Otak Windy mulai menyusun rencana baru. Bulan depan kontrakan butiknya berakhir. Mungkin sebaiknya Windy tidak memperpanjang kontrakkannya. Lalu barang - barang di butik ia jual rugi ke pedagang lain, kemudian uangnya ia gunakan untuk kontrak rumah sendiri.

Kalau ia mengontrak di perumahan yang jauh dari kota, barangkali sewa per tahunnya masih murah. Tapi kalau Windy tinggal sendiri agak miris juga sih. Dirinya kan janda beibih..... Windy khawatir ada lelaki hidung belang yang nyamperin ke rumahnya. Belum lagi tatapan ibu - ibu tetangga yang khawatir Windy menjadi ancaman untuk mereka.

Windy menggigit gulingnya. Meskipun ia tidak memiliki jiwa pelakor, tapi stigma "janda" di mata masyarakat itu masih sangat menakutkan.

Windy kan tidak bisa dan tidak berani memasang tabung gas sendiri. Windy juga tidak berani mengganti lampu sendiri, karena takut kesetrum. Di saat seperti itu Windy baru menyadari gunanya seorang perempuan mempunyai suami. Tapi lupakan sajalah. Toh mantan suaminya juga tidak bisa dan tidak berani memasang tabung gas. Serius ✌

Nah.... seandainya nih ya... Windy beneran jadi mengontrak rumah, lalu kalau lampu rumahnya mati, Windy minta tolong ke siapa?

കകകകക

Windy dengan terampil dan cekatan melayani pelanggan setianya yang setiap bulan selalu nentonning rambutnya agar ubannya tidak terlihat.

Pelanggan Windy adalah seorang nyonya keturunan Tionghoa pemilik toko perhiasan emas. Usianya sebaya dengan ibunya Windy. Tapi karena beliaunya adalah nyonya kaya raya, jadi penampilannya terlihat lebih muda dari usianya.

Windy sudah sangat akrab, bahkan Windy selalu memanggil mami pada pelanggannya tersebut.

Si nyonya yang bussineswoman sejati itu pun punya naluri tajam untuk mengenal orang yang berada di dekatnya. Dengan jitu si nyonya dapat menebak kegalauan hati Windy.

"Kok kamu kelihatan bingung cik?"

Tegur nyonya Angela pada Windy yang saat sedang menyapukan cat rambut, sebentar - sebentar menghela nafas panjang.

"Iya mi. Saya diusir sama ibu. Mami punya kenalan yang mau gantiin butik saya tidak. Mau diganti berapa aja saya ikhlas deh mi. Soalnya saya butuh uang cepat untuk kontrak rumah."

Windy mulai mengemis - ngemis pertolongan nyonya Angela. Windy benar - benar berharap sekali dengat malaikat satu itu.

Soalnya berkat mami Angela lah, salon Windy jadi memiliki banyak pelanggan. Dari promosi getok tular yang dilakukan mami Angela pada rekan - rekan bisnisnya, salonnya Windy jadi memiliki banyak pelanggan nyonya - nyonya keturunan Tionghoa. Barangkali saja mami bisa membantu Windy mencarikan rekan bisnis yang mau membeli rugi isi butiknya.

Kenapa mami Angela begitu baik terhadap Windy? Karena usut punya usut, ternyata si mami itu dulu mengenal eyang putrinya Windy. Kebetulan eyang putrinya Windy dari garis ayah adalah wanita keturunan Tionghoa. Mami Angela bilang, beliau sering bertemu eyangnya Windy saat sedang beribadah di kelenteng. Windy sendiri beragama Islam karena mengikuti keyakinan yang dianut sang ibu yang asli orang Jogja.

Karena hubungan di masa lalu itulah, mami Angela jadi sering membantu Windy.

"Saya ada rumah. Kebetulan kosong dan nggak ada yang menempati. Kalau cik Windy mau, pakai aja!"

"Hah serius mi? Trus saya bayar kontraknya berapa?"

"Udah pakai aja. Itung - itung sambil nungguin rumah saya."

Windy nyengir. Enak banget ya jadi horang kaya cem mami Angela. Bisnis dan propertinya bertebaran di mana - mana. Meskipun sama - sama memiliki darah Tionghoa, kenapa nasib mereka jauh bagaikan langit dan bumi begini? Ya nasib.

An Annoying Windy Diary's (End) 🌷Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang