Prabu Yudistira

45 5 1
                                    

Nama gue Prabu Yudistira dan dua cecunguk tengil yang duduk di samping gue, Altan dan Rivan mereka itu sahabat gue. Gue kenal mereka dari zaman gue masih berbentuk kecebong sampe sekarang dalam tahap evolusi jadi manusia seutuhnya.

Detik ini, kita lagi disidang. Tentunya bukan sidang skripsi, sidang tindak pidana apalagi sidang cerai, kalo yang ini amit-amit deh.

Jadi gini, hari ini tuh kita betiga lagi apes. Niat hati sih mau cabut nonton persija dan bolos lewat pager belakang sekolah, ternyata eh ternyata niatan picik kita ketauan sama Pak Samsul, dukun di SMA Malaka.

Sebenernya sih kita bukan beneran mau nonton. Gue gak suka bola karena hobi gue nyetir, saking hobinya gue pernah bawa angkot sendiri ke sekolah dan ujung-ujungnya gue bikin abangnya nangis karena angkotnya. Yah ... you know lah.

Dan akibat dari perbuatan kita pagi tadi jadilah kita di sidang di istana mematikan milik pak Samsul ruang BK terkutuk atau biasa disebut ruang meditasi sama Altan, kata Yudis cuma bicara dalam hati.

Alisnya naik sebelah, bibirnya juga jadi ikut-ikutan naik enggak kebayang deh konyolnya muka cowok satu ini.

"Kamu kenapa ngeliatin saya sampe melatat melotot persis ikan kekurangan aer? Kamu nantangin saya? Ngajak duel?" bentak pak Samsul pada Yudis yang sibuk cengengesan di depannya.

Acting lebay yang selalu Yudis lakuin setiap kali masuk BK seketika buyar waktu pak Samsul buka suara. Napasnya bau banget persis kayak kentut orang yang baru aja makan ubi dikombinasiin sama telur. Kebayangkan baunya?

Pak Samsul itu guru BK di SMA Malaka, beliau hobi banget makan jengkol. Sialnya lagi dia itu nggak pernah sadar kalau selama ini dia itu hampir aja ngilangin nyawa murid-muridnya.

Saking baunya ruang BK yang seharusnya menyeramkan seketika berubah jadi ruang meditasi. Jadi gini, setiap kali ada murid yang ngadep entah ketangkep bolos atau yang lainnya.

Mereka semua pasti diceramahin, sementara Pak Samsul sibuk ceramah murid yang dia ceramahin cuma diam. Badannya boleh ada di sana tapi jiwa mereka enggak ada, pikiran mereka melayang-layang sambil sibuk nahan napas. Sesekali mereka narik napas panjang terus dibuang pelan-pelan persis orang yang lagi ngelakuin aktivitas meditasi.

Kayak yang terjadi sekarang. Hidung Yudis, Altan, Rivan seketika mengembang. Ketiganya kompak tahan napas. Lucunya lagi Altan langsung pura-pura ngupil, dia masukin ibu jari dan telunjuknya ke hidung supaya Pak Samsul enggak curiga.

"Ini lagi! Siapa suruh kamu ngupil di depan saya?" bentak Pak Samsul sambil gebrak meja.

Melihat Pak Samsul berdiri sambil mendekatkan wajahnya ke Altan, dua sahabatnya seketika nahan tawa, mereka kompak nutup mulut dengan dua tangan.

"Mampus lu Tan," ujar Darel benar-benar pelan. Cuma Rivan yang bisa denger.

"Idung saya gatel, Pak," elak Altan cepat.

Sedetik kemudian Pak Samsul memalingkan wajah. Sekarang dia berdiri di depan Yudis dengan pose yang sama. "Kamu kan yang udah ngajakin dua sohib kamu ini bolos?"

Meditasi dimulai ... 1 2 3 batin Yudis.

Setelah berhitung sampai tiga Yudis pun menutup mulutnya rapat-rapat, hidungnya kembang-kempis. Dia udah bertekad buat tutup mulut daripada ngebantah, karena nanti urusannya bakal lebih ribet.

"Bener kan tebakan saya? Kalian bertiga ini enggak ada habis-habisnya ya bolos dan bikin ulah."

"Bau napas Bapak juga gak ada abis-abisnya," celetuk Rivan pelan sambil buang muka.

"Kalian tadi mau ke mana? Mau bolos ke mana lagi kalian?"

Sunyi.

Nggak ada yang buka suara satu pun. Mereka bertiga sibuk nahan napas sambil sesekali pura-pura garuk hidung.

"Kalo orang tua lagi nanya itu dijawab. Apa kalian bertiga mau saya hukum bersihin toilet. Hah?"

Mendengar ucapan Pak Samsul akhirnya mereka buka suara. Rupanya, bersihin toilet lebih menggiurkan daripada mereka mati konyol keracunan.

"Kita bersihin toilet aja deh, Pak," jawab Rivan dan Yudis bersamaan.

"Iya, Pak. Kita bersihin toilet aja. Kita kan udah salah karena bolos, jadi lebih baik kita dihukum aja. Biar jera," tambah Altan berusaha meyakinkan.

"Saya heran. Sebenernya kalian ini ke sekolah motivasinya apa sih? Jadi tukang bersih-bersih apa mau belajar?" tanya Pak Samsul geleng-geleng melihat kelakuan aneh murid-muridnya yang selalu semangat setiap kali mendapat hukuman seperti itu.

"Belajar sekalian bersih-bersih Pak. Itung-itung ngurangin beban Pak Asep, kasian beliau udah sepuh."

"Yaudah sana, kalian keluar dari ruangan saya dan kerjakan hukuman kalian."

Mereka bertiga bangkit dari tempat duduk. Begitu tiba di depan pintu langkah ketiganya terhenti karena satu kata dari Pak Samsul.

"Tunggu."

***

"Mimpi apa coba gue semalem, pagi-pagi begini udah dapet musibah," gerutu Altan nggak ada habisnya.

Yudis cuma ketawa tanpa ngerasa bersalah.

"Lu lebih pantes Tan, gue enggak sesuci lu. Gue gak pantes nyentuh benda kramat begitu."

"Tai lu Dis."

"Banyak tuh di dalem. Mau?"

"Idih."

"Eh, eh, eh bentar deh." Yudis memotong obrolan sambil ngarahin tangannya ke depan kelas XI Ips 1. "Liat deh, mantan lu lagi ngobrol sama Dimas tuh Van."

Altan yang tadinya lagi sibuk ngelap kaca sambil tak berhenti ngedumel pun langsung ngibrit ke pintu tempat Yudis berdiri.

"Mana, mana, mana?" kata Altan antusias.

Rivan yang memang belum bisa move dari Ririn langsung pura-pura sibuk ngepel lantai.

Begitu tahu maksud Yudis, Altan pun bertanya. "Dis, Dis. lu nyium bau-bau gitu gak?"

"Nyium. Bau karbol kan Tan?"

"Bukan."

"Ya terus bau apa dong?" kata Yudis sambil cekikikan.

"Emang lu gak nyium bau-bau dendam atau hati gosong gitu?"

Sontak aja perkataan Altan barusan seketika bikin Yudis ketawa keras. Mereka kelihatan puas banget bikin Rivan panas.

"Kampret lu Tan! Setan dasar lu."

"Marah dia Dis," ledek Altan sambil tangannya menyentuh siku Yudis.

"Cie yang belum bisa move-on." Yudis menimpali.

"Jangan sampe ya ini aer cucian pel gue siram ke lu berdua," gertak Rivan kelihatan sungguh-sungguh.

Alhasil Yudis dan Altan langsung diam. Mereka kenal banget sama Rivan, dia itu punya pendirian kuat. Dan bukan hal mustahil kalo nantinya mereka bakal beneran disiram.

Savana dan Yudistira Where stories live. Discover now