Bab 1

24.9K 2.1K 153
                                    

Terkadang manusia sering kali tak menyadari sikap dalam diri sendiri. Merasa tinggi, padahal kedua kakinya menginjak bumi.

Barra merasa malu menginjakkan kedua kakinya di sini. Di rumah besar keluarga Hamid. Kedua mertuanya yang usianya sudah hampir 70 tahun masih saja direpotkan dengan mengurusi anaknya, Sabikah Nabhan, atau yang biasa dia panggil Abi.

Anak laki-laki yang perlahan menginjak remaja ini sikapnya cukup pendiam di rumah. Tapi nyatanya ketika di sekolah pendiamnya sering kali membuat Barra pusing. Ada saja masalah yang Abi timbulkan di sekolah.

Terakhir kali ketika dia sedang berada di luar kota, Ayah Mertuanya yang memberitahu dirinya jika Abi tertangkap basah merokok di sekolah.

Sangat mengenaskan.

Rasanya Barra ketika melihat sikap Abi sekarang seperti bercermin dengan dirinya di masa lalu. Hidup dalam pergaulan yang salah malah memperburuk hubungannya dengan keluarga, terutama Ayah dan Ibunya.

Hingga ia berakhir di Jerman. Bertemu dengan kedua sahabatnya yang menjadi saudara hingga detik ini.

Tapi itu dulu. Sekarang dia tidak ingin Abi merasakan hal yang sama. Untuk itu Barra ingin sekali mencari solusinya bersama Bitha. Tapi apa daya, kurangnya waktu bersama Bitha membuatnya gagal berkomunikasi.

"Assalamu'alaikum." salam Barra sebelum masuk rumah ini.

Keadaan rumah besar ini masih sama. Meski Barra jarang sekali datang ke sini karena kesibukannya. Namun aura yang tercipta masih terasa hangat. Sehangat senyuman Ibu mertuanya yang menyambut kehadirannya.

"Barra. Udah pulang? Kok Bitha sama sekali nggak tahu kamu pulang hari ini?"

Diam. Barra bingung harus menjawab apa. Rasanya tidak mungkin Barra mengubar aib istrinya sendiri sekalipun kepada Ibu mertuanya.

"Ayo masuk dulu. Tadi tuh Bunda minta Abi temanin istrinya Rafif."

Kedua alis hitam Barra terangkat tinggi. Dia menerka-nerka menemani istrinya Rafif ke mana? Dan menggunakan apa? Memangnya perkembangan apa yang dia tidak tahu tentang Abi?

"Duh, kamu pasti bingung ya. Abi tuh udah lama diajarin sama Omnya, Shaka, naik motor. Katanya masa anak SMA nggak bisa berkendara. Padahal Bunda udah teriak-teriak nggak ijinkan. Tapi kamu tahu sendiri kan, Abang Iparmu itu susah dikasih tahunya."

Sambil meringis, Barra menepuk-nepuk dadanya. Harusnya bagian mengajari Abi berkendara adalah tugasnya. Tapi ke mana dia selama ini?

Rasanya lucu sekali. Dia sibuk sekali berkomentar kesibukan Bitha yang tiada akhir. Padahal dia sendiri pun sama sibuknya. Bahkan punya waktu untuk dirinya sendiri saja tidak ada.

"Bunda tinggal dulu ya. Kamu istirahat aja dulu. Di kamarnya Bitha juga bisa."

Tak menunggu lama, Barra sudah ditinggalkan sendiri di ruang keluarga yang besar ini oleh Ibu mertuanya.

Karena begitu lelah, dia langsung memposisikan tubuhnya berbaring di atas sofa panjang. Memejamkan kedua matanya sampai terdengar suara ribut di sekitarnya.

"Tuh Ayahmu." suara seseorang terdengar di telinga Barra.

Seketika kedua matanya terbuka. Melihat Abi memasang ekspresi malas ke arahnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
After 15 years MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang