Ee

553 94 37
                                    

"Louis?"

"Oh--Ele?" Aku hanya menatap Louis dan wanita yang menyapanya tadi secara bergantian dengan wajah penuh kebingungan.

"Duduk El," tegur Louis memecah keheningan yang menghampiri kami.

"Apa kabar?" Tanya wanita tersebut-yang kuketahui bernama Ele- kepada Louis.

"Baik. Kamu sendiri?" Tanya balik Louis setelah membenarkan posisi duduknya.

"Aku juga baik. Kamu tambah dewasa ya, Lou." Balas Ele sambil menyibakkan rambutnya kebelakang.

Merasa tidak dianggap, aku berdehem kecil sebelum Louis membuka mulutnya untuk menjawab pujian dari Ele tadi.

"Oh, Ele, ini Tiffany. Tiffany, ini Ele." Louis saling memperkenalkan aku dan Ele, selagi aku menjabat tangannya dengan senyuman di bibirku.

"Pacar?" Aku tersedak saat mendengar Ele mengatakan pertanyaannya barusan.

"Maaf Ele, dia bukan pacar. Dia muridku." Jelas Louis yang membuat Ele menaikkan sebelah alisnya.

"Yakin? Tiffany, ayo bilang kepadaku kalau Louis masih malu malu mengenalkan pacarnya." Tanya Ele sambil memegang kedua tanganku yang kuletakkan diatas meja.

"Wait-what?" Tanyaku menatap Ele bingung.

"Bukan Ele, dia muridku. Aku guru les nya." Bela Louis yang membuat perhatian Ele beralih ke Louis.

"Baiklah, maaf aku mengganggu waktu kalian. Mungkin aku harus pergi, bye!" Ele bangkit dari tempat duduknya, tersenyum kepadaku dan Louis secara bergantian, kemudian berlalu pergi meninggalkan kami berdua.

"Oh iya," Ele berbalik kemudian meletakkan dua kartu nama miliknya.

"Ini kartu namaku, siapa tahu kalian butuh." Ucap Ele menampilkan barisan giginya, kemudian berlalu pergi.

Aku hanya tersenyum canggung kepada Ele sebelum dia pergi, kemudian menatap kartu nama yang Ele berikan.

"Tiff, itu untukmu semua." Kata Louis menggeser kartu nama yang tadi Ele berikan ke depanku.

"What? Kenapa?" Tanyaku bingung.

"Tidak apa. Aku hanya malas menyimpan kartu namanya." Jawab Louis sambil memainkan tangannya, gugup.

"Jangan bohong, Louis. Katakan yang sejujurnya." Sergahku cepat sebelum Louis mengalihkan pembicaraan.

"Baiklah, dia mantanku waktu SMA." Jelas Louis dengan nada ragu yang membuatku sedikit terkejut.

"Lalu? Mengapa tidak disimpan saja kartu namanya?" Tanyaku menatap Louis yang sedang berfikir sesuatu.

"Aku hanya, tidak mau jatuh lagi." Jawab Louis masih dengan nada ragunya.

"Aha! Ternyata seorang guru privat bisa galau juga." Seruku sambil menjentikkan jari di depan wajah Louis.

"Hey, aku juga manusia, memangnya hanya--Tiff?" Louis membuyarkan lamunanku yang mengarah kebelakang.

"I-iya?" Jawabku mengalihkan pandangan mataku ke arah Louis lagi. Kalian tahu, baru saja aku melihat Zayn Malik menduduki kursi kosong dibelakang kursi Louis.

Louis pun mengikuti pandanganku, kemudian berbalik lagi dengan alis terangkat. Sungguh, dia sangat persis dengan Ele.

"Lelaki itu? Siapa?" Tanya Louis, masih dengan alisnya yang terangkat.

"Zayn."

Ups, sepertinya aku harus lebih berlatih untuk mengontrol suaraku, karena volume suaraku barusan yang lumayan cukup keras membuat Zayn membalikkan badan kearah mejaku dan Louis.

"Iya? Oh hi Tiffany!" Seru Zayn, yang sekarang sudah duduk disebelah Louis dan di depanku.

"Kemarin aku mengajakmu jalan jalan, dan ternyata kamu tidak bisa gara gara sudah ada janji dengan pria lain yang.... lebih tua dariku ya." Jawab Zayn dengan mengangkat tangannya menjadi tanda kutip saat mengatakan kata 'tua'

Aku hendak mengelak pernyataan Zayn barusan, sebelum Louis memotongnya. "Benar Zayn, walaupun aku lebih tua darimu, tapi buktinya dia lebih memilih untuk jalan denganku."

Fine. Sepertinya ini awal yang buruk.

"Bukan begitu Zayn, saat itu aku hendak membalas pesan--"

"Tiffany, tadi kita berencana untuk ke London Eye 'kan? Lebih baik kita berangkat sekarang karena hari sudah mulai sore." Tegas Louis bangkit dari tempat duduknya, kemudian menuntunku untuk mengikutinya bangkit.

karena aku tidak ingin memperpanjang masalah, aku hanya mendengus kesal kemudian menatap Louis seraya berkata aku-ingin-bicara-dengan-zayn-sebentar.

"Zayn, maaf aku duluan. Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang, tapi aku janji akan menjelaskan semuanya besok di sekolah. Bye!" Seruku kemudian berjalan cepat menuju Louis yang sudah menungguku di pintu masuk.

-

"WHAT THE HELL LOUIS! TADI ZAYN! MENGAPA JAWABAN DAN SIKAPMU SANGAT MENYEBALKAN TADI. BAGAIMANA JIKA NANTI ZAYN MENGANGGAPKU SUKA DENGAN OM OM GILA SEPERTIMU! DAN BAGAI--"

"Tiffany, kamu hampir merusak telingaku, sayang." Jawaban Louis barusan membuatku memalingkan muka ke jalanan, dan mulutku mengulang perkataan Louis yang terakhir tanpa suara, 'sayang'

"Ayo mengoceh lagi." Ucap Louis lagi, saat mobil Louis berhenti karena lampu merah.

"LOUIS! AKU TIDAK MAIN MAIN DISINI. AKU SERIUS AKAN BILANG KE MOM, 'MOM, MR. TOMLINSON MENGANGGU! DIA BERSIKAP TIDAK BAIK DENGAN TEMANKU! DIA OM OM GILA YANG TIDAK LAKU--"

"TIFFANY! Uh-maaf, aku tidak ingin mendengar kabar bahwa kamu kehilangan pita suaramu, sayang."

God damn it.

Mulutku sekarang sedang komat kamit menyumpahi Louis yang sedari tadi memanggilku dengan embel-embel 'sayang'

"Satu lagi sebelum kamu turun, aku bukan om om yang tidak laku, ya. Kamu akan lihat nanti, Alvord." Kata Louis sebelum mobil berhenti di depan rumahku, dan tanpa basa basi lagi aku langsung turun dari mobil Louis, diikuti pintu mobil yang kututup sedikit keras. Aku benci hari ini. Sangat.

-

.

.

A/N

WOHOOOO MAAF BARU UPDATE SEKARANG, DAN GA YAKIN KALO INI MASIH ADA PEMINATNYA :(

VOMMENTS YAP :3

YANG KEMAREN NEBAK ELEANOR, KALIAN BENAR YAY!

LOVE, RENASTYLES.

Mr. Tomlinson [ pending ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang