“Senyummu di depan saudaramu, adalah sedekah bagimu” (Sahih, H.R. Tirmidzi no 1956). Potongku cepat, sebelum abang mengartikannya.
Abang mengusap kepalaku gemas.
"Oh ya kalau mau beli gamis nanti minta antar bang Aries ya, terus pake ATM abang."
"Ogah, di anter bang Aries ujungnya aku di bully dan bayar sendiri." Cemberutku membuang muka.
"Hemm nggak boleh suudzon Asheeqa. Bang Aries bakalan semangat empat lima nemenin adiknya buat hijrah. Paling bang Aries bakalan bully ya kalau kamu buat ATM abang jebol."
"Abang nyebelin banget. Aku juga punya uang kali bang."
"Iya becanda de. Ya udah salam buat semua. Jangan lupa main ke umi dan abi ya. Dan salam buat ketiga adik baru kita. Abang jadi semangat pengin cepet-cepet pulang," ujar abang semangat.
"Siap abang. Semangat belajarnya bang! Ade tunggu pak ustadz Muhammad Virgo Shakeer!" Semangatku mengepal tangan.
Abang hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
***
Aku keluar dari lapas dengan wajah sumringah. Dan sekarang bersemangat menuju rumah sakit. Sepertinya aku akan minta Ayesha aja buat mengantarku beli gamis. Dan semua baju-baju lamaku bakalan aku sumbangin.
"Bismillah aku harus yakin. Semangat!" Kataku lantang, membuat orang-orang di tempat parkir menatapku aneh. Bodo amat emang gue pikirin liat mereka kayak gitu.
Aku menstarter motor dengan senyum terkembang. Menjalankan si putih menuju ke rumah sakit menemani Bila. Semoga aja abah sama bunda masih ada di sana.
Dua puluh menit kemudian aku sampai di parkir rumah sakit. Melepas helm kemudian memakai topi di lanjut tudung jaket sengaja aku pakai agar menutup leher bagian kepalaku. Nggak tahu kenapa sekarang sedikit ada rasa malu ketika leherku masih terlihat. Buru-buru aku masuk dan menuju ruangan rawat Bila. Sekarang Bila sudah di pindahkan ke ruang perawatan biasa.
"Assalamu'alaikum," kataku mengetuk pintu ruangan Bila.
"Loh kok Bila sendiri? Abah bunda kemana?" Tanyaku dengan jelas agar Bila bisa tahu perkataanku.
Bila mengambil notes dan menulis sesuatu di sana.
Aku menaruh tas dan melihat apa yang Bila tulis.
"Bunda dan abah sedang menjenguk seseorang yang di rawat di sini." Tulis Bila.
Aku hanya mengangguk. Tapi siapa ya yang di jenguk bunda sama abah. Ahh entahlah mungkin kenalan bunda atau abah.
Sekarang waktu yang tepat kali ya praktekin video youtube semalam. Mumpung nggak ada orang. Kalau ada yang salah kan nggak mungkin di bully. Aku hanya senyam-senyum dengan ide di pikiranku ini.
Bila mengerutkan kening melihatku aneh.
Aku hanya nyengir menatapnya. Makin aneh kali ya aku sekarang hehehe.
Jari dan tanganku mulai bergerak memberi isyarat pada Bila. Tangan kanan aku kepal dengan jempol lurus di samping telunjuk yang menekuk. Tangan yang membentuk kepalan adalah untuk huruf 'A'. Sambil ibu jari dikenakan pada tepi dahi kanan lalu digerakkan ke depan.
"Assalamu'alaikum" isyarat ku.
Bila tersenyum. Kemudian ketiga jari tangannya telunjuk, tengah dan manis membentuk huruf W. Sambil dikenakan pada tepi dahi kanan lalu digerakkan ke depan.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Bila.
Yeh benar. Aku makin semangat sekarang. Menggunakan bahasa isyarat di depan Bila. Semoga nggak salah. Dan semoga nggak ada yang ngrecokin aksiku pamer keahlian bahasa isyarat yang baru semalam aku pelajari.
Beberapa kalimat sederhana menggunakan bahasa isyarat aku sudah bisa. Bila pun senang kalau aku sekarang sedikit demi sedikit bisa. Nggak sia-sia waktu kuliah sering belajar pake SKS (sistem kebut semalam). Jadi hari ini sukses deh. Ya walaupun ada sedikit insiden berderai airmata tapi aku bisa bikin Bila tersenyum dan nggak perlu pakai acara tulis menulis.
Sekarang waktunya kalimat yang agak panjangan. Tangan dan jariku mulai bergerak mengungkapkan maksud hatiku kalau sekarang Bila, Rayan dan Ayesha adalah keluargaku. Bunda jadi ibu mereka. Abah jadi kakek mereka. Dan kalian nggak usah khawatir kalau aku dan keluarga akan selalu menjaga mereka.
Tapi Bila hanya diam dan memandangku. Seolah-olah dia tak mengerti apa yang tadi aku ungkapkan.
"Salah ya? Atau kamu nggak tahu artinya?" Tanyaku pakai bahasa bibir.
Bila mengangguk. Kembali mengambil note dan menulis.
"Bila nggak tahu. Maksud mbak tadi apa?"
"Aduh kok nggak ngerti sih." Keluhku menggaruk kepala frustasi.
Aku mulai menggerakkan jari-jari, Bila masih memperhatikan dengan seksama. Tapi sepertinya Bila memang nggak ngerti sama apa yang aku lakuin.
"Jelas Bila nggak ngerti lah. Wong kamu itu ngawur pakai bahasa isyaratnya." Ucap seseorang menyalahkanku yang ternyata sudah berdiri di sampingku. Tanpa aku tahu kapan dia masuk.
"Heh! Kalau masuk ketuk pintu dulu asal nylonong kayak maling." Kataku sewot menatap tajam.
Si pria hanya tersenyum mengejekku. Dan duduk di sebelah Bila serta mengacuhkan ocehanku tadi. Membuatku meradang, emosiku naik berkali-kali lipat.
YOU ARE READING
Asheeqa (SUDAH TERBIT)
SpiritualPesan via shopee aepublishing Aku tidak pernah tahu, Aku pun tak ingin mengetahuinya. Yang aku tahu, aku mengenal sosoknya pada diri orang lain. Tanpa pernah aku merasakan kehadirannya di sampingku. Dan ini,,,, membuatku sulit berdamai dengan kehi...
Asheeqa 15
Start from the beginning
