang meskipun dia telah memberikan beban berat yang harusnya bukan tanggung jawab Seungcheol.

"Mereka menipuku, Seungcheol."

"Siapa?"

"Orang-orang yang mengaku temanku, mereka bilang tau dimana keberadaanmu lalu mereka mengajakku ke restoran dulu, kemudian mengambil semua uang hasil jual tanah di desa yang ku bawa untuk melunasi hutang setelah membuatku mabuk."

Seungcheol mengambil napas panjang mendengar cerita Ayahnya.

"Ayah ingin memperbaiki semuanya, ingin berkumpul bersamamu lagi dan menjadi keluarga yang utuh, Seungcheol. Ayah menyesal dan minta maaf karena sudah membuatmu menderita." Lelaki paruh baya itu menangis di depan Seungcheol. Keduanya cukup lama terdiam setelah itu.

"Aku sudah memaafkan Ayah, tapi sakit hati yang aku rasa sepertinya tidak sebesar dosa Ayah pada Ibu. Ibu yang lebih berhak menerima permintaan maaf dan penyesalan Ayah..."

"...saat ini, Ayah lebih baik jangan muncul di dekatku. Para lintah darat itu tidak akan segan membunuh Ayah kalau mereka melihat Ayah disini." Ucapnya dingin.

"Seungcheol..."

"Sembunyi selagi Ayah bisa." Seungcheol berdiri lalu memberi Ayahnya lima lembar uang pecahan seratus ribu. "Ada kuliah yang harus ku ikuti sebentar lagi. Jaga diri Ayah baik-baik."

========

Tbc

My Fairy MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang